Derita di Balik Senyuman

"Mobilnya bagus amat ya, Mas, untuk ukuran GoCar?" Tanya saya kepada driver yang menjawabnya dengan tawa panjang.
"Hahahaha, ya saya sih iseng, Mas. Biar kalau waktu senggang tetap bisa produktif," terang driver tersebut, sebut saja namanya Gugi.
"Luar biasa. Memang pekerjaan Mas Gugi apa? Isengnya segitu jauh,"selidik saya lagi.
Mas Gugi menerangkan kalau ia berkerja di asuransi. Wajarlah kalau dia memilih sampingan jadi driver GoCar. Ini memungkinkannya untuk bertemu dengan orang-orang baru, karena menunjang pekerjaannya sebagai sales asuransi.
"Lebih tepatnya membantu bawahan saya mas. Alhamdulillah udah dipercaya bawahin banyak sales. Jadi saya bisa kerja agak santai,"koreksinya.
"Oh jadi semacam sales manager begitu ya?" Dia tertawa. Saya jadi berpikir pantas saja penampilannya begitu rapi dan santai. Tidak seperti driver lain yang sering kelihatan jarang istirahat dan mandi karena harus mengejar target cicilan tiap bulannya.
"Mas kerjanya apa?" Tanya Mas Gugi, sambil mobil mewah itu terus perlahan membelah daerah timur Jakarta.
"Apa ya? Kerjaan saya apapun yang bisa diada-adakan. Dagang asongan, Mas. Kemarin nanganin media release, kadang nulis, jadi ghostwriter, bisa juga desain. Kebetulan sekarang saya nanganin kopi,"jawab saya.
"Banyak juga bisaannya, ya?" Balas Mas Gugi lagi. Ia bertanya kopi apa yang sedang saya jual.
"Kopi termahal di dunia, hehehe," Saya menjawab sambil bergurau.
"Wah siapa saja yang beli?"
"Ya ada saja, Mas. Terutama upper class. Karena sekilo bisa satu juta. Tapi untuk bisa terasa worth it untuk middle class, saya kemas jadi edukasi mengenai depresi dan dijual dalam kemasan kecil 100 gram. Coffee Depresso namanya," saya menjelaskan strategi saya dalam menjual kopi luwak.
"Lucu tuh ya, kopi yang saya tahu Espresso, tapi ini namanya Depresso," Ia menanggapi idenya.
"Yes, wujud pengalaman saya ngalamin depresi panjang. Sampai setahun full. Tapi saya bersyukur bisa merasakan apa yang banyak dirasakan orang selama pandemi ini. Kan pekerjaan semakin sulit, bisnis sepi, angka bunuh diri naik tajam."
"Good purpose, Mas. Memang itu yang kita cari dalam hidup," tanggap Mas Gugi.
"Yes, saya jadi sadar ga semudah itu memulihkan depresi. Ga dengan kita ceramahi, disuruh berdoa, ibadah yang banyak. Dan paling penting orang yang sedang depresi harus cepat sadar kondisinya dan memeriksakan diri ke psikiater atau psikolog, sebelum terlambat seperti saya. Itu edukasi yang saya berikan di label kopinya.”
"Nice," katanya sambil tetap berkonsentrasi menyetir.
"Jadi saya ga mau bikin kalimat motivasi agar tetap semangat atau menceramahi mereka soal Tuhan. Atau yang banyak dilakukan orang bikin pesan love yourself. Yang ada malah tambah dalam depresinya. Yang mereka butuhkan pemancing supaya ketawa. Mentertawakan hidupnya yang getir supaya bangkit lagi. Manusia punya mekanisme kok dalam dirinya supaya bisa pulih sendiri, cuma harus ketemu momen yang tepat dan tetap harus dibantu tenaga profesional," terang saya lebih jauh.
Saya juga menerangkan kalau bisnis ini bukan hanya sekedar kampanye branding untuk mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya. Sebagian dari keuntungan akan digunakan untuk membantu para penderita depresi yang tidak mampu mengakses pengobatan dan terapi.
“Karena depresi, akhirnya saya jadi sering bertemu sesama orang yang depresi juga, Mas. Jadi belajar kalau banyak yang nasibnya lebih tidak beruntung dibanding saya. Banyak yang harus menghadapi diskriminasi, pengucilan, bahkan dimusuhi karena masyarakat kita belum bisa membedakan mana yang depresi, mana yang gila. Jadinya mereka sulit mendapat akses berobat. Makanya keuntungannya sebagian akan saya pakai untuk orang-orang seperti itu. Tidak perlu open donasi lagi. Cukup pakai duit jerih payah sendiri."
Tepat di lampu merah, saya tunjukkan foto-foto label #coffedepresso yang memancing tawa. Juga video musik "Semua kan Indah" yang kemarin saya kolaborasikan dengan Mas Oksand dari grup penulis The Writers.
Mas Gugi terdiam lama...
"Kalau mau jujur nih, saya juga pernah ngalamin, Mas. Tahun 2015 lalu," Ia bicara perlahan.
