REJEKIKU DARI SILITMU (Sebuah Kisah Nyata)
Ini kisah pengalaman saya beberapa puluh tahun lalu di kos yang tercinta. Mungkin orang akan mudah melupakan suatu kejadian, tetapi tidak dengan kejadian ini. Semua orang akan mengingatnya jika mengalaminya.

REJEKIKU DARI SILITMU
Bisakah kamu bayangkan, perasaan ingin belajar dan ingin pulang bersamaan?
Kuliah siang, jam terakhir di Kampus Bukit Jimbaran Tercinta (yang terkenal gersang dan kebus sangat alias panas sekali). Kuliah dalam sehari dibagi dalam 4 jam pelajaran, tiap jam pelajaran 2 jam dan dimulai jam 08.00, berarti kuliah terakhir akan selesai sekitar jam 16.00, kalau dosennya on time, kalau tidak? hehehe, kebayang deh. Pikiranku sudah di kost yang nyaman dan adem, tiduran ditemani radio kesayangan, novel John Grisham baru dan Coke dingin.
Kami berhamburan keluar begitu dosen mengumumkan kuliah telah berakhir dan berlari mengejar bemo di pangkalan untuk balik ke Denpasar karena jam terakhir biasanya hanya tersedia beberapa bemo, apesnya lagi kalau fakultas sebelah duluan menyerbu, bisa-bisa kami harus berjalan sampai Fakultas Tehnik di ujung jalan, dalam keadaan lapar, haus, capek dan kepanasan. Lebih parah lagi kalau ternyata dosennya halu dan kelewatan banyak, bisa-bisa harus jalan ke ujung kampus Politeknik dan menunggu angkutan umum (yang terkenal dengan nama Blue Thunder, mungkin karena warnanya biru dan bunyinya seperti thunder atau untuk menyaingi Blue Bird, entahlah) menuju Terminal Tegal baru melanjutkan lagi naik bemo biru dalam kota menuju kampus Pusat Sudirman, yang secara ekonomis kami hindari karena berarti pengeluaran triple untuk angkot dan lama banget baru bisa nyampe kost.
Syukurlah masih ada satu bemo kosong, yang begitu kami masuk dan duduk, langsung jalan karena sudah full. Perjalanan pulang, menuju Kampus Pusat Sudirman ditempuh dalam waktu 30 menit tanpa hambatan. Suasana dalam bemo saat perjalanan pulang cenderung hening, karena rata-rata mahasiswa sudah kehabisan energi dan mungkin dehidrasi, pikirannya sudah di warung atau di rumah (buat yang punya rumah) atau di kost hehehe.
Aku biasa pulang bareng temanku Wilsa yang tinggal di gang sebelah. Dalam perjalanan kami mampir membeli makan dan minuman di warung langganan kali ini minta dibungkus saja untuk dimakan di kos, karena panas sekali cuaca hari itu dan tempat makan cukup ramai, kelihatannya banyak mahasiswa yang pulang barengan, otomatis tempat makan dekat kampus dan kost penuh. Kami kost di belakang kampus pusat dengan pertimbangan akan memudahkan untuk mobilitas dan akomodasi saat kuliah.
Kami berdua adalah teman karib dan sering mengambil mata kuliah yang sama, biar bisa belajar jugamengerjakan tugas bareng. Wilsa berasal dari Bandung dan sama sepertiku baru pertama kali ke Bali untuk kuliah. Sejak pertama bertemu di kampus kami sudah cocok, Wilsa termasuk orang yang mudah bergaul dan cepat akrab, selain itu anaknya lucu dan asyik, kloplah sama aku yang agak diam dan pemalu (kalau belum kenal-kalau udah kenal, lain lagi hahaha). Selain pengen ngobrol, aku berniat memamerkan sepatu baruku padanya, maklum buat anak kos seperti kami bisa beli barang baru itu langka.
Sesampainya di kos, aku heran karena tumben pintu gerbang yang tingginya 2 meter itu terbuka lebar dan ada mobil Indrawati di halaman, "Mungkin Bapak Kos yang memanggilnya untuk mengatasi closet yang sudah berkali-kali tersumbat, syukurlah, akhirnya teratasi juga." batinku. Terus terang, ini problema besar bagi kami bertiga setiap pagi, dimana kamar mandi berada di luar kamar dan digunakan bersama. Kost ku adalah kost khusus mahasiswi yang merupakan perluasan dari rumah pribadi, jadi aku dan teman-teman tinggal bersama tuan rumah.
"Siang pak, lagi pada ngapain pak," tanya saya berbasa basi.
"Biasa dek, bisnis, kemaren pak eka nelpon minta cek closet dan septik tanknya, maaf saya lanjut dulu," jawab pak supir tersenyum ramah sambil memasang sambungan pipa-pipa panjang melewati depan kamar kami.
"Oh, baik pak, mari saya masuk dulu," pamit saya.
"Nggih, dek." sambil memberikan instruksi kepada asistennya dan membantunya.
Tumben, hari ini kost sepi, Putu dan Ida teman kost ku tidak kelihatan, bahkan bapak kost dan mbok yang biasa bersihin kost juga gak kelihatan, mungkin belum pada pulang atau sudah keluar lagi, saat petugas ini datang.
"Cha, ini sepatu baruku ...," pamerku di depan pintu kamar.
"Bagus Cy, kok ditaruh di luar? Awas maling lho," tanya Wilsa.
"Tenang, di sini aman hehehe, gak kayak tempatmu," kataku.
"Aduh, maaf ya, Cy," katanya lagi.
Kami ngakak, mengingat paniknya kami minggu lalu, saat sepatu boot Michael Jackson hitamku hilang di kos Wilsa pagi-pagi, saat aku menjemputnya. Seperti biasa kami ke kampus bareng, karena kostku di ujung jalan dan Wilsa di dalam gang, jadi aku jalan ke kostnya kemudian barengan ke kampus pusat untuk naik bemo menuju Kampus Bukit. Hari itu, tumben Wilsa masih belum selesai mandi, jadilah aku menunggu di kamarnya, dan karena di kostnya ada peraturan batas sandal di pintu masuk jadi aku membuka dan meletakkan sepatuku disana. Saat mau berangkat ke kampus, ternyata sepatuku sudah raib dari tempatnya, tadinya aku tenang-tenang saja karena kupikir aku dikerjain Wilsa atau teman-temanku_sepatuku sering diejek sepatu konser, kebetulan ada beberapa teman se-fakultas di kost itu, tapi melihat Wilsa panik beneran dan menggedor kamar teman-teman, aku juga ikut panik, sepatu legendku. Kehebohan di pagi hari, sampai ke kost tetangga sekitar tidak membuahkan hasil selama setengah jam, fix Michael Jackson ku lenyap tanpa jejak. akhirnya dengan bermodal sandal jepit pinjaman kami balik ke kost ku dan mengambil sepatu lain sambil berlari, karena takut telat sampai di kampus nanti.
"Yuk makan cepet, kita makan dan kabur Cha, aku gak tahu jadwalnya Indrawati hari ini," ajakku.
"Yuk."
"Eh, Cha."
"Hmmm."
"Bisa kamu bayangin gak?"
"Apaan? Mulai deh kamu, apaan? jangan kayak kemaren-kemaren lho."
"Hahaha, nggaklah, eh bisa kamu bayangkan gak kalo si Indrawati meledak?"
"Udah ah, kamu nih, ngilangin selera makan aja, makan yuk... eh doa dulu."
"Iya, Bu Pendeta."
"Terima kasih Tuhan, atas makanan ini, semoga ..."
Tiba-tiba...
DHUARRRR!
BRRRR!
Kami berdua berteriak karena kaget, nasi yang baru dibuka terlempar berantakan.
"Ada apa Cy? ada yang meledak kayaknya. aduh."
"Gak tahu Cha, coba kulihat dulu."
Aku bangun dari lantai, berlari kearah pintu dan membukanya, tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat dan terhenyak, mau pingsan rasanya.
Oh my God... Aku gak percaya, ini terjadi, bagaimana bisa?
Sepatu baruku, sepatu lamaku, sandalku dan sepatu Wilsa sudah berubah warna hijau kecoklatan tertutup cipratan cairan yang berbau busuk itu, belum lagi halaman rumput, lantai dan dinding kamar serta bangunan rumah induk tempat bapak kost ternodai cipratan abstrak destruktif dimana-mana. What in the world? Oh my God.
Pak Sopir dan asistennya berlarian menarik pipa yang terlepas dan menimbulkan bunyi meledak dan mendesis, menciptakan cipratan tai di sekeliling kos, sambil tak henti-hentinya minta maaf. Aku tiba-tiba merasa pusing, entah karena kelaparan dan kehausan, bau busuk yang menyengat, pemandangan yang mengerikan ini atau sepatu baruku, aku tak tahu pasti. Rasanya semua mengabur.
Tak sanggup aku lama-lama melihat pemandangan serta menghirup aroma yang menyengat itu.
Segera kupalingkan wajahku, menutup pintu dan kembali ke kamar, hampir bertabrakan dengan Wilsa yang ternyata mengintip dibelakangku. Rasanya pengen menangis, membayangkan bagaimana caranya harus bilang ke orang tuaku, kalau sepatuku harus ganti lagi (apa yang harus kukatakan? dalam waktu berdekatan beli sepatu lagi? baru minggu lalu alasannya hilang dicuri, sekarang pakai kena cipratan tai, orang tuaku percaya nggak ya? tapi kalau gak bilang dan gak dikasih tambahan uang untuk beli sepatu, berarti harus beli sendiri-itu berarti gak makan sebulan atau gak ke kampus, karena ini baru awal bulan, uang bulanan udah dikirim plus untuk beli sepatu baru). Rasa lapar dan haus hilang seketika, blank. Samar kulihat tulisan di samping mobil, seperti menari-nari.
Indrawati, oh Indrawati, namamu akan selalu kuingat!!!
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.