Sekarang jamannya multitasking

Sekarang jamannya multitasking
Pic taken from group Whatsapp

“Lowongan: Dicari copywriter. Bisa bahasa inggris, jago presentasi dan bisa Photoshop…”

Iklan lowongan copywriter (penulis naskah iklan) itu muncul di milis Creative Circle Indonesia. Sebetulnya iklan itu sih biasa-biasa aja, kita udah sering menemukan iklan seperti itu. Tapi tiba-tiba iklan tadi berkembang jadi polemik yang lumayan seru. Gara-garanya ada seorang member milis protes, “Copywriter kok harus bisa Photoshop? Itu kan kerjaannya Art director (pengarah seni) ?”

Beberapa member yang lain mendukung pendapat itu. Namun ga lama kemudian banyak juga yang menentangnya dan akhirnya terjadilah polemik itu.

Saya suka sedih kalo ngeliat calon pelamar bermental manja. Kenapa sedih? Yang namanya iklan itu kan satu kesatuan, jadi wajar dong kalo kita harus bisa bikin iklan utuh. Masa sih kita cuma mau bisa copywriting aja? masa sih kita maunya bisa art directing aja? Spesialisasi itu perlu tapi bukan berarti kita harus ga peduli sama hal-hal di luar spesialisasi kita. Sama kayak Dokter spesialis jantung, mereka kan harus belajar jadi dokter umum dulu baru ngambil spesialiasi.

Apalagi kalo kita bekerja di biro iklan kecil. Semua orang dituntut untuk serba bisa. Jadi art director, sekaligus photographer, digital imaging bahkan jadi model iklannya sekalian. Dan buat saya itu seru dan menantang sekali. Mengerjakan segala hal akan membuat kita belajar dan jadi serba bisa sehingga ga tergantung pada orang lain.

Lalu apa susahnya sih Photoshop? Belajar sehari juga langsung bisa? Kenapa sih kita harus alergi mempunyai kemampuan di luar disiplin yang kita kuasai? Seakan-akan belajar itu adalah hukuman. Kan punya banyak skill yang akan untung kita sendiri. Bukan orang lain!

Yang lebih lucu lagi ada seorang lainnya berkata, “Wah kalo nulis copy dan art direction gue semua yang kerjain, keenakan banget tuh agencynya. Bayar gaji satu untuk dua orang. Boss yang untung, kita yang kerja rodi?”

“Bener! Kita diperah habis-habisan, tiap hari pulang pagi tapi gajinya kecil.” samber yang lain lagi.

Aneh kan? Harusnya kan dibalik mikirnya. Kalo kita punya banyak kebisaan, pastinya kita akan jadi asset penting di dalam perusahaan. Justru kita akan digaji besar karena Boss takut banget kehilangan kita yang serba bisa. Dengan segala cara, management akan mempertahankan staffnya yang menguntungkan.

Saya jadi inget cerita temen saya Ivan Hadi wibowo. waktu itu dia kerja sebagai Creative Director di BBDO Singapore (Sekarang dia salah satu Owner Flock Indonesia). Nah ceritanya dia sedang mewawancara seorang copywriter.

Setelah melihat port folio dan berbicara panjang lebar dengan si pelamar, Ivan cukup terpesona dengan karya-karyanya. Ivan juga cukup kagum dengan kehebatan orang itu berbicara. Belum lagi ngeliat kemampuan copywriter itu yang serba bisa, termasuk bisa ngelay out dengan photoshop.

Lalu Ivan melemparkan pertanyaan sederhana. “Kasih saya satu alasan saja, kenapa saya harus menerima kamu kerja di sini?” tanya Ivan. “Tidak usah banyak-banyak, cukup satu saja alasannya.”

Sebetulnya, pertanyaan Ivan adalah pertanyaan standar yang hampir selalu ditanyakan oleh seorang CD. Tapi bukan pertanyaan Ivan yang bikin saya surprise tapi jawaban si pelamar yang sama sekali ga disangka-sangka.

“Kasih saya kesempatan kerja di sini selama 3 bulan dan saya akan membuktikan bahwa saya hebat. Dan selama 3 bulan itu saya rela kerja tanpa dibayar alias gratis.” jawab si pelamar.

Nah loh? Mau kerja dan ga dibayar 3 bulan? Kok mau-maunya ngelamar sampai kayak gitu? Setelah Ivan membeberkan ceritanya barulah saya mengerti. Suasana kompetisi di Singapore itu sangat tinggi. Rupanya bagi pelamar tersebut, walaupun ga dibayar, kesempatan kerja 3 bulan itu penting untuk membuktikan bahwa performance mereka bagus. Kalau mereka memang betul bagus, tentunya bisa diangkat sebagai pegawai tetap. Kalau akhirnya dipecat juga, paling tidak dia sudah punya pengalaman kerja di kantor itu selama 3 bulan. Pengalaman 3 bulan itu tentunya cukup berharga sebagai penambah port folionya. Passion seperti itulah yang kita butuhkan! Kalo ngomel terus tapi ga pernah membuktikan bahwa kita perform, ya susah. Mendingan bikin usaha sendiri aja.

Di Indonesia memang situasinya kurang kompetitif. Bahkan SDMnya boleh dibilang kurang, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Akibatnya orang dengan mudah sudah bisa jadi Art Director senior atau copywriter dalam waktu sekitar dua tahun saja. Sudah bisa jadi CD dalam waktu sekitar 5 tahun saja. Rada memprihatinkan kan?

Kembali ke masalah di atas, akhirnya saya gatel untuk ngasih tanggapan. Saya menulis bahwa “Seorang copywriter memang harus bisa art direction. Begitu juga sebaliknya, seorang art director harus bisa copywriting, karena pada akhirnya orang yang serba bisa itulah yang akan segera menjadi CD. Bagaimana mungkin seorang CD copy base bisa menilai art direction staffnya kalo dia ga ngerti apa-apa.

Seseorang berusaha menetralisir ucapan saya dengan mengatakan, “Mungkin maksud Om Bud adalah; kalo copywriter bisa photoshop akan menambah added value. Kalo bisa sukur kalo ga bisa ya gapapa.”

Saya langsung nyaut lagi, “Salah! Yang saya maksud seorang copywriter mutlak harus bisa photoshop.”

“Kenapa begitu Om Bud?” tanya yang lain.

“Ngapain jadi petani cuma bisa nyangkul doang? Seorang petani harus bisa nyangkul, nanem, mupuk, manen pokoknya semuanya.” sahut saya.

Di luar dugaan, seorang praktisi periklanan senior bernama Kepra ikut nyaut, “Apalagi kalo petani itu bisa ngedalang atau bisa gamelan. Dia bisa punya dua penghasilan. Siang bertani, malam ngedalang atau main gamelan.”

Hahahahahaha good point! Banyak kebisaan itu sangat menguntungkan.

Tulisan saya tahun 2014. Saya posting lagi karena ternyata masih relevan sampai sekarang. 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.