KAPAN KELARNYA, NIH?

KAPAN KELARNYA, NIH?

KAPAN KELARNYA, NIH?

Waktu SD, gue pernah disuruh nyanyi di depan kelas. Jantung langsung deg-degan. Keringat dingin berebutan keluar menerobos pori2. Yang gue pikirin cuma satu: cepet kelar. Jadi gue nyanyi secepat kilat, asal bunyi, lalu lari balik ke bangku dengan napas lega. Bukan karena puas, tapi karena siksaan tuntas.

Di SMA, waktu pelajaran olahraga, disuruh push-up. Gue langsung gas, buru-buru ngitung 1 sampe 10, supaya cepet beres. Begitu selesai? Lega bukan main. Bukan karena tubuh bugar tapi karena tugas udah kelar.

Begitu udah dewasa, masalah yang muncul tetap sama. Misalnya harus presentasi. Ketemu klien ga betah lama2. Pengennya cepet-cepet balik kantor.

Momen acara apapun, ga ada bedanya. Setiap kali hadir di acara pengajian atau pesta keluarga, gue bolak-balik liat jam, cuma nunggu momen yang tepat buat cabut. Seperti biasa bibir memposisikan dirinya jadi kompor, "Kapan kelarnya, nih?"

Belakangan, baru gue menyadari… ternyata cara gue menyikapi hidup itu keliru. Gue jadi gak menikmati apa-apa. Semua momen gue anggap sebagai rintangan yang harus dilewati. Semua hal hanya tentang: Kapan kelarnya, nih?

Padahal, bukankah hidup adalah kumpulan dari momen-momen kecil itu?

Otak kita punya sistem “reward” yang ngasih dopamin setiap kali tugas selesai. Makanya, kita gampang ketagihan saat rasa lega datang, Tapi kalau yang dikejar cuma momen selesai, otak kita jadi terbiasa untuk melewati hidup dengan mode “skip intro” terus-menerus. Yang kebuang? Ya momen-momen yang sebenernya bisa dinikmati.

Sejak memiliki pemahaman itu, tombol 'enjoy' di otak, gue nyalakan. Jadi setiap kali didaulat nyanyi, ya gue nyanyi aja. Menikmati suara sendiri. Meresapi deg-degannya. Kalo perlu pake gaya seakan lagi di panggung broadway. Kita konversikan tawa hinaan teman-teman sebagai standing ovation.

Kalau lagi ngegym dan disuruh push-up, ya jalanin aja. Lakukan pelan2 dan usahakan bersinergi dengan tarikan napas dan gejolak aliran darah dalam tubuh. Nikmati pegalnya. Setelah selesai, tanya ke PT-nya, "Udah, nih? Gini doang?"

Sama klien gitu juga. Kadang gue sempetin WA mereka, meskipun lagi gak ada kerjaan. Pesennya juga sepele banget, "Pak, ada coffee shop baru di Citos. Keliatannya seru. Cobain yuk?"

Intinya adalah nikmati setiap momen, kapan pun itu, apa pun itu, di mana pun itu. Kalau lagi ke luar rumah, coba lempar senyum ke orang2 yang kebetulan berpapasan. Kalau lagi terjebak di kemacetan, coba liat sekeliling. Biasanya ada aja hal2 kecil yang kita temukan tapi, tanpa diduga, memberi manfaat di hari berikutnya.

Jangan semua-mua ditanya, "Kapan kelarnya, nih?" Itu indikasi bahwa kita bukan orang yang pintar menikmati hidup. Hati2! Kalo kita selalu bertanya 'kapan kelarnya, nih?'… bisa-bisa hidup kita juga kelarnya cepet banget.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.