Jum'at Spesial

Seketika obrolan kami terhenti, Aku, Aril dan Udin setelah dengan samar-samar mendengarkan suara adzan mulai dikumandangkan. Segera saja kuseruput kopi yang masih tersisa dan bergegas meninggalkan ruangan dapur menuju ke Masjid yang berada tepat di depan sekolah tempat kami bekerja.
"Wudhu di sini ajalah" teriakku kepada teman-teman lain yang juga hendak menuju ke Masjid.
Aku langsung mengambil air wudhu dan ada juga yang ke toilet dahulu, kebetulan toilet dan tempat wudhunya berada dalam satu ruangan yang sama, namun tertata dengan rapih dan sangat nyaman. Toilet berada di ujung dan untuk berwudhu berada di bagian depan beberap langkah saja dari pintu masuk.
Sembari berjalan ke arah Masjid, adzan masih berkumandang. Ada yang berbeda dari suara adzan hari Jum'at ini, tidak seperti biasanya. Bukan marbut Masjid yang adzan, tapi orang lain. Semakin jelas Aku mendengarnya semakin jelas pula Aku mengenali siapa yang mengumandankan adzan tersebut dari suaranya.
"Ini pasti Ustad Sulaiman, tumben sholat Jum'at di sini dan mau adzan" gumanku dalam hati.
Setelah menapaki tangga dan memasuki Masjid yang berada di lantai 2, Aku semakin yakin karena melihat Beliau masih berdiri mengumandangkan bagian akhir dari lafadz adzan. "Hayya 'alal falaaaah".
Durasi adzannya cukup panjang, Beliau ternyata memiliki suara yang merdu dan juga nafas yang panjang. Terdengar begitu lantang memanggil jiwa-jiwa beriman untuk segera ke Masjid menunaikan kewajiban salat Jum'at.
Setelah kumandang adzan selesai, beramai-ramai orang berdiri menegakkan salat sunnah dua rakaat. Aku lalu bergerak maju ke shaf kedua tepat di belakang posisi imam yang masih kosong dan turut melaksanakan salat sunnah 2 rakaat.
Setelah salam, Aku duduk bersila, kupandangi sosok Khatib yang sejak tadi berada di area pengimaman duduk bersandar pada dinding setelah melaksanakan salat sunnah, menunggu bilal memberi isyarat untuk naik ke mimbar. Akupun mengenali sosoknya, beliau adalah Kyai DR. H. Wawan Kamil.
Beberapa saat kemudian, pandanganku tertuju pada beberapa sosok yang berada di shaf pertama tepat di depan mimbar. Ada Ustad Sulaiman yang tadi mengumandangkan adzan, di sebelah kirinya duduk marbut Masjid Ustad Zaenal, di sebelah kanannya Ustad Sandi, dan sebelahnya lagi ada marbut Masjid yang satu lagi, Ustad Yusuf.
Mereka sepertinya sedang mengobrolkan sesuatu, dan terlihat suatu kesepakatan bersama dari anggukan kepala mereka masing-masing.
Ustad Sandi kemudian berdiri dan meraih microphone yang berada di pojok samping mimbar. Beliau mulai mengucapkan lafadz-lafadz sakral tanda dan isyarat kepada jamaah dan juga khatib bahwa rangkaian salat jumat akan segera dimulai.
Khatib lalu naik mimbar mengucapkan salam kemudian duduk menunggu adzan kedua dikumandangkan.
Ustad Sandi lanjut melantunkan adzan, mengantarkan jama'ah mempersiapkan diri lahir dan batin, membuka hati menerima wasiat dan nasihat yang akan disampaikan oleh Khatib.
Luar biasa, suara adzan beliau lebih menggemparkan lagi di banding Ustad Sulaiman. Powerfull tapi merdu, menggetarkan hati, sejenak Aku terbawa pada angan-angan akan kehidupan surgawi yang dirindukan oleh setiap mereka yang meyakininya. Aku masuk dan larut dalam kerinduan Ilahiyyah.
