Beberapa bulan lalu aku membeli empat buah sarung bantal tidur warna-warni. Secara online belinya, dengan bantuan seorang teman tentunya sebab aku tak bisa belanja online demikian.
"Mau warna apa nih," tanya si teman.
"Terserah! Asal semua warnanya beda aja," jawabku yang penyuka warna-warni meriah.
Dan, pada waktunya datanglah paket tersebut. Ada perintah dari penjual agar mem-video-kan saat unboxing paket. Maksudnya, supaya kalau ada klaim, ada bukti bahwa bukan kesalahan si unboxer—aduh makin ruwet aja istilahnya ah. Malas video-video-an, ya aku unboxing begitu aja—ribet ya istilah bongkar paket jaman now—tanpa video-video-an segala. Dengan segala resikonya, kalau ada, yang akan kutanggung saja sendiri.
Ternyata aman. Empat sarung bantal dengan empat warna berbeda tersebut mulus semua. Sebelum dipakai, sarung-sarung bantal itu lalu masuk ke londri kiloan bersama cucian lainnya. Biar bersih saat akan dipakai nantinya. Sekembalinya dari londrian, dua segera kupakai. Dua lainnya mengendap saja untuk sementara di lemari. Sedikit terlupakan selama beberapa waktu, sampai suatu hati aku inget akan keberadaannya.
Alamak! Yang warna jingga ternyata bolong tak beraturan di tiga tempat, pada bagian untuk memasukkan isian bantal. Bentuk sobekan memberitahuku bahwa ujung sebenda alat setrika super panas adalah biang keladinya.
Dengan kesal karena merasa ditipu tukang londri, aku pakai saja sarung bantal itu. Komplain? Terlalu resek. Sebab, yang antar dan ambil bukan aku sendiri; kejadiannya sudah beberapa bulan lalu; dan entah yang mana lokasinya karena yang biasa antar punya dua tempat londri langganan. Bon-nya pun sudah tiada ada.
Sementara itu, aku ini orang yang senang mengumpulkan perca. Buat bikin-bikin apa saja yang kecil-kecil dan mudah dijahitnya. Sesuatu yang sifatnya iseng saja tapi memuaskan hati saat niat berkriya muncul—ini kalimat berantakan deh ah. Salah satu bentuk yang sering aku bikin adalah yoyo kain. Bulatan-bulatan yang dijelujur di sekeliling potongan, yang lalu diserut sehingga menjadi bulatan yang lebih kecil nan imut.
Kubuat berbagai ukuran, disesuaikan saja dengan ukuran sisa perca. Lalu, buat apa yoyo itu? Terserah aja. Mungkin jadi barang-barang lucu, mungkin tidak akan pernah jadi apa-apa sampai akhir dunia—mental hoarder nih.
Tapi, kali ini akhirnya aku dapat kesempatan menggunakan si bulat-bulat yoyo kain itu. Ya itu tuh, untuk menutupi bolong-bolong di sarung bantal jingga tadi. Memasangnya asal-asalan saja, aku templok-templok yoyo-yoyo berbagai ukuran itu sesuai kebutuhan dalam urusan menutup bolongan. Dijahit tangan tanpa janji hasilnya rapih, namun kupastikan dengan sangat hati-hati agar jangan sampai si isian bantal ikut terjahit—terlalu malas buat melepas sarung jingga itu dari bantalnya, jadi menjahitnya saat sarung bantal tetap terpasang di isian bantal.
Hasilnya!? Lumayan lho bolong-bolong itu tersembunyikan. Paling penting lagi, hatiku puas dengan hasilnya. Bolong menghilang, yoyo terpakai. Tidurku malam hari makin nyenyak... =^.^=