Perang Empek-Empek Kapal Selam
Cerita ini mengisahkan kenangan lucu seorang anak Palembang saat 17 Agustus, bukan soal menang lomba, tapi soal "perang" rebutan satu porsi empek-empek kapal selam yang dijanjikan sang emak. Peristiwa itu memicu drama kecil antar saudara. Di tengah kehebohan, Emak pun bercerita tentang asal-usul pempek kapal selam dan nama "empek-empek". Kini, tiap 17-an, tradisi itu tetap hidup—bukan hanya lewat rasa, tapi juga tawa dan kebersamaan keluarga yang tak tergantikan.

Perang Empek-Empek Kapal Selam
-- ℕ????????????????ˢᵘⁱˢ --
"Setiap 17 Agustus, kampung kami berubah jadi medan perang—yang riuh, norak, tapi membahagiakan. Ada lomba balap karung, tarik tambang, makan kerupuk, sampai panjat pinang. Tapi buatku, satu kenangan 17-an yang paling membekas bukan soal menang lomba. Tapi soal kalah… dalam Perang Empek-Empek Kapal Selam."
Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 3 SD. Emak sudah janji, “Kalau kamu menang lomba balap karung, nanti Emak traktir empek-empek kapal selam!”
“Bagi anak Palembang tulen, itu bukan sekadar camilan. Empek-empek kapal selam itu kelas sultan. Isinya telur utuh, disiram cuko pedas-manis-asam yang bikin lidah menari. Wangi ikan segarnya pun nggak bisa bohong. Sekali gigit, nggak mau berhenti.”
Masalahnya… yang dikasih cuma satu porsi, padahal waktu Emak ngomong, ada lima anak lain yang nggak sengaja ikut dengar. Dan semuanya merasa paling berhak.
Maka dimulailah Perang Rebutan Empek-empek itu.
“Ada yang ngaku udah dapet, tapi katanya telurnya sedikit. Ada yang manggil emak sambil nangis, ada juga yang diam-diam nyembunyiin piring sisa pempek di bawah kasur. Drama rumah tangga mini!”
Yang nggak kebagian atau cuma dapet potongan kecil langsung protes, “Mak! Kenapa sih belinya cuma satu? Kan Emak bisa bikin yang banyak.”
Emak cuma geleng-geleng kepala, melihat kelakuan anak-anaknya yang nggak pernah bosan sama makanan satu itu. Besoknya, Emak masak pempek kapal selam. Katanya, buat damai.
Pas semua lagi asik menyantap empek-empek kapal selam, tiba-tiba aku nanya,
“Loh Mak, kenapa sih makanan ini dinamain kapal selam? Emang bentuknya mirip kapal selam?”
Emak ngelirik sambil ketawa kecil, "Ya enggak, Nak. Tapi waktu dibikin dan direbus, pempeknya tenggelam dulu, baru naik. Kayak kapal selam dong!"
"Ada ceritanya loh," lanjut emak.
Cerita Emak: Asal-Usul Empek-Empek Kapal Selam
“Duluuuu banget, di tanah Sriwijaya yang subur dan dikelilingi Sungai Musi yang megah, hidup seorang nenek pembuat kue ikan yang terkenal di kampungnya. Setiap sore, ia duduk di tepi sungai, menjajakan makanan buatannya. Awalnya, ia hanya membuat adonan ikan dan sagu yang digoreng biasa. Tapi rasanya udah gurih luar biasa.
Suatu hari, datanglah seorang pelaut gagah dari luar daerah. Dia kelaparan dan minta makanan yang ‘mengenyangkan dan istimewa’. Si nenek pun berpikir keras. Di dapurnya, ia lihat ada telur ayam, lalu… DORRR! Muncullah ide gila.
Telur itu ia rebus setengah matang, dibungkus adonan pempek, direbus, dan—waktu dimasukkan ke dalam panci—pempek itu tenggelam… lalu perlahan mengapung ke permukaan.
Pelaut itu berseru, "Wah! Ini seperti kapal selam naik ke permukaan!"
Sejak itu, semua orang mulai menyebut pempek itu ‘pempek kapal selam’. Unik, besar, isi telur utuh, dan dijamin bikin kenyang.”
“Sejak saat itu,” lanjut Emak sambil beberes piring,
“Pempek kapal selam jadi legenda kuliner Palembang. Dan sampai sekarang, masih jadi primadona!”
“Terus, kenapa namanya empek-empek, Mak?” tanya kakakku yang dari tadi diam.
“Oh itu, asal-usulnya dari sebutan orang Tionghoa tua yang dulu pertama kali jualan makanan ini. Mereka biasa dipanggil ‘Apek’. Nah, karena pelafalan masyarakat berubah-ubah, jadi deh ‘empek-empek’.”
“Wah! Ceritanya menarik ya, Mak!”
kata kakakku sambil nyengir.
“Iya dong! Jangan cuma bisa makan empek-empeknya, asal-usulnya juga harus tahu. Walaupun emak juga nggak yakin 100�ner, yang penting kalau ditanya orang, kalian nggak plonga-plongo!”
“Yes! Emak memang hebat. Nggak cuma pinter bikin empek-empek, tapi juga tahu sejarahnya!”
Cerita ini selalu aku kenang. Apalagi setiap tanggal 17 Agustus, aku selalu bikin empek-empek kapal selam buat diriku sendiri, kadang juga dibagi ke saudara.
Tapi sebelum dimakan, aku foto dulu, kirim ke grup keluarga. Caption-nya?
“Ditunggu Perang Rebutan Empek-Empek Jilid 2.” “Hahahahaha!”
Semuanya langsung ngakak—dan tak lama kemudian, mereka bergegas ke rumahku buat ngabisin empek-empek legendaris keluarga kami.
---
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.