Tragedi Cinderella

Kisah Cinderella dengan POV si ibu tiri

Tragedi Cinderella
image: Pexels

Anak kandungku satu dan aku sudah happy dan merasa cukup. Ternyata semesta berkata lain.

Suatu hari ada ibu datang dengan dua bayinya, ingin menumpang, dan aku tidak berkeberatan.

"Silakan tinggal bersama kami, tetapi kami hanya bisa menyediakan tempat seadanya. Kami bisa berbagi makanan dan minum juga seadanya."

Aku tidak kuasa menolak kedatangan mereka. Bayangkan, sosok ibu masih muda dengan dua bayi lucu. Aku tahu bakalan repot, tetapi setidaknya kujelaskan terlebih dahulu keterbatasan kami.

Kedua bayi itu tumbuh di bawah asuhan ibunya, menjadi dua anak cantik. Cinde dan Ella. Tak pernah terucap pertanyaan-pertanyaan kepo dariku tentang masa lalu mereka. Justru kebersahajaan dan kegembiraan sempat bersinar dari keluarga kecil ini, dan aku turut menikmatinya. Sampai malapetaka itu datang tiba-tiba!

"Ella, Cinde, mana ibumu?" tanyaku heran. Sudah beberapa hari aku tidak melihat si ibu.

Kedua remaja ayu itu tidak pernah bisa menjawab atau menjelaskan ke mana ibu mereka! Keduanya begitu saja dititipkan kepadaku.

Huaaaa ....

Anak kandungku seorang perempuan. Usianya yang masih remaja kadang membuatku puyeng tujuh keliling menghadapinya. Tiba-tiba aku mendapat tambahan dua lagi!!! 

Oh, God! Why me?

Tak bisa kuelakkan, aku menjadi ibu sambung alias ibu tiri. Iya, aku pernah baca kisah Cinderella dengan ibu tirinya. Kini aku menjadi ibu tiri bagi Cinde dan Ella.

Cinde dan Ella ini kakak adik yang kurang lebih seumuran. Jika pada manusia disebut anak kembar, pada kucing itu biasa terjadi, ada beberapa anak dalam rahimnya. Ya, Cinde dan Ella ini anak-anak kucing cantik berbulu tricolor atau tiga warna atau biasa juga disebut calico.

Setelah induknya pergi begitu saja meninggalkan mereka, tentunya aku tidak bisa menyuruh mereka pergi. Aku tetap memberi makan minum seperti biasa. Namun sejalan dengan pertumbuhan mereka makin besar, aku makin was-was.

Bagaimana tidak? Kucing-kucing jantan mulai berdatangan. Mereka pasang aksi dan entah rayuan apa yang mereka bisikkan. Mereka ingin memenangkan hati Ella dan Cinde. Atau setidaknya salah satu.

Tidak! Cinde dan Ella masih di bawah umur. Aku tak akan membiarkan mereka diperdaya playboy-playboy cap manusia itu. 

"Ella! Cinde! Masuk rumah!" teriakku hampir setiap sandyakala. 

Aku menjadi ibu tiri yang galak dan protektif. Kedua anak itu kukurung di kamarku, sampai pagi baru kulepas lagi ke halaman belakang. Untung keduanya mau menurut apa kataku.

"Ella!!! Cinde!!!"

Pada akhirnya, dua remaja cantik ini tak lagi mau menuruti keinginan ibu tirinya. Keduanya masuk di usia birahi. Huaaa .... Aku, si ibu tiri, galau!

Sebenarnya kepikiran untuk mengajak dua kucing ini steril. Apa daya, biaya steril untuk kucing betina ternyata mahal. Apalagi dikali dua.

Kapan dulu aku pernah ajak Ella ke dokter karena dia sakit berkepanjangan. Cinde juga sempat berhari-hari tidur di kamarku karena pemulihan dari sakitnya. Itu yang bisa kulakukan.

Akhirnya aku menyerah.

Oh, semesta, silakan kerjakan bagianmu. Aku sudah berusaha semampuku.

Ella dan Cinde tak pernah lagi kupingit. Mereka mengikuti nalurinya. Entah siapa kucing jantan yang akan dipilihnya.

Aku tetap memberi makan minum, tetapi Ella dan Cinde tetap di luar rumah. Mereka kadang ngelayap entah ke mana, tetapi kembali lagi di jam makan.

Sampai akhirnya, keduanya hamil!

Oh, Universe, please help us through this.

 

"Cinde!!! Apa ini???" teriakku.

Jantungku rasanya langsung copot ketika sepulang dari luar kota, aku menemukan sesosok membujur kaku di atas. meja di halaman belakang.

Tentu saja aku tak mendapat penjelasan apa-apa, meskipun mungkin Cinde sudah menjelaskan dengan bahasanya.

Sore itu, aku mengubur bayi kucing berukuran besar berwarna hitam putih. Sepertinya Cinde memilih si Ekor Jelek sebagai lakinya, kucing hitam putih ras berbulu tebal dan gembel karena liar entah siapa pemiliknya.

Meskipun tampak lemas, Cinde mengeong dan berusaha ngusel ke aku. Hatiku bagai tersayat sembilu melihat Cinde.

"I am sorry, Cinde. Semoga kamu tabah dan segera pulih."

Hatiku kembali awut-awutan ketika suatu pagi, Ella menunjukkan gejala akan melahirkan.

Cepat-cepat kuambilkan kotak plastik wadah jualan kue dan kualasi koran. 

Ella melahirkan tiga anak. Cinde mendampingi Ella dengan setia, bahkan membantu menjilat bersihkan anak-anak kucing itu.

Hari itu aku tambah sibuk. Aku pergi ke kota untuk membeli plastik sebagai tirai tambahan supaya para kucing aman dari percikan air hujan.

 

"CINDE!!!!!! WHATT ...??!!!"

Sepulang dari kota, aku menuju halaman belakang untuk segera memasang tirai plastik. Hampir tiap hari hujan di sini, dan siang itu sudah mendung tebal.

Jantungku terasa copot untuk kedua kalinya begitu melihat Cinde.

Dia bersama dengan bayi kucing yang orens. Bayi itu mengeong lemah. Ketika kuperhatikan, ternyata Cinde memakan bayi itu!! Keponakannya!!!

Huuuaaaaaaa ....

Rasanya aku ingin merebut bayi itu dari Cinde. Tapi otak logikaku sepersekian ribu detik lebih cepat memberi warning. Biasanya ada alasan induk memakan bayinya.

Tapi Cinde bukan induknya?

Tapi kepala bayi sudah merah berdarah.

Emangnya kamu bisa ngopeni bayi kucing terluka seperti itu?

Tapi Cinde ...?

Kejam?

Sadis?

Kenapa Ella diam saja?

HUUUAAAAAA ....

Tak tahan, aku masuk rumah, membiarkan para kucing dan semesta membereskan segala sesuatunya.

- - -

Happy International Women's Day
8 Maret 2025

Hari Ella melahirkan tiga anak, satu tewas dimakan Cinde (bibinya) dan ketika kutengok lagi, Ella memakan habis sisa-sisa tubuh bayi itu. 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.