Sate Padang Pak Datuk

Sate Padang Pak Datuk
Sate Padang Pak Datuk

Sate Padang Pak Datuk

 

Bayangkan, kamu memasuki warung tenda di Cikapundung, Bandung, malam hari setelah magrib. Warung tenda itu sore hari masih bersiap. Belum ada satenya. Belum ada kepulan asap.

Malam itu, kamu duduk di kursi plastik, di depannya ada meja dengan taplak plastik penuh logo produk minuman teh. Mungkin taplak itu dulunya spanduk. 

Kamu memesan sate Padang satu porsi. Tim Pak Datuk akan membakarnya segera. Biasanya dia bertanya, “Daging semua atau campur?” Maksudnya campur itu dicampur jeroan. Ketupat satu buah dibelah, lalu tiap belahan dipotong sembilan. Tenang saja, kamu bisa tambah kalau kurang. 

Daging sate Pak Datuk itu lembut, tidak perlu usaha keras untuk mencacahnya dalam mulut. Daging satenya tanpa perlawanan akan mudah terdorong melalui tenggorokan. Apalagi kalau sebelumnya kamu lumuri dulu daging satenya dengan kuah kuning kental yang selalu menggoda. Auto licin gelosor masuk kerongkongan. Biasanya taburan bawang goreng akan ikut serta. Dia akan menambah tekstur dalam mulut, yang memaksa gigimu untuk menggigitnya, sampai terdengar ‘kresss’. Hanya kamu yang bisa mendengarnya. 

Kuah sate Pak Datuk ini kuning. Ada juga kuah sate yang agak merah atau jingga. Yang warna seperti itu biasanya dari Pariaman. Kalau Bukittinggi, Payakumbuh, kuahnya kuning. 

Kamu lihat timnya Pak Datuk sedang mengipasi satenya di atas arang. Asapnya mengepul, aromanya menembus hidungmu. Khas aroma sate yang dibakar. Kalau jarakmu dekat, asap itu bahkan akan terasa sampai kerongkongan. 

Sate masih di atas arang saja, salivamu sudah mulai mengalir. Air liur tak terbendung. Tahan dulu. Jangan sampai menetes. Kamu telan saja dulu saliva itu, sampai sepuluh tusuk sate datang dengan kuah yang mengepulkan asap.

Sekarang sudah generasi ketiga dari Pak Datuk yang menghidangkan. Usaha yang turun-temurun. Anak hingga cucu. 

Sepuluh tusuk sate sudah diangkat dari pemanggang. Cucu Pak Datuk itu mencelupkannya dengan cepat ke dalam panci besar berisi kuah kuning yang menggelegak. Sepuluh tusuk sate pun berjumpa ketupat yang sudah dari tadi di atas piring menunggu rekannya tiba. Sate dan ketupat disajikan secara sederhana di atas piring plastik dengan potongan daun pisang bentuk melingkar. 

Sekarang di hadapanmu sudah ada seporsi sate Padang Pak Datuk yang asapnya masih bisa kamu lihat. Pandangi saja dulu. Hirup aromanya. Kamu sobek plastik berisi kerupuk kulit atau karupuak jangek orang Minang bilang. Ambil satu kerupuk kulit itu, celupkan dalam kuah sate yang masih panas. Kamu akan dengar suaranya ‘mletak-mletek’ begitu menggoda telinga. Masukkan saja segera ke dalam mulutmu selagi panas. Tenang, tidak akan sampai membakar lidahmu. 

Kalau kamu gigit setengah kerupuk kulit itu, maka dia bisa berubah jadi sendok karena tengahnya bolong. 

Jangan berlama-lama, segera garap tuntas sate Padang Pak Datuk di hadapanmu itu. Selagi panas satenya, panas kuahnya. Gigit daging sate terluar dari tusukan itu, tusuk potongan ketupat, ciduk kuahnya, lalu hap!

Bagaimana rasanya?

Daging sapi dengan aroma terbakar arang, yang terlumuri kuah kuning kental, dipadukan dengan ketupat yang lembut, semua bercampur dengan air liurmu yang sedari tadi sudah tidak tahan mengalir dalam rongga mulut.

Rahangmu bergoyang mengunyah. Kepalamu mengangguk-angguk tanda kenikmatan. Dan matamu yang memejam. Akhirnya jakunmu naik… lalu turun. GLEK! Satu tusuk sudah habis dan sekarang sedang tergelincir bahagia menuju ususmu. 

Satu seruput teh hangat turut melicinkan tenggorokanmu. Dan kamu, sudah bersiap melahap tusuk kedua. Begitu terus sampai ketupatnya habis, satenya habis, tersisa kuahnya.

Di kampung Payakumbuh, jika tidak ada sendok, biasanya daun pisang itu akan disobek memanjang, lalu dilipat dua ke bagian dalam. Bagian yang mengilap ada di luar, lalu ditekuk, jadilah sendok daun! Kamu juga bisa menciduk kuahnya dengan cara itu, supaya lebih meresap kearifan lokalnya.

Kuah kuning kental itu bisa kamu ciduk sampai habis. Bisa juga diciduk dengan keripik balado, atau karupuak jangek. Bersihkan saja. Jangan sampai bersisa. 

Dan percayalah, satu porsi sate Pak Datuk, tidak akan pernah cukup. 

Pesanlah lagi….

Makan di situ, atau bawa pulang untuk orang di rumah.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.