Surau Kecil di Kampung Kami

Surau Kecil di Kampung Kami

Di setiap sore di suatu masa…

Anak-anak kecil bersarung berpeci. 
Berbaris menyusuri setapak becek.
Belajar mengaji di surau kecil.
Hingga matahari mulai menggelincir...

Lalu kami mulai berebut memukul beduk tua. 
Dan seseorang bersuara sengau meneriakkan azan yang sungguh tak merdu.
Disusul kumandang sholawat asyghil dholimin yang menguar hingga pelosok kampung...

Allahumma sholli ‘ala sayyidina muhammad. 
Wa asyghilidz dzolimin bidz dzolimiiin…
Wa akhrijna min bainihim saalimiin. 
Wa ‘ala aalihi wa shohbihii adjma’iiin…

Sukacita kami adalah saat paman Juki berhalangan mengajar.
Kami berhamburan ke pinggir telaga mencari apa saja yang bisa kami tangkap. 
Yang beruntung akan mendapat kadal air untuk membuat kekacauan di kelas besok pagi. 
Yang kurang beruntung akan mendapat lintah yang sudah menggendut menempel erat di betisnya yang hitam bersisik. 
Dan kami akan berteriak-teriak kegirangan melihat sang korban pucat pasi menahan tangis...

Setiap sore, lebih dari tigaratus hari dalam setahun. Di sepanjang masa kanak-kanak kami.

Kini surau tua telah sepi.
Tak ada lagi gema tadarus di malam Ramadhan. 
Tak ada lagi anak-anak yang menyapu lantai, menata tikar daun purun, membereskan meja-meja rekal alas membaca Quran yang berantakan. 
Tak ada lagi dengung ocehan bocah yang tiba-tiba terhenti senyap saat azan berkumandang,
dan suasana menjadi remang hening. 

Tak ada lagi bocah-bocah yang bergegas pulang setengah berlari setelah magrib.
Karena kami percaya para mahluk halus tengah mengintai anak-anak yang masih berkeliaran di ujung senja.

Sore ini aku datang kembali. 
Seorang diri menunaikan Ashar yang khusuk dan menyesakkan dada. 
Mencoba membawa jiwa kembali ke kenangan masa itu. 
Membayangkan diri berada di dalam shof makmum cilik. 
Yang takzim menyimak imam bersuara lirih. 
Mengalunkan Al-Fathihah dengan tajwid sempurna. 
Ditingkahi bunyi jangkrik di kejauhan. 
Bagaikan simfoni dua mahluk Allah melagukan nyanyian surga...

Allahumma sholli ‘ala sayyidina muhammad.
Wa asyghilidz dzolimin bidz dzolimiiin… 
Wa akhrijna min bainihim saalimiin. 
Wa ‘ala aalihi wa shohbihii adjma’iiin…

Tak terasa air mata mulai menggenang.
Ketika desir daun bambu sayup-sayup melagukan sholawat yang sangat kukenal. 
Menghadirkan lagi suasana magis magrib di kampung yang selalu kurindukan...

Surau kecil di kampung kami tetap ada.
Sendirian ditemani telaga sunyi.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.