Kuliah Idaman

Kuliah Idaman
Imaji dari pixabay.com
 
"Wah, kamu diterima di Universitas Indonesia? Selamat ya," kata Pak RT setelah tarawih malam itu selesai.
 
"Makasih, pak," sahutku senang.
 
"Fakultas apa?" tanyanya lagi.
 
"Fakuktas Sastra, jurusan arkeologi".
 
"Waaah..., nggak apa lah ya, meski dapatnya hanya arkeologi. Daripada nggak diterima sama sekali," Pak RT tiba-tiba merasa prihatin dan berusaha menghiburku.
 
Eh!?
 
"Pak, arkeologi itu jurusan yang sangat saya inginkan. Saya hanya pilih arkeologi. Itu satu-satunya pilihan, nggak ada pilihan kedua dan seterusnya," saya menjelaskan bolak-balik dengan sedikit menahan rasa sebal.
 
"Oh ya!? Wah pinter kamu ya, memilih jurusan yang sedikit peminatnya. Jadi, pasti bisa masuk," sahut Pak RT lagi.
 
Eeeh!?
 
Rasanya makin sebal, tapi saya malas melanjutkan debat kusir yang bakal tanpa ujung itu. Saya segera ucapkan selamat malam, dan bergegas meninggalkan rumah besar Pak RT yang jadi lokasi tarawihan warga kompleks kami.
 
Pokoknya, kuliah di arkeokogi! Demikian pikirku waktu itu, saat berada di akhir masa SMA. Arkeologi adalah jurusan IPS. Karena di SMA jurusan saya adalah IPA, saya pikir barangkali ada baiknya apabila saya niatkan diri untuk juga memilih jurusan geologi yang tergolong IPA. Pemikiran dangkal saya adalah, karena arkeologi dan geologi sama-sama ilmu ngobrol dengan bebatuan.
 
"Kalau sama-sama diterima di arkeologi dan geologi, saya akan pilih arkeologi. Kalau hanya diterima di geologi, saya kuliah di situ tapi tahun depannya akan ikut ujian masuk perguruan tinggi negeri lagi. Ambil jurusan arkeologi lagi," ucapku kepada Ibu.
 
"Ah, kalau hanya iseng-iseng begitu, nggak usah ambil geologi juga. Konsentrasi saja ke arkeologi," nasehat ibuku mengarahkan.
 
Untuk jurusan geologi, semula aku maunya ambil yang di Institut Teknologi Bandung (ITB)—aku tak ingat apakah masa itu jurusan geologi juga ada di perguruan tinggi negeri (PTN) lain selain ITB. Aku anak Jakarta, tanpa dibicarakan aku tahu bahwa aku pasti diperkenankan oleh orang tuaku untuk kuliah di Bandung. Aku juga tahu bahwa syaratnya aku harus tinggal di rumah tanteku di Bandung.
 
Sungguh belagu aku tu ya, sok-sok'an mau masuk ITB yang hebat itu. Sementara, nilai mata pelajaran IPA-ku mentok di pas-pasan semua. Setelah menuruti nasehat ibuku dan melepas niat pilih geologi juga, aku menguatkan diri di mata pelajaran IPS. Dengan cara, mengambil bimbingan tes khusus IPS yang waktu itu sangat-sangat jarang ada—bukan di Siky Muljono ya, karena di situ nggak ada bimbingan tes IPS.
 
Masa itu, jurusan arkeologi hanya ada di 3 PTN. Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, dan Universitas Udayana (Unud) di Denpasar. Soal kuliah di Unud, orang tuaku memakai hak veto mereka. Terlarang bagiku kuliah di sana. Kejauhan. Dengan sedikit kecewa, kucoretlah Unud dari daftar tujuan kuliah idaman.
 
"Kamu boleh kuliah di Yogyakarta, dengan satu syarat: kamu tinggal di rumah Uni Rani," kata Ayah.
 
Uwaaah... Terpaksa kucoret juga niat kuliah di UGM. Rumah uni-ku itu ada di kompleks Bulak Sumur, yang lokasinya dekat sekali dengan kampus UGM sasaranku. Menjanjikan, bukan? Tetapi...
 
"Ayah bukan nakut-nakutin kamu supaya kamu tak hendak kuliah di Yogyakarta koq. Tapi, di satu sisi Ayah tahu kamu pasti tak mau tinggal dengan uni-mu," jelas Ayah beberapa tahun kemudian.
 
Uni dalam bahasa Minang berarti kakak perempuan. Uni Rani adalah kakak sepupuku dari pihak Ayah, kakak sepupu perempuan tertua yang usianya 17 tahun lebih tua dariku.
 
Ayah tahu bahwa Uni Rani akan sangat ketat menjagaku. Dia bakalan lebih tegas dan keras daripada orang tuaku. Ayah juga tahu, bahwa aku pasti takkan berani melawan sang uni ini. Melawan orang tua sendiri? Aku malah lebih berani, dan sering memberontak meski secara diam-diam. Dilarang naik gunung, tahu-tahu sudah mencapai puncak Gunung Rijani. Yang seperti ini takkan mungkin terjadi bila aku berada di bawah ketiak Uni Rani. Aaah…
 
Maka, sambil menghela nafas panjang, UGM kucoret juga dari daftar tujuan kuliahku. Satu-satunya pilihan hanya arkeologi UI, yang untungnya aku diterima.
 
Dasar Ayah! Paham banget psikologis anak perempuan satu-satunya.   =^.^=
 
 
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.