Terkunci di Dalam WC

Bagaimana nih, pintu WC itu tak bisa kubuka. Masakan aku akan terkurung di situ sampai tua!?

Terkunci di Dalam WC
Image by Omar González from Pixabay
Pamanku, kakak laki-laki Ayah, dulu punya rumah di Pangandaran. Paman sendiri tinggal di kota Bandung. Pada satu saat, Paman dengan dua anak laki-laki termudanya bersama dengan Ayah, abangku, dan aku, pergi ke Yogyakarta. Kami berenam berangkat dari Bandung, dan dalam perjalanan mampir di Pangandaran. Entah Paman ada urusan apa di sana, yang jelas buatku sih jadi jalan-jalan yang seru.
 
Rumah Pangandaran itu ajaibnya bagian muka dan bagian belakangnya sama-sama menghadap ke laut. Aku jadi tak tahu, mana sebenarnya yang bagian depan dan mana yang belakangnya rumah itu. Di salah satu halamannya terdapat bangunan kecil yang merupakan dua kamar kecil alias WC. Saat hendak pipis kala main di laut, aku tinggal lari ke WC itu. Lebih praktis karena tak harus masuk rumah dengan kaki yang berpasir.
 
Satu kali, di dalam WC ketika hendak keluar, tak kusangka pintunya tak bisa dibuka. Panik!!! Teror!!!—perasaan yang setelah remaja baru kutahu bahwa itu adalah gejala klaustrofobia, ketakutan berada di ruang sempit dan tertutup.
 
Kugedor-gedor pintu WC. Kupanggil-panggil semua orang, kusebut namanya satu-satu. Paman, Ayah para abang sepupu, abangku. Tak ada respon sama sekali. Aaaah, masak aku akan berada di WC sempit ini sampai jenggotan? Demikian jeritku dalam hati. Aku lalu berdiri sambl bersandar di pintu yang membandel itu. Saat menengadah, kulihat bahwa atap WC tak berplafon. Antara tembok dan atap, terlihat ada jarak. Wah, apa kucoba memanjat keluar saja ya? Sepertinya nggak akan sulit, mengingat salah satu hobiku adalah memanjat. Gampang!
 
Plung! Aku pun berhasil melompat keluar. Jantung masih berdebar, tapi sangat lega karena batal menjadi tua di WC itu. Kuperiksa pintu WC bagian luar, mungkin akan kutemui penyebab tak bisa dibukanya. Tak ada penjelasan apa-apa di situ. Sempat curiga tadi, bahwa aku dijahili abang sepupu termuda, yang hobinya memang menjahiliku sih. Tapi, tak ada jejak penguncian selot di bagian luar atau apapun. Segera kucari Bang Mo, abang sepupu yang tuaan, buat melapor kejadian perkara.
 
"Bang Mo, barusan aku terkunci di WC," kataku.
 
"Terus, keluarnya bagaimana?" tanya Bang Mo yang jadi sedikit kaget.
 
"Lompat tembok, Bang".
 
"Hah!?"
 
"Tapi, pintunya masih terkinci. Gimana, ya?"
 
Bang Mo dan aku lalu bersama-sama menuju ke TKP. Segera Bang Mo periksa pintunya, tapi tak menemukan masalah apa-apa kecuali bahwa pintunya betul-betul tak bisa dibuka.
 
"Kamu lompat di mana?" tanya Bang Mo.
 
Kutunjukkan tembok sisi kanan WC,
 
"Yah, kalo buat kamu sih segini aja memang gampang," katanya sambil tertawa.
 
Di tembok yang sama, Bang Mo kemudian memanjat masuk ke dalam WC. Begitu ia hilang dari pandangan dan kudengar lompatannya di dalam, aku pun menyusulnya.
 
"Hei! Ngapain ikut masuk lagi? Sekarang kita berdua nih yang terkunci di sini!” seru Bang Mo yang kaget melihatku ada di belakangnya.
 
Aduh, kataku dalam hati. Sungguh aku tak tahu kenapa aku ikutan memanjat masuk juga. Sambil tertawa, si abang lalu memeriksa situasi pintu WC. Ah, abang sepupu yang satu ini memang sangat bisa kuandalkan. Pengamatannya bagus. Lihat saja, dalam sekejap ia tahu bahwa ternyata selot pintu WC tak kugeser sepenuhnya sampai ke posisi terbuka.
 
Yang jelas, hatiku senang karena akhirnya bisa keluar dari ruangan kecil itu tanpa harus memanjat tembok lagi.  =^.^=
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.