Djito Kasilo dan Upaya Membentuk Karakter Anak Lewat Lagu
“Sebenarnya yang paling sulit adalah membuat lagu-lagu Pancasila bagi anak-anak,” ujar Djito Kasilo, seorang konsultan pemasaran yang dikenal sebagai pembuat lagu anak-anak, saat menjawab pertanyaan saya dalam bincang-bincang daring Komunitas The Writers, Jumat malam, 14 November 2025.
“Eh… tapi kalau soal nilai-nilai Pancasila dalam lagu, sepertinya ada. Ada di lagu Indonesia Kucinta, Bersatu, atau Berbeda Tapi Satu,” tambahnya, seolah ingin memastikan bahwa upaya menanamkan nilai luhur bangsa tidak pernah benar-benar hilang dari dunia anak-anak.
Di atas adalah cuplikan perbincangan dengan Djito, yang telah menghasilkan setiaknya 500 lagu anak dan menunggahnya di situ “Mari Menyanyi”, dalam diskusi malam itu yang berfokus pada peran lagu anak dalam pendidikan karakter di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK), dua fase krusial ketika nilai-nilai dasar kehidupan mulai tertanam.
Sudah lebih dari sepuluh tahun Djito aktif dalam pemberdayaan guru PAUD dan TK, terutama melalui pelatihan penulisan lagu anak. Ia mempelajari kurikulum PAUD dan TK dengan tekun dan membangun relasi yang dekat dengan para guru. Baginya, guru adalah garda terdepan yang sesungguhnya paling memahami dunia anak, apa yang mereka rasakan, apa yang membuat mereka tertawa, dan apa yang membuat mereka belajar.
Namun perjalanan itu tidak langsung mulus. Saat pertama kali melatih para pendidik, Djito mengaku sempat kecewa. Di tengah keterbatasan jumlah lagu anak Indonesia, para guru justru banyak mengadaptasi lagu-lagu populer seperti Pelangi, lagu yang indah namun sudah berulang-ulang dinyanyikan lintas generasi tanpa ada pembaruan konteks.
“Ada guru yang begitu ingin membuat lagu anak, tapi yang keluar hanya versi lain dari Pelangi. Itu tandanya mereka kurang percaya pada pengalaman mereka sendiri,” jelasnya.
Karena itu, Djito mengarahkan para guru untuk menjadi diri sendiri, membuat lagu seperti mengajar di kelas. Para guru diarahkan untuk menulis lagu dari perspektif dan pengalaman nyata di kelas, tentang pengenalan terhadap anggota tubuh misalnya atau mengenal buah. Guru juga bisa bercerita tentang kebersihan, atau mengenal kuliner lokal Indonesia. Dengan cara seperti itu, maka akan dihasilkan lirik yang mengalir dengan alami, jujur, dan relevan.
Hasilnya nyata. Dalam waktu singkat, banyak guru yang sebelumnya ragu kini bisa menghasilkan lagu-lagu sederhana namun segar, lalu menyanyikannya dengan bangga bersama murid-murid mereka.
Dari perbincangan yang mengalir santai, terungkap kembali mengenai kondisi lagu anak di Indonesia, yang secara umum masih menghadapi sejumlah tantangan.
Selama lebih dua dekade terakhir, industri musik populer berkembang pesat, sementara musik anak mengalami stagnasi. Lagu-lagu baru untuk anak muncul, namun tidak sebanyak yang dibutuhkan. Platform digital turut memperburuk situasi dimana algoritma lebih menyukai konten populer, bukan konten pendidikan.
Akibatnya, banyak anak di usia PAUD dan TK lebih hafal lagu-lagu viral orang dewasa ketimbang lagu-lagu anak-anak sendiri. Fenomena ini membuat guru dan orang tua harus bekerja lebih keras untuk menyaring dan memperkenalkan lagu-lagu yang sesuai usia.
Bukan hanya itu, beberapa persoalan lain pun muncul seperti sedikit musisi dan produser yang fokus pada lagu anak karena dianggap kurang menguntungkan; minimnya referensi bagi guru PAUD dan TK sesuai kebutuhan kelas dan kurikulum; dominasi lagu adaptasi dari lagu dewasa atau lagu rakyat; dan berkurangnya lagu-lagu yang mengangkat nilai budaya dan Pancasila secara kreatif.
Melihat kondisi tersebut, upaya Djito dan para guru PAUD dan TK terasa semakin penting. Mereka bukan sekadar menciptakan lagu, tetapi berperan mengembalikan ruang membangun karakter anak Indonesia lewat ruang yang mendidik, menyenangkan, dan sarat nilai, termasuk nilai berbangsa dan bertanah air Indonesia.
Menyimak tantangan yang mengemuka, maka upaya menghidupkan kembali lagu anak bukanlah pekerjaan sehari. Tapi dari ruang-ruang PAUD dan TK yang kecil, dari guru-guru yang mulai menulis lagu sendiri, harapan itu tumbuh pelan-pelan. Lagu anak bukan sekadar hiburan; ia adalah fondasi pembentukan karakter bangsa.
Dan mungkin, dari lagu-lagu sederhana yang lahir di ruang kelas, nilai-nilai Pancasila menemukan rumah barunya, di benak dan hati anak-anak Indonesia.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.



