Kekarmu itu

Pertama kali aku melihatmu saat menyebrang di perempatan jalan. Kamu telanjang. Seperti bergegas ingin melintas. Kamu sudah dan akan berpapasan dengan banyak orang, cuek aja, tanpa ragu. Tanpa malu. Mungkin kamu bangga dengan kekar mu, tapi buat ku, malah ga seru. Aku lebih tertarik dengan yang imut, yang lucu, bukan yang ganas apalagi beringas seperti kamu.
Saat tadi melintas, aspal jalanan seperti membuat kakimu kepanasan. Kamu lewat dengan terburu. Saat tapak kakimu mulai menjejak rumput, langkahmu terlihat perlahan. Pelan. Karna sudah dingin kamu kelihatan santai, bahkan sempet-sempetnya kamu melirik kami. Aku dan mama. Hiii...aku menjerit ngeri,
"Maaaaa", teriakku sambil memegang tangan mama.
"Hush,"mama kaget. Bukan karena melihat mu tapi mungkin lebih karna lengking suara ku. Gimana ga kaget, lihat sosok sangar di depan mata, bagai alien yang siap menelanku.
Telapak tanganku sampai terasa sakit. Mama menggenggamnya terlalu kuat. Darah bagai berhenti sesaat mengaliri ujung jariku.
"Sakit ma,"ucapku sambil melepaskan tangan mama dan melirik ke pos penjaga di sebrang jalan.
Seorang penjaga, berpakaian hijau muda berdiri di jalan. Kelihatan lelaki itu ikut menikmati keterkejutan kami.
Bukannya nolongin, atau paling ga menenangkan, eh... hanya melempar senyum kecil. Buatku jadi seperti mentertawakan.
Penjaga yang lain, malah asik menyeruput kopi dengan santainya. Barangkali dua lelaki setengah kekar itu, sudah biasa melihat kejadian seperti itu. Mereka seperti sudah terbiasa, enjoy banget, malah melihat ada lekuk yang meliuk liuk di depan mata mereka. Jadi seperti tontonan yang tidak istimewa, tidak jelek juga. Biasa aja.
Sementara buatku, melihat matamu saja dadaku sudah deg deg-an ga karuan. Aku takut kalo kamu tiba-tiba mendekat ke arah ku. Aku taku kalau kamu tiba-tiba memelukku dan tak mau melepas pelukkan mu, atau malah yang lebih sadis lagi....Hiiii....sereeem banget.
Rasa takut itu membuat kakiku membatu. Tak bisