Kopi di Atas Ranjang

Ranjang. Walaupun ia sudah lapuk karena sangat tua, tapi aku sangat menyanyanginya. Berpuluh tahun aku tidur di sini. Memberi rasa aman dan nyaman. Membuat aku mudah tertidur lelap.
Tapi hari ini lain dari yang lain. Waktu aku rebahan dan rasanya seperti sudah setengah tidur, tiba-tiba aku merasa seperti diangkat tinggi sekali oleh banyak alien. Ataukah mungkin mereka malaikat? Mereka cuma kelihatan telanjang kaki. Entahlah. Tapi koq rasanya seperti dibawa terbang ke tempat yang sangat tinggi.
Dan sampailah aku di satu tempat yang begitu indah. Bercahaya, dihiasi emas perak dan aneka macam permata: ada yang sudah pernah dilihat, ada juga yang belum.
Jalan dan dindingnya terbuat dari emas murni. Di situ terlihat aneka binatang. Ada yang kelihatan seperti burung, tapi bersayap enam: tiga di kiri, tiga di kanan. Sayap-sayapnya bergerak bergantian. Ada yang kelihatan seperti domba yang matanya bercahaya. Ada yang kelihatan seperti kucing, namun ia bersayap.
Aku melihat ada sebuah sungai yang dikelilingi rumput hijau berkilauan. Air sungai itu sungguh jernih, bak kristal murni. Di dalamnya berenang ikan yang sisiknya seperti terbuat dari perak.
Tidak jauh dari sungai itu, ada air terjun yang desaunya seperti sedang menyanyikan sebuah lagu yang sungguh meneduhkan hati.
Aku melihat orang-orang yang mukanya penuh damai, tidak ada kesakitan dan ratap tangis. Mereka semua saling mengasihi dan tidak kebencian di wajah mereka. Pakaian mereka sungguh indah, berwarna putih bersih.
Semua binatang diberi makan oleh seorang tuan yang matanya sungguh memperlihatkan kelembutan dan kasih. Wajahnya sungguh terang bak rembulan yang bersinar di malam yang gelap. Terlihat ada malaikat-malaikat yang melayani tuan ini.
Tempat ini sungguh memberi damai. Ingin rasanya aku berlama-lama di situ.
Lagi asik menikmati, aku sudah diangkat dan dibawa dengan perahu ke tempat yang satu, yang sungguh bertolak belakang.
Tembok dan lantainya berwarna hitam kusam. Tempat yang gelap, jorok, kotor, berantakan. Kesannya tidak terpelihara. Hampir di mana-mana ada darah, karena dilakukan banyak siksaan di situ. Terdengar rintih, teriakan kesakitan dan tangis.
Binatang-binatangnya pun sungguh menakutkan. Bermata merah. Mukanya beringas. Ada yang kelihatan seperti kambing, tapi matanya redup. Ada burung yang sayapnya patah, ada kuda yang pincang. Sungguh memilukan.
Orang-orang di sini sungguh penuh penderitaan, tidak ada damai di wajah mereka. Wajah-wajah yang kesakitan. Pakaian mereka pun kusam, sekusam wajah mereka.
Tuan yang memberi makan, yang duduk di kereta yang sudah rusak dan karatan, seperti tidak bersemangat. Binatang-binatang itu kelihatannya mati perlahan-lahan.
Tempat ini benar-benar tidak memberi rasa damai, hanya rasa iba dan ketakutan. Sungguh tak tahan aku berada di situ.
Untunglah aku segera diangkat dari tempat itu dan rasanya dalam sekejap mata aku sudah kembali ke ranjangku. Aku lihat kopiku sudah dingin. Entah kutinggalkan berapa lama.
Tapi dua tempat yang kulihat itu, sungguh memberi kesan tersendiri, dan membuatku berfikir, apakah arti dari semua itu? Adakah maksud dari Yang Mahakuasa? Mungkinkah itu surga dan neraka? Mungkin, mungkin semua serba mungkin.
Seandainya benar, ya seandainya benar, aku ingin berada di tempat yang penuh kedamaian. Dan sepertinya itu juga mengingatkanku untuk selalu berusaha menjadi orang yang penuh kelembutan dan penuh kasih sama seperti sang tuan yang wajahnya tidak akan pernah aku lupakan.
Sambil berfikir, mungkin juga kelelahan berfikir, akhirnya aku tertidur.
Photo diambil dari pixabay.com
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.