Tunggu pada lewat

Tunggu pada lewat!
by yohanapc
“Kalau makan dihabiskan, nanti nasinya nangis kalo disisain!”
“Anak perempuan tu kalo bangun jangan siang siang!”
“Kalo dibilangin tu jangan njawab, nanti kuwalat!”
Begitu nasehat Ibu ke Tia yang disampaikan hampir ngalahin aturan minum obat per harinya. Dan masih banyak lagi nasehat yang dilontarkan ibunya. Yang dinasehati pun biasanya cuma menyahut “Iya Bu”, walaupun dalam hatinya penuh pertanyaan, karena beberapa nasehat Ibunya itu terkadang tidak masuk di akal anak kelas 4 SD.
Ya, Tia memang baru berusia 9 tahun, dan ia selalu nurut apapun yang dikatakan Ibunya. Karena ibunya sering bilang, "anak itu harus nurut sama orang tuanya, kalau ngga nurut nanti kamu jadi anak durhaka kayak Malin Kundang". Jadi, hampir tidak pernah ada perlawanan kalau Ibunya kasih nasehat atau perintah. Jangankan perlawanan, pertanyaan aja nggak. Bagi Tia, dongeng-dongeng yang sering ia dengar atau baca dari buku cerita rakyat itu bisa benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
****
Keluarga Tia sempat pindah rumah ke komplek di seberang tempat tinggal sebelumnya. Kalau rumahnya yang dulu hanya satu gang saja jaraknya ke sekolah dan Tia sudah terbiasa pulang pergi ke sekolah sendiri. Sekarang Tia harus diantar jemput ibu, karena Tia belum terbiasa menyeberang jalan raya yang ramai seorang diri.
Suatu pagi, sebulan setelah keluarga Tia menempati rumah yang baru. Ibu menghampiri Tia yang sedang menyantap mie goreng kesukaannya.
“Tii…!”,
“Iya Bu” sahut Tia sambil memelintir mie gorengnya dengan garpu. Yahh..seperti biasa, jawaban Tia hanya “iya” saja.
“Besok ibu tidak bisa antar kamu ke sekolah. Ibu mau ke rumah eyang pagi pagi sekali, trus langsung antar eyang cek rutin ke dokter. Jadi besok kamu ke sekolah sendiri ya, bisa kan?”
“iya bu, bisa” ujar Tia setelah menelan mie goreng yang telah dikunyahnya 32kali. Tia berusaha menikmatinya sampai sampai tidak mau membiarkan mie goreng itu berlalu begitu saja di mulutnya.
“Oiya, jalan raya di depan itu kan ngga terlalu rame kalo pagi, tapi kamu tetap harus hati-hati nyeberangnya!”
“Tunggu kendaraan pada lewat dulu, baru nyeberang! Ingat ya!” Ibu melanjutkan.
“Iya Bu” sahut Tia lagi setelah suapan terakhirnya sambil berusaha mengingat apa yang dikatakan ibunya. “Ah ya, tunggu kendaraan itu pada lewat dulu baru nyeberang”, Tia mengulang kata-kata ibu dalam hati.
Keesokan paginya, sesuai pesan ibu kemarin. Tia harus berangkat sekolah sendiri. Itu artinya, pertama kali Tia harus mencoba menyeberang jalan sendiri.
Tiba di pinggir jalan raya yang harus ia seberangi. Tia berdiri… menunggu… dan menunggu.
Tiba-tiba,
“Eh neng Tia” suara dari samping mengagetkan Tia dan sontak Tia menoleh ke arah datangnya suara. Ternyata Mbok Darmi. Penjual jamu gendong langganan ibu yang sudah cukup tenar juga di sekitaran komplek. Ibu memang sudah lama jadi pelanggan setia jamu Mbok Darmi, mungkin lamanya hampir sama dengan umur Tia sekarang. Karena memang daerah tempat tinggal Tia adalah daerah jajahannya Mbok Darmi. Alias wilayah beredarnya Mbok Darmi menjajakan jamu gendongnya.
“Neng Tia mau berangkat sekolah?” kata Mbok Darmi melanjutkan.
“Iya Mbok, ini mau nyeberang dulu” ujar Tia yang masih agak kaget dengan kehadiran Mbok Darmi.
“Iya SiMbok liat neng Tia mau nyeberang, tapi kok ngga nyeberang-nyeberang, padahal jalanan kosong dari tadi. yuk sama Simbok nyeberangnya!”
“Iya Mbok, kata ibu kalau mau nyeberang tunggu kendaraannya pada lewat dulu baru nyeberang. Tapi dari tadi Tia tungguin ngga ada mobil sama motor yang lewat.” Tia menjelaskan.
"Walaaahh..Neng Tiaaaa...HAHAHAHAHA!" tawa Mbok Darmi pun pecah mendengarkan penjelasan gadis kecil di hadapannya itu.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.