BIMA YUDHO SAPUTRO VS ARINAL DJUNAIDI

BIMA YUDHO SAPUTRO VS ARINAL DJUNAIDI
Sumber diinfoin,com

Udah pada denger konflik antara Bimo Bima Yudho Saputro dengan Gubernur Lampung, kan? Intinya Bimo mengkritik infrastruktur Lampung yang menurut dia amburadul. Sebetulnya kritik Bimo soal infrastruktur itu bukan barang baru. Udah banyak orang yang mengkritik kondisi jalanan di Lampung tapi gak pernah bunyi. Para pejabat di sana juga udah kebal sama kritikan semacam itu. Basilah buat mereka...

Tapi khusus kritikannya Bimo? Eng...ing...eng... mereka kebakaran jenggot, Saudara-saudara. Kenapa? Karena kritikan itu ternyata menjadi viral. Dukungan banyak pihak berdatangan dari berbagai pihak. Seperti api kecil diperciki bensin peristiwa ini semakin membakar seluruh negeri. Ada ancaman, ada tuntutan, ada intimidasi, ada komentar Komisi 3 DPR, ada pembelaan dari Menkopolhukam. Heboh, deh, jadinya.

Pertanyaannya kenapa bisa viral? Nah, ini berhubungan dengan social media marketing. Bimo menyadari bahwa kalau dia ngeritik dengan cara normatif maka suaranya gak bakalan bergema. Itu sebabnya dia menggunakan kata-kata kasar untuk membuatnya jadi viral. Dia gak sungkan memilih kata Dajal, anjing, tolol, goblok dan lain-lain. Itulah faktor utama yang bikin viral.

Analisisnya begini: Di jaman digital ini ada tiga cara menyampaikan pesan.

1. KRITNO

Kritno adalah Kritik Normatif, yaitu cara mengkritik secara normatif. Tutur bahasanya halus. Seandainya Bimo menggunakan teknik ini, bunyi kritiknya mungkin akan berbunyi, “Bapak Gubernur yang terhormat. Saya melihat jalanan di Lampung kerusakannya semakin parah. Mohon perhatian Bapak atau instansi berwenang untuk memberikan solusi pada masalah ini. Terima kasih.”

Seperti telah disebutkan di atas, kritik-kritik seperti ini hanya akan muncul sejenak lalu hilang tak bersisa seperti anak impala yang dimangsa oleh sekelompok hyena.

2. PANSOS

Pansos adalah singkatan dari Panjat Sosial. Panjat sosial merujuk pada upaya seseorang untuk meningkatkan status sosial. Banyak sekali netizens menggunakan cara-cara tidak beradab. Biasanya mereka membuat konten dengan mencaci-maki orang terkenal. apakah itu artis, pengacara, pejabat publik dan lain-lain. Kata-katanya kasar banget. Semakin kasar semakin bagus. Mereka berharap akan mendapat respons dari orang yang diserangnya.

Risikonya berat memang tapi mereka tidak takut menghadapinya. Kalau dipanggil polisi mereka akan datang. Kalau disuruh minta maaf, tanpa ragu mereka juga akan meminta maaf. Dan gilanya lagi, peristiwa dia dipanggil dan meminta maaf itu akan dia jadikan konten lagi. Ancur, ya! Di jaman digital ini syahwat ingin terkenal betul-betul merongrong moralitas. Orang rela melakukan apa pun tanpa mempedulikan martabat diri sendiri dan keluarganya.

Sebetulnya Pansos ini tidak termasuk dalam kategori kritik. Akan tetapi karena yang melakukan pansos ini sering berkilah bahwa mereka sedang melakukan kritik makanya saya masukkan ke kategori kritik. Pertimbangan lainnya karena hal ini sangat berhubungan dengan point nomor 3.

3. KRITPAN

Kritpan adalah Kritik Panjat Sosial, yaitu kritik yang menggunakan strategi pansos. Mereka memang tujuannya cuma mau mengkritik. Namun mereka juga menyadari bahwa kalo mengkritik pakai strategi Kritno sangat tidak efektif. Tidak ada yang mau mendengarkan. Gak bakalan jadi viral. Itu sebabnya Bimo menggunakan kata-kata kasar untuk memperkuat kontennya. Tanpa sungkan dia memilih diksi yang membuat pejabat Lampung kupingnya memerah. Mereka tidak terbiasa mendengar kritik yang dikemas seperti ini.

Sebagai penutup, mari kita merenungkan fenomena di atas. Rasanya males banget ya mengkritik pakai Kritno. Ngapain juga mengkritik kalo gak ada yang dengerin suara kita. Bagaimana dengan Pansos? Sebaiknya tidak kita lakukan. Kita mempunyai tanggung jawab moral pada keluarga, leluhur dan anak cucu kita. Martabat keluarga tentu harus dijaga.

Bagaimana dengan Kritpan? Saya setuju rasanya strategi Kritpan memang harus dilakukan agar kritik kita kedengeran. Pertanyaannya adalah sampai sekasar apa kita bisa menggunakannya? Tiap orang punya tata nilainya sendiri-sendiri. Tergantung dari lingkungan, latar belakang pendidikan dan lain-lain. Dalam kasus ini biarkan hari nurani yang bekerja. Pilih kata-kata yang sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral yang kita anut

#FYP #Digital #TheWriters #OmBud #BudimanHakim

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.