Reuni Keluarga

Seingatku, ini tahun ketiga sejak acara yang dinamakan atau dikenal dengan sebutan reuni keluarga berlangsung. Sayangnya, bertambah tahun bertambah pula rasa jenuhku saat mengikutinya. Jika tak dipaksa oleh Ayah dan Ibu, tentu aku lebih memilih di rumah saja hari raya kali ini.
Mulanya, aku sangat bersemangat mengikuti acara tersebut. Aku membayangkan bisa bertemu banyak saudara dan memakan aneka masakan dengan lahap. Tapi, melihat apa yang dilakukan para pesertanya, pikiranku mendadak berubah dan bayanganku seolah runtuh.
Di mataku, yang kulihat di sana adalah para orang tua yang saling ribut dengan apa yang mereka punya, juga obrolan basa basi yang ujung-ujungnya membanggakan pencapaian diri dan anak-anak mereka. Belum lagi Sesepuh yang memimpin bacaan tahlil acuh tanpa melihat sekeliling. Sementara para remaja seusiaku dan anak-anak sibuk dengan gadget di tangan, ditambah riuh rendah teriakan balita dan terkadang tangis bayi yang entah lapar entah merasa kepanasan.
"Sudah, jangan hanya bengong. Ayo bergabung sana!" Perintah ibu sembari mencolek pinggangku.
"Iya, Bu." Aku menjawab malas. Apalagi kulihat semua orang asyik dengan diri mereka masing-masing.
Rasanya, lebih baik aku mendatangi rumah mereka satu persatu seperti sebelum ada acara semacam ini. Aku ingat, dulu saat hari raya tiba, kami sekeluarga akan pulang kampung ke rumah kakek nenek. Kemudian mendatangi satu per satu rumah saudara. Semakin ke sini, ditambah kakek dan nenek yang telah tiada, kami sudah tak lagi melakukannya. Salah satu alasannya karena semua akan bertemu di reuni keluarga. Reuni yang diadakan di rumah salah satu kerabat yang namanya keluar ketika arisan diketok. Iya, jadi reuni ini sekaligus arisan keluarga besar.
Padahal bagiku, jika mendatangi satu persatu di kediaman mereka, Aku jadi bisa lebih tahu siapa kerabat dekat maupun jauhku. Kami yang sangat jarang bertemu, bisa bercerita lama dan saling bertukar pikiran mengenai kehidupan masing-masing. Tak hanya itu, terkadang aku pun bisa belajar dari apa yang mereka kerjakan sehari-hari. Memanen padi dan hasil bumi lainnya, merawat ternak, mencari daun untuk obat-obatan, hingga memasak makanan tertentu. Ah, sungguh menyenangkan.
Membicarakan makanan, aku segera ingat bahwa biasanya dalam acara seperti ini selalu ada sajian yang bernama nasi boran. Itu adalah makanan khas daerah asal kami, Lamongan, Jawa Timur. Rasanya ada yang kurang jika tanpa ada menu khas tersebut.
Mataku segera melirik meja makan, memastikan ketersediaan menu itu. Nasi boran sangat mudah dikenali dari penyajiannya yang unik. Sebab nasinya akan diletakkan di sebuah wadah yang disebut boran.
Boran, yang dikenal oleh masyarakat Kabupaten Lamongan adalah tempat nasi yang berbentuk keranjang terbuat dari anyaman bambu, berbentuk lingkaran di bagian atas dan persegi di bagian bawah dengan empat penyanggah di setiap sudutnya.
"Apa ada yang bisa kubantu? atau apa ada yang aneh dengan sego (nasi) borannya?" Tanyaku pada sosok yang tengah berdiri mengamati nasi boran. Seharusnya, kami adalah kerabat karena berada di acara dan tempat yang sama. Tapi aku merasa tak pernah melihatnya dan tak mengenalnya.
"Boran?" Tanyanya balik. Membuatku sedikit heran.
"Iya. Makanan ini bernama nasi boran. Nasi yang diletakkan di dalam boran." Kataku sambil mengambil sesendok nasi dan menepuk salah satu sisi wadah boran.
"Oh, jadi boran itu nama wadah nasi." Ulangnya tersenyum simpul.
Sampai di sini, aku mulai curiga dia bukan bagian dari keluarga besar kami. Sulit kupercaya, mana mungkin ada keluarga yang tak tahu makanan khas daerah lahir kami, kan?
Kami pun berkenalan dan mengobrol. Namanya Nia, yang selanjutnya aku tahu jika dia adalah anak gawan (anak tiri) salah satu kerabat. Pantas saja, aku merasa belum pernah bertemu dia sebelumnya.
"Cobalah sego boran ini," Tawarku padanya.
"Saat menyantapnya, kamu akan tahu betapa sego boran ini berbeda dengan sego sambal pada umumnya. Jika sego sambal biasanya sambalnya berwarna merah, sambal sego boran berwarna jingga. Karena terbuat dari lengkuas, jahe, terasi, jeruk purut, cabe rawit yang direbus dan beras mentah yang direndam sebagai pengental." Lanjutku panjang lebar.
Nia mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sepertinya tidak ada rasa tomat ya, di sambal ini," Ucapnya setelah mencecap sedikit sambal khas nasi boran.
"Iya, betul. Sambal Nasi boran tidak memakai tomat. Rasa pedas dan asin itulah yang menjadi ciri khasnya." Kataku.
Nia mengedarkan pandangan dari ujung ke ujung meja makan, lalu melontarkan pertanyaan, "Jadi, pelengkap nasi boran ini apa saja?"
"Kamu bisa menikmatinya dengan sate uritan (bakal calon telur ayam), ayam goreng, telur asin, ikan gabus, empuk (makanan yang terbuat dari singkong dicampur dengan tepung dan bumbu) atau ikan bandeng ini." Tunjukku pada beberapa lauk.
Kulihat Nia mengambil empuk, sate uritan dan ikan bandeng duri lunak yang digoreng. Kuacungkan jempol padanya.
"Jangan lupa rempeyek kacang dan urap-urapnya (parutan kelapa berbumbu dan aneka sayur yang di campur jadi satu)." Tambahku mengingatkan dan meletakkan urap serta rempeyek kacang di piringnya.
"Piringku terlihat penuh." Nia melihatku sambil meringis.
Aku tertawa, "Kamu harus merasakan otentifikasi sego boran."
Begitulah, lantaran nasi boran, akhirnya aku jadi tahu jika kini memiliki kerabat baru dan merasakan memiliki kawan dalam reuni keluarga kali ini. Ajaibnya, semua yang awalnya sangat membosankan, berubah menjadi sangat menyenangkan. Kulihat sekelilingku, sesungguhnya tak ada yang salah dengan reuni keluarga ini. Aku hanya perlu membuka diri, lebih banyak tersenyum dan lebih banyak menyapa terlebih dahulu lalu memulai percakapan dengan kerabat-kerabatku.
Bagaimanapun, segala kesibukan kenyataannya memang mengikis waktu untuk berkunjung dari rumah ke rumah. Maka reuni keluarga seperti ini bisa menjadi solusi praktis bagi keluarga besar untuk bisa bertemu dalam satu waktu. Aku berharap, arisan kali ini nama orang tuaku yang muncul. Sehingga tahun depan, Reuni keluarga serupa bisa di selenggarakan di rumahku.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.