Merangkul Perbedaan

Kekuatan ada karena perbedaan. Komunikasi adalah kunci.

Merangkul Perbedaan
commons.m.wikimedia.org edited

Saya merogoh pisang dari tas belanja. Pergi-pergi mengandalkan transportasi umum dan jalan kaki bikin perut selalu minta diisi. Saya biarkan saja Mas-mas bule yang sedari tadi berdiri di depan saya ceramah mencurahkan isi hatinya. Saya kupas lembar demi lembar kulit pisang, “Bismillah.” Am... Kunyah, kunyah, kunyah…

Terus terang mungkin dua puluh persen saja yang bisa saya pahami dari kuliah umum kali itu saking cepat laju kata per kata meluncur dari mulut Mas-mas bule gendut. Saya tangkap intinya: Masnya nggak suka lihat cewek berkerudung seperti saya. Saya tebak-tebak kayaknya dia menjelaskan panjang lebar tentang betapa jeleknya agama yang saya anut menurut pandangan dia. Yang belum saya lupa tentu saja sumpah serapahnya, “You look f***ing retarded (with that thing on your head)!" Dia berusaha meyakinkan saya bahwa di Australia perempuan seharusnya tidak berjilbab. Pisang yang saya makan habis setengah. Sekali saja saya tanggapi dia dengan nada santai, “I don’t think so… It’s a free country.” Saya habiskan pisang di tangan kanan. Lelaki muda Kaukasia ini masih melanjutkan curhatnya.

Para calon penumpang bus lain di sekitar kami menunjukkan reaksi berbeda-beda, ada yang cuek merasa bukan urusannya, ada yang kelihatan antisipasi mungkin kalau-kalau kami kelahi karena kata-kata Mas bule ini kasar sekali. Tapi tentu saja perseteruan tidak perlu sampai terjadi. Mas bule akhirnya berlalu meninggalkan saya masih sambil sambat sendiri.

Konflik terjadi setiap detik di antara penghuni bumi, baik itu di dalam diri sendiri atau antara satu individu dengan yang lain. Konon, kembar identik sekali pun pasti berbeda sifat dan pemikiran. Sampai jungkir balik kamu maksa sapi bertelur ayam beranak, kalau bisa rekayasa genetik juga ujung-ujungnya nggak akan enak. Tuhan menciptakan semua makhluk tidak sia-sia. Kita beda untuk saling melengkapi. Bibit konflik pasti akan selalu ada. Hanya saja, sebagai manusia kita bisa memilih, mau hidup nyaman dalam damai atau capek sendiri karena bertikai?

Bulan Juli lalu saya mengikuti kursus pernikahan online dengan Sovia Sahid, M.Psi sebagai pemateri. Salah satu sesi yang paling menarik dan penting menurut saya adalah tentang komunikasi. Mbak Sovia mengawali pemaparan dengan menampilkan gambar tiga buah jembatan. Gambar pertama, jembatan indah dengan pagar besi hitam dan anjungan atau landasan yang terbuat dari balok-balok kayu panjang yang tersusun rapat dan rapi menghubungkan dua sisi danau nan indah. Ini menggambarkan komunikasi efektif yang terwujud dengan adanya kerjasama yang baik satu dengan yang lain. Dalam konteks komunikasi antar suami dan istri, diperlukan kedekatan untuk menjalin ikatan komunikasi yang kuat. Pada gambar kedua, nampak jembatan gantung dengan gelagar kayu tanpa anjungan sehingga jangankan kendaraan, umumnya manusia baru berdiri di pinggir jembatan saja sudah gemetaran. Dalam komunikasi, apabila tidak didukung saling pengertian antara satu pihak dengan yang lain maka pesan yang ingin diutarakan akan sulit sampai, ibarat berjalan di atas jembatan yang landasannya berlubang atau renggang. Gambar yang ketiga adalah sebuah jembatan kayu yang menghubungkan dua sisi sungai dengan susunan kayu landasan rapat tetapi miring dan ambruk dibebani sebuah truk yang hampir terjungkal. Melalui gambar ini Mbak Sovia menunjukkan bahwa komunikasi efektif perlu memerhatikan aspek-aspek sopan santun seperti di mana kita berbicara, apa isi pembicaraan dan dengan siapa kita berhadapan yang dalam istilah bahasa Jawa disebut papan, empan, adepan. Hindari memaksa atau menyepelekan nilai-nilai sosial yang dijunjung karena alih-alih pesan sampai, malah meruntuhkan hubungan baik yang sudah terjalin kuat.

