Tukang I don't know

Tukang I don't know

Waktu anak saya, Bastian berumur 3 tahun, kalau pagi senang sekali duduk di  teras depan rumah. Dia memperhatikan anak-anak yang berangkat sekolah juga setiap pedagang yang lalu lalang. Maklum saya tinggal di sebuah jalan kecil daerah perkampungan di Tangerang. Seperti kebanyakan pemukimana di perkampungan, selalu saja ada penjual yang menjajakan dagangannnya silih berganti. Ada pedagang yang menggunakan sepeda, menggunakan gerobak atau juga dipikul.  Dan ini menjadi hal yang menarik  untuk anak-anak karena kebanyakkan penjual itu menggunakan bunyi-bunyian yang menarik untuk mengundang pembeli. Entah menggunakan mangkuk yang dipukul berulang atau suara kentongan kecil atau juga suara-suara teriakan dengan nada yang enggak lumrah, seperti misalnya abang tukang sol sepatu.

 

Bastian menikmati sekali pemandangan ini dan enggak jarang para pedagang dipanggilnya satu per satu. Sayangnya, Bastian lebih sering hanya menanyakan:”Abang jualan apa?”. Dia sebatas ingin tahu dan tidak membeli, kecuali mainan,  yang sering membuat para penjual kecewa. Terutama abang tukang cobek yang udah mandi keringat keberatan memikul cobek. Setelah dipanggil:”Abangggg, Siniiii”.  Abang pun mampir ke rumah dan menurunkan pikulannya yang berat dengan dua tumpuk cobek dan sudah pasti berharap ada yang membeli dagangannya yang meringankan pikulannya. Setelah mampir, terjadilah percakapan antara Abang tukang cobek dan Bastian. Sementara saya yang tadinya ingin keluar untuk melihat pedagang apa lagi yang dipanggil Bastian, saya mengurungkan niat untuk keluar. Rasanya enggak enak dengan abang tukang cobek.

Bastian: “Abang, jualan apa?

Abang: “Ini cobek, Tong”.

Bastian:” Ini untuk bikin sambel, ya Bang?”

Abang : “Iya. Mamanya mau beli?”

Bastian: “Enggak, Bang. Aku  tanya aja.”

 

Dan begitulah yang sering terjadi karena sebenarnya dia hanya penasaran. Satu kali abang tukang es potong lewat depan rumah kami.  Bastian belum pernah melihat gerobak es potong dengan bunyi undangannya memakai suara alat berbentuk terompet kecil berwarna silver  dengan balon karet berwarna hitam dibagian ujungnya, yang kalau di remas mengeluarkan suara. Waktu itu Bastian belum bisa membaca  kalaupun ada tulisan di gerobak itu sudah ada tuliasan es potong, dia belum tahu. Rasa penasarannya kembali muncul setelah lama memperhatikan gerobak itu melintas.

 

Bastian:”Mami, Abang itu jualan apa?”

Saya: “I don’t know”. Jawab saya singkat.

Saya  khawatir kalau dia minta untuk dibelikan, mengingat dia sedang batuk. Tidak lama kemudian, eh anak tetangga depan rumah  membeli sepotong es potong  persis dihadapan kami. Dan Bastian berkomentar:”Mami, itu abang tukang es potong bukan abang tukang I don’t know. Mami belum tau, ya?”

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.