Tempuyak Udang

Masakan Khas Bengkulu dan Palembang. Dibuat dari durian yang difermentasi.

Tempuyak Udang
Tempuyak Udang

“Jadi, gimana nih, kita kumpul makan tempuyak udangnya, kapan?” tanya Tanteku, adik bungsu ibuku di tengah kehebohan pertemuan keluarga besar. 

“Yaaa, kapan aja sih, nanti ver datang lah ke rumah, masak. Yang penting beli tempuyak dulu… terus nanti udang, bumbu-bumbu dapur gampanglah…,”balasku sambil membenahi meja. “OK deh.”sahut Tanteku lagi. 

Begitulah, urusan Tempuyak Udang ini ternyata jadi topik heboh di grup WA keluarga besar Ibuku. Ada yang ribut karena waktunya kurang pas katanya, ada yang mengelak makan masakan duren fermentasi itu. Veto Tante: "Yang penting: MAKAN! Kumpu-kumpul!" 

Setelah beberapa kali mengubah jadwal… . Suatu pagi Sabtu aku bersiap membawa tempuyak, bumbu yang dihaluskan: cabe merah sesuai selera rasa pedas, kunyit sejempol, lengkuas sejempol,jahe setengah jempol, bawang putih 3, bawang merah 7, gula kelapa, penyedap rasa. 

“Lengkap sudah. Ayolah kita berangkat,” ajakku ke Sepupu,Lala, yang menjemput. “Sudah tidak ada yang ketinggalan?”  Aku menggeleng, “Tante Yaya sudah beli udang di sana,aman.” sambungku, sambail mengacungkan jempol kemudian bergegas membawa semua kebutuhan memasak ke mobil yang diparkirnya di depan rumah. 

Perjalanan satu jam itu tak terasa karena kami bertukar cerita sepanjang jalan dan kebetulan lalu lintas tidak begitu padat, lancar jaya. Alhamdulillah. 

Sesampai di rumahnya kami mendapati Tante sedang masak ungkep limpa, asam garam. Haduh, belum apa-apa sudah terasa perut bergejolak ingin menikmatinya. 

“Eh sudah pada sampai… sebentar nih, limpa masih diproses. Gantian, ya…” sambil melirik jam dinding, sambungnya “Ah masih pagi, aman lah.”

“Saaah…” Tanteku sibuk instruksi ke ARTnya, kutinggalkan area dapur. 

Cucunya Tante datang menghambur ke pelukan… “Buuuudaaang” kusambut Nida dalam pelukan dan dengan gemas kuciumi pipinya.. “Aaah Buuudaaang… ga maauu…ga mau, iiiih” meronta-ronta ia dari pelukanku. Dan dengan cepat ia melepaskan pelukan dan lari ke Mamanya. “Gimana kabar, Ayuk?” si Mamanya Nida menyambut pelukanku.

“Alhamdulillah.”

Aku mulai mengeluarkan semua kebutuhan memasak Tempuyak Udang. 

“Eh, Nid…Budang mau bikin puding juga lho,nanti. Mau ga?”

Nida mengangguk seperti paham saja apa yang akan kumasak. 

 

Giliran memasak Tempuyak sekarang. Nah, kutumis bawang merah, bawang putih yang sudah dihaluskan dengan sedikit minyak kelapa. Sampai wangi dan kumasukkan bumbu-bumbu halus lain,kunyit,jahe,lengkuas sampai tanak. Lalu kumasukkan tempuyak yang kutahu dari bacaan cara membuatnya dengan mengelupas daging buah durian yang bagus mutunya dari bijinya kemudian difermentasi dengan garam, biasanya ditaruh cabe di atasnya, kemudian dikemas dalam toples gelas beberapa hari sampai masam. 

Setelah tercampur, kumasukkan sedikit santan kental, salam, sereh juga dimasukkan. Setelah blup blup blup, mulai kuicip untuk koreksi rasa. Kumasukkan sedikit garam, irisan gula kelapa. Setelah rasa nano-nano terasa pas, giliran udang yang sudah dikupas masuk, diaduk pelan sampai matang. Sampai blup blup blup, dan matikan api. 

“Haduh, udah berapa tahun ya ini… ga pernah makan tempuyak nih, Ayuk,” sepupuku Sali datang menghampiri. “Mantap nih,” ia menanti aku memindahkan ke mangkuk saji. “Selesai, nih, Sal.. taruh di meja sana.” Aku mencari tempat duduk. 

Kulihat di meja makan sudah berkumpul Tante-tante, Om-om, sepupu-sepupu yang sudah janjian makan siang itu semua, serentak ambil piring dan berputar ambil nasi, dan lauk pauk. Duduk, makan. Dan riuh rendah pertukaran percakapan mulai ramai membahana di seputar meja makan. 

Tempoyak Udang adalah satu dari pengikat kami untuk berkumpul, bertukar cerita sampai kenyang!

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.