Berasal dari bahasa Latin communicare yang artinya membagikan, membuat umum atau membuat sama-sama paham, kata komunikasi memang sudah sangat pas jika diibaratkan sebagai jembatan. Komunikasi membuat kebutuhan atau keinginan kita tersampaikan. Komunikasi menjembatani perbedaan. Meski begitu, sering kali pemantik konflik adalah ketika komunikasi dibingkai emosi. Sebut saja enam emosi dasar yang diklasifikasikan oleh Paul Eckman: senang, sedih, marah, takut, jijik, terkejut. Konflik terjadi ketika seseorang kurang atau belum mampu mengendalikan emosi dengan baik sehingga komunikasi yang tercipta bukan lagi asertif, yang tetap menghargai hak-hak dan perasaan orang lain, melainkan menjadi pasif atau agresif.  

Lalu bagaimana supaya pesan yang ingin diungkapkan tersampaikan dengan baik dan minim gesekan? Mbak Sovia Sahid menjelaskan, komunikasi efektif perlu dimodali beberapa hal, diantaranya adalah mengenal diri dan lawan bicara dengan baik, pemilihan waktu yang tepat, serta adanya komunikasi dua arah yaitu adanya peran mendengarkan dan berbicara secara bergantian. Untuk pasangan suami istri, mengenal diri diartikan betul-betul mengenali atau belajar mengenali karakter diri sendiri dan pasangan kita serta mengetahui apa yang diinginkan diri sendiri dan pasangan kita. Bahasan mengenai self-awareness ini digali lebih dalam lagi dengan menengok sisi kanak-kanak (inner-child) dalam diri. Dalam lingkup sosial yang lebih luas, ketika sudah bisa mengenal diri sendiri dan lawan bicara dengan baik atau paling tidak bisa memetakan bagaimana lawan bicara berbeda dengan kita, kita bisa menempatkan diri menyesuaikan lawan bicara. Lebih tua atau lebih muda kah? Bisa tidak diajak bercanda dengan gaya saya? Bagaimana saya menjaga perbincangan supaya tidak memicu emosi yang tidak diinginkan?

Terutama antar anggota keluarga atau kerabat dekat, komunikasi yang baik dan tepat sasaran dapat terwujud jika satu sama lain mengetahui bahasa kasih masing-masing. Dr. Gary Chapman, berdasarkan hasil penelitiannya, mengungkapkan bahwa manusia memiliki baterai atau tanki kasih sayang dalam dirinya yang harus terlebih dahulu dipenuhi sebelum seseorang bisa mengutarakan kasih kepada lingkungan sekitarnya. Menurut Chapman, perbedaan karakter manusia juga memengaruhi cara mereka menerima dan mengungkapkan kasih sayang. Sebagian orang merasa berharga ketika mendengar kata-kata pendukung atau pujian dari orang lain. Sebaliknya orang dengan bahasa kasih ini cenderung merasa tersinggung ketika mendengar kata-kata negatif dari orang disekitarnya. Ada orang yang merasa dicintai apabila pasangan memberikan pelayanan-pelayanan, misalnya dibuatkan minuman kesukaan tanpa diminta terlebih dahulu. Orang yang memiliki bahasa kasih dominan berupa waktu yang berkualitas menikmati keberadaan teman atau orang yang disayangi di dekatnya. Sebagian orang merasa biasa saja mendengar dirinya dipuji tetapi merasa dirinya penting ketika seorang teman memberi tepukan di bahu disertai jabat tangan. Ada pula orang yang sangat bahagia ketika memberi dan menerima hadiah meskipun hanya sesuatu yang sederhana, tetapi menunjukkan bahwa pemberi hadiah begitu memikirkannya. Mengomunikasikan pesan dengan menggunakan bahasa kasih lawan bicara dapat menghindari konflik dan lebih mudah diterima.      