"Kok bisa, you look so happy and successful!"’Saya melihatnya dengan muka terheran-heran.
"Well, banyak kejadian. Salah satunya saya terpaksa bercerai dengan pasangan yang sudah bertahun-tahun hidup bersama. Dia sulit dikontrol, berbuat semaunya, pergi liburan seenaknya tanpa minta izin. Anak-anak di rumah jadi saya yang ngurus."
"Pasti ada masalah di luar itu. Mengurus anak-anak harusnya memang tugas berdua, kan? Kalau satunya tidak bisa, yang lain harus menambal," selidik saya. Mas Gugi menerawang jauh dan lagi-lagi terdiam lama.
"Ya, ada juga masalah penghasilan. Dia dokter gigi. Penghasilannya jauh lebih baik dari saya yang masih merintis karir waktu itu. Tapi bagaimana ya, perasaan rendah diri kan tidak bisa dibohongi. Terlebih lagi dia juga tidak bisa menghormati saya sebagai suami. Sampai-sampai hobi saya naik moge harus ngumpet-ngumpet. Itu motor harus disembunyikan di PIM bertahun-tahun karena dilarang istri saya."
"ISTI ya? Hahahah. Ikatan suami takut istri,"saya berseloroh. Mas Gugi tertawa panjang.
"I see. Memang pelik posisi kita sebagai laki-laki di dalam pernikahan ya, Mas? Tanggung-jawab laki-laki lebih besar. Dan saat ada masalah, kita dituntut harus bisa membereskan sendiri. Tidak akan banyak yang mau mendengar dan memberi support dengan tulus. Kalau terlihat lemah malah dicemooh. Saat perceraian terjadi, perempuan lebih mudah dapat simpati dibanding laki-laki," saya berusaha mengerti posisinya.
"Yes! Setelah resmi cerai, depresi saya jadi dalam. Sampai nenggak Harpix dan dilarikan ke rumah sakit. Sayangnya ga mati. Kalau mati lepas deh beban hidup saya," jawabnya bergurau.
"Ya, itu problemnya dari bunuh diri, Mas. Kalau sukses mungkin hanya memusingkan orang soal cara menguburkan kita. Kalau gagal? Orang lain di sekitar kita akan repot setengah mati. Belum sakit perutnya ga bakalan hilang seumur hidup, kan?"
"Betul. Sampai sekarang perut saya selalu seperti terbakar. Makan apapun sulit,"Ia mengangguk.
"Bagaimana akhirnya Mas bisa move on?" Tanya saya.
"Ya, syukur Tuhan akhirnya mengirimkan gantinya. Saya langsung dapat pasangan yang jauh lebih pengertian. Dan tiba-tiba rezeki kami jadi lebih baik. Dia buka restoran dan laris. Karena pekerjaan saya ketemu orang-orang berada, ada saja yang membeli dalam jumlah besar hanya untuk disumbangkan tiap minggunya. Jadi usahanya tidak pernah rugi."
“Nice, dan mantan istri? Anak-anak?”
“Bagusnya setelah perceraian, hubungan kami malah lebih baik. Ia lebih intens berkomunikasi dan selalu membuka waktu untuk bertemu anak-anak,” jawabnya.
“Ya ujungnya anak-anak makin besar akan makin butuh figur bapak kan, ya? Walau tak bisa dipenuhi 24 jam. Setidaknya rutin.” sambungnya.
Perbincangan kami masih berlanjut soal bisnis, kopi dan asuransi selama sejam perjalanan. Sampai akhirnya sampai di tujuan dan saya bersiap-siap turun.
“Boleh saya minta nomor teleponnya, Mas? Ide bisnisnya menarik tuh.” Tanya Mas Gugi. Saya kemudian langsung menyebutkan deretan angka yang segera ia ketik di handphonenya. Kami meneruskan obrolan di dunia maya, membicarakan seperti apa sebenarnya produknya dan akan dikembangkan lebih jauh seperti apa.
Depresi bukanlah stres. Stres dihasilkan oleh tekanan hidup yang membuat mekanisme dalam tubuh kita terpacu untuk menyelesaikannya. Depresi adalah kondisi saat pikiran dan tubuh menolak menyelesaikan masalah hidup sekecil apapun, bahkan sampai kepada keinginan mengakhiri hidup. Ia bisa terjadi karena trauma dengan pengalaman hidup, atau bahkan karena gangguan hormon dan masalah genetis yang membuat penderitanya rentan terkena depresi berulang tanpa sebab jelas.
Karena itu depresi tidak pandang bulu. Ia bisa menyerang orang-orang yang sekilas terlihat sukses dan optimis, depresi yang tersembunyi di balik senyuman.
Untuk yang tertarik mendukung saya sharing cerita-cerita mengenai depresi seperti ini, silakan ikut pesan #CoffeeDepresso ya! Sebagian dari keuntungan akan digunakan untuk membiayai kursus menulis atau terapi lainnya bagi pederita depresi. Pesan di bit.ly/pesandepresso atau WA saya di 0821-2267-1559.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.