MasyaAllah... sebanyak ini manusia yang duduk bersila dengan rapih tanpa perintah tanpa komando bershaf-shaf dalam Masjid, suasana hening tidak bising yang terdengar hanya suara adzan, semuanya larut menikmati lantunan adzan nan merdu dan syahdu.
Ustad Sandi yang seorang Qari' mampu membawa jama'ah ke dalam satu kesadaran bersama bahwa di hadapan Allah SWT kita semuanya sama, apapun pangkat, jabatan dan golongan kita.
Khatib mulai bangkit dari duduknya mengucapkan hamdalah, bersaksi bawah tiada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah, bershalawat kepada Nabi serta mengajak semua kaum muslimin untuk bertaqwa. Membacakan salah satu firman Allah SWT dan menyampaikan 1 hadist Nabi yang sepertinya menjadi tema utama khutbah hari ini.
"Diriwayatkan dari Imam At Tirmidzi, Rasulullah bersabda: Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam, sambunglah silaturrahim, berilah makanan, solat malamlah di waktu manusia tertidur, engkau akan masuk surga dengan damai"
Tidak kalah dengan dua Ustad tadi yang mengumandangkan adzan, Khatib sangat fasih dan tegas menyampaikan ceramahnya, setiap kata begitu jelas terdengar, kalimat-kalimatnya berirama, mudah dipahami dan tema yang diangkat melalui hadits Nabi tersebut sangat kontekstual.
Beliau meminta supaya umat Islam menjadi penebar kedamaian bukan penebar kebencian, karena hanya dengan itu, seorang dapat menjadi manusia yang seutuhnya.
Dari ke empat point hadist Nabi di atas, hal ini beliau uraikan lebih panjang dibandingkan point-point lainnya.
Para pembaca, Aku ingin mengatakan bahwa hari ini, Jum'at ini, merupakan jum'at yang spesial di Masjid Cikal Harapan.
Ustad Sulaiman, seorang Kyai kampung tapi memiliki kedalam ilmu di bidang fiqh, memahami dan mengusai ilmu-ilmu alat dalam mempelajari pokok-pokok ajaran Islam dan juga ilmu-ilmu keisalaman lainnya. Beliau mau dan senang hati mengumandangkan adzan menggantikan Marbut Masjid.
Ustad Sandi seorang Manager Teknik di salah satu perusahaan properti ternama di Indonesia tidak sungkan untuk melantunkan adzan kedua juga menggantikan Marbut Masjid
Dan terakhir, Muballig sekaligus Guru kami di Masjid tersebut, Kyai DR. H. Wawan Kamil. Beliau banyak menimba dan mendapatkan ilmu dari guru-gurunya yang alim di timur tengah. Beliau juga adalah putra salah seorang tokoh ulama yang di masa hidupnya senantiasa berdakwah dan berjuang mendidik dan mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam kepada masyarakat sekitarnya, bergaul dan mendengarkan problematika yang mereka hadapi serta memberikan solusinya.
Beliau dengan ketajaman analisanya mampu menangkap fenomena permusuhan yang timbul di masyarakat khususnya umat Islam dengan sesamanya umat Islam dan umumnya antar umat beragama disebabkan banyaknya ujaran-ujaran kebencian yang dengan sengaja atau tidak sengaja disebarkan, dan beliau dengan keilmuannya mampu merujuk ucapan Nabi Muhammad SAW empat belas abad lalu yang memerintahkan manusia menebarkan salam, menebarkan kedamaian bukan sebaliknya.
Gusdur, sapaan presiden ke-4 Republik Indonesia pernah berkata, "sejarah manusia banyak dipenuhi dengan pertikaian, permusuhan dan peperangan".
Sudah saatnya kita memiliki kesadaran yang sama untuk senantiasa menebarkan salam kedamaian terhadap sesama manusia dimanapun berada dan sampai kapanpun tanpa memandang suku, agama, ras dan golongannya.
Wallahu a'lam.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.