Digorengnya Tanpa Minyak

Digorengnya Tanpa Minyak
 
Akhirnya, hari itu aku beli juga toge (taoge) goreng yang penjualnya mangkal di Jl. Bangka XI, Jakarta Selatan. Cukup sering aku melihat pikulan kuning-merah di pojokan jalan itu. Beberapa kali terpikir untuk beli, tetapi tidak terlalu semangat karena berbagai sebab. Jadi, biasanya aku berlalu begitu saja. Sampai dengan hari tertentu ini.
 
“Taoge goreng-nya satu porsi, mang. Dibungkus, ya,” kataku pada mamang penjualnya.
 
Toge atau taoge goreng adalah salah satu makanan kesukaanku. Aku lupa, kapan pertama kali aku makan makanan istimewa ini. Entah siapa pula yang memperkenalkan padaku. Tapi, setiap makan toge goreng, aku akan selalu ingat Ayah-ku. Tepatnya, pada apa yang selalu dikatakan beliau dengan mimiknya yang lucu.
 
“Katanya toge goreng, tapi koq gorengnya pakai air,” kata beliau setiap kali menyantap makanan khas Bogor itu, yang juga merupakan kesukaannya.
 
Ya, aneh banget memang karena tak ada kesesuaian antara namanya dan cara masaknya. Kalau dilihat dari prosesnya, di mana segenggam taoge digoreng tapi koq ya digorengnya dengan air. Bukan dengan minyak. Digoreng-tapi-dengan-air ini dilakukan di sebentuk baki enamel yang datar. Bukan di penggorengan biasa yang kita kenal, yang cekung itu.
 
Pada ‘penggorengan’ yang berair, setelah airnya panas lalu dimasukkanlah sejumput taoge. Setelah taoge sedikit layu; potongan oncom berbentuk dadu, potongan kucai sepanjang 2 sentimeteran, dan sejumput mi kuning lalu ditambahkan.
 
Campuran tersebut di atas lalu pelan-pelan dikacau-kacaukan dengan bantuan sepasang alat kayu berbentuk khas yang pendek saja. Alat itu dipegang di kedua tangan si mamang pemasak alias penjual. Cerita si mamang, alat kayu dengan bentuk khas itu disebut centong. Bukan sutil.
 
“Ini dibikin dari batang bunga kemboja,” katanya menjelaskan. “Yang pohonnya sudah tua.”
 
Huwa! Info baru banget ini! Seumur-umur, baru kali ini aku mendengar bahwa batang pohon kemboja digunakan untuk membuat alat masak. Khusus alat masak taoge goreng! Punya si mamang ini dibikinnya sendiri, 15 tahun lalu.
 
Katanya, “Barang gini mah nggak ada di pasar, nggak ada orang yang jual.”
 
Menunggu pesananku diracik, aku berdiri dekat penggorengan. Supaya bisa melihat si mamang yang tengah asik ‘menggoreng’ taoge di dalam air. Saat itu kulihat, di lapisan penutup tempat kompor, ada tertulis ‘Toge Asep’. Ehe…, dengan sok akrab, kupanggillah si mamang.
 
“Kang Asep!”
 
Si mamang yang gerakannya sedang beralih ke memotong ketupat, sedikit kaget menengok ke arahku.
 
“Asep ini namanya mamang, atau bukan?” tanyaku yang ditanggapinya dengan gelengan kecil.
 
“Oooh…, ini maksudnya Toge Asep ya?” tanyaku lagi, kali ini menyebut kata asep dengen e pepet.
 
Si mamang tersenyum. Aku pun berkicau lagi, “Iya sih, ada asepnya nih,” sambil menunjuk ke kompor dan ke wadah memasaknya. Ngasal banget ya hahaha…
 
Di rumah, aku melapor kepada pasukan dapur, bahwa aku sudah punya makan siangku sendiri. Ketika kusebut nama tauge goreng, reaksi si bibik membuatku bengong.
 
“Oooh, toge asap,” katanya.
 
“Lho, emangnya namanya toge asap?” tanyaku.
 
“Iya, bu.”
 
“Bahasa orang mana tuh?”
 
“Orang Betawi,” bibik menjelaskan.
 
“Oalah, saya kira ini makanan asli Bogor, ternyata asalnya Betawi?” seruku dengan takjub.
 
“Ya sama-samalah,” sahut si bibik.
 