Selanjutnya, jika ingin mewujudkan komunikasi efektif kita perlu mempelajari dan memeraktekkan keterampilan berbicara dengan menggunakan "Pesan Saya" daripada "Pesan Kamu". "Pesan Saya" disampaikan dengan menunjukkan kepada lawan bicara apa yang kita pikirkan dan rasakan, bukan untuk menyalahkan atau memberi penilaian buruk kepada lawan bicara seperti dalam "Pesan Kamu". Sebagai contoh, sering orang tua menegur anak yang membiarkan pakaian kotornya tergeletak di sembarang tempat di kamarnya dengan umpatan, "Jorok banget sih kamu! Pakaian kotor itu langsung masukkan keranjang cucian!". Biasanya anak akan merespon untuk mempertahankan egonya karena kecewa dirinya dinilai jorok sehingga bukannya menuruti perintah orang tua, anak malah malas bergerak. Seandainya orang tua menyampaikan dengan pesan, "Pekerjaan Mama merapikan rumah jadi lebih ringan kalau kamu bisa simpan pakaian kotor mu sendiri di keranjang cuci," dan lebih baik disertai ungkapan apresiasi bahkan sebelum anak mengerjakan yang orang tua perintah maka anak akan cenderung merespon positif.    

Biasanya menggunakan bentuk pertanyaan untuk mengutarkan perintah atau pernyataan juga lebih nyaman diterima pendengar. Contohnya, bertanya “Kita pilih yang lebih murah saja ya?” lebih mengurangi resiko konflik daripada “Pilih yang lebih murah saja.”

Inspirasi bagaimana mewujudkan komunikasi efektif minim konflik dari Sovia Sahid ini bisa kita terapkan bukan hanya antara suami istri atau lingkungan keluarga saja, melainkan dalam berbagai interaksi sosial lainnya, misalnya antar teman sekolah, tetangga, kolega, atau anggota organisasi.  

Tidak hanya itu, Jeanne Seagal, Ph.D. bersama empat pengarang lainnya dalam situs HelpGuide.org pada artikel berjudul “Nonverbal Communication and Body Language” menuliskan bahwa ekspresi wajah, postur tubuh, gestur, nada suara dan tatapan mata berbicara lebih keras daripada kata-kata. Jika seseorang berkata ia tertarik pada topik yang dibicarakan tetapi pandangan matanya selalu melihat ke arah jam sambil menggoyang-goyangkan kaki, dapat mudah difahami bahwa sebenarnya ia berharap perbincangan segera selesai. Meskipun banyak sumber yang menawarkan cara-cara mengatur bahasa tubuh untuk mengambil keuntungan dari komunikasi, bahasa tubuh adalah sesuatu yang muncul dari alam bawah sadar yang tetap akan tampak meski dimanipulasi. Posisikan tubuh dengan nyaman menghadap lawan bicara, tuluslah memberi penghargaan, dan senangkan hati menjadi pendengar yang baik. Dengan meningkatkan pemahaman mengenai komunikasi nonverbal dan menggunakannya dengan baik dapat memperkuat hubungan yang lebih menguntungkan dengan orang lain.

Menonton beberapa vlog teman-teman tuli seperti Amanda Farliany dan Surya Sahetapy, saya belajar bahwa kunci utama komunikasi efektif adalah pikiran yang positif dan saling menghargai. Komunikasi yang ditunggangi emosi harus selalu dikendali edukasi. Bukan kah sejak dulu Tuhan sudah menunjukkan caranya? Ia mengomunikasikan pedoman untuk kehidupan damai sejahtera lewat para Nabi dan kitab suci. Yuk, belajar terus! Dengan racikan yang pas, es campur yang dibuat dari bermacam bahan rasanya jadi nikmat. Lukisan pun indah karena olesan ragam kombinasi warna. Kekuatan dibangun dari perbedaan.   




 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.