Idih, si bibik kayak yang paling tahu saja. Dia sendiri orang asli Garut hahaha… Akan tetapi, aku benar-benar takjub, karena baru tahu bahwa toge asep atau toge asap adalah nama lain dari toge goreng. Keesokan harinya ketika saya beli lagi, mamang yang namanya Yusuf dan asal Bogor itu berucap bahwa, baru di Jakarta dia dengar orang menyebut toge asep untuk tauge goreng.
 
Entah bagaimana ceritanya maka makanan ini juga disebut sebagai toge asap, saya tak paham. Mang Yusuf pun juga tak tahu. Sementara, di Sukabumi dan Cianjur, nama makanan ini adalah geco. Singkatan dari taoge dan tauco. Tauco adalah bumbu yang dipakai dalam meracik taoge goremg
 
Saya pernah baca di sebuah catatan di internet tentang apa yang diduga sebagai asal-usul tauge goreng. Disebutkan bahwa, menurut seorang pemerhati sejarah keturunan Tionghoa Bogor, Mardie Liem, makanan jenis ini awalnya disebut sebagai tauge mi.
 
Tauge mi masuk ke tanah Nusantara sekitar abad ke-18, dibawa melalui jalur perniagaan dari Tiongkok. Disebutkan bahwa tauge goreng atau taoge mi ini diciptakan oleh orang-orang Tiongkok, terinspirasi dari spageti, makanan yang selalu disajikan dalam setiap acara jamuan makan orang-orang Eropa.
 
Wah, menarik juga nih! Sebab, spageti itu asal-usulnya kan dari Tiongkok. Cara membuat mi merupakan salah satu oleh-oleh teknologi pengolahan makanan yang dibawa pulang oleh Marcopolo ke negaranya, setelah ia puas berkeliling dunia. Berhubung, konon, ada kesalahan pada resep yang dibawa Marcopolo, mi yang dibuat di Italia berdasarkan resep itu jadinya tebal-tebal dan tak lentur. Seperti sebagaimana umumnya spageti yang kita kenal.
 
Kalau teori bahwa tauge goreng asal usulnya adalah spageti, maka, artinya ia kembali ke titik nol.
 
Sementara, pada tauge goreng, setidaknya pengaruh Tiongkoknya berada pada bumbu tauco. Bumbu masak itu terbuat dari kedelai yang difermentasi. Nama Tionghoanya adalah doubanjiang atau taotjo. Dibawa ke dan diperkenalkan di Nusantara oleh para pedagang Tionghoa itu sendiri.
 
Rasa taoco pada toge goreng yang kuat, sungguh kusuka. Ditambah rasa khas dari daun kucai. Tapi, yang paling membuat saya jatuh hati pada taoge goreng awalnya adalah keberadaan oncom.
 
Tauge goreng dimakan dengan ketupat, yang tidak ikut digoreng dengan air. Kata Mang Yusuf, ada pedagang-pedagang tauge goreng yang mencampurkan tahu ke racikan tauge gorengnya.
 
“Biasanya tahu kuning. Kalau di mall-mall, toge goreng dipake’in emping,” tambahnya lagi.
 
Toge asep yang kubeli dari Mang Yusuf ini dibungkus oleh kertas nasi. Yaitu, kertas berwarna coklat yang dilapisi oleh lembaran tipis plastik, dan biasa dipakai untuk membungkus nasi di warung-warung.
 
Sementara, di Bogor masih banyak pedagang tauge goreng yang memakai daun untuk membungkus dagangannya. Tidak sembarang daun, melainkan daun patat (Phrynium capitatum). Bentuknya seperti daun pisang tapi super mini. Sebagai pembungkus, daun patat akan memunculkan aroma yang khas pada tauge goreng. Rasanya pun akan lebih sedap. Disebutkan pula bahwa daun ini mempunyai zat antibakteri, sehingga baik untuk dipakai sebagai pembungkus makanan.
 
Kedua kalinya aku beli tauge goreng pada Mang Yusuf, aku baru tahu bahwa kompor yang dipakainya adalah kompor minyak tanah. Wah, masih ada yang jual minyak tanah ya rupanya. Beli di mana, Mang?
 
Nggak tau di mana, saya sih selalu ada yang antar,” jawabnya.
 
Ah, baiklah. Kita biarkan misteri di mana penjual minyak tanah bisa ditemukan. Kita konsentrasi saja pada sedapnya tauge yang digoreng tapi tidak tidak pakai minyak.   =^.^=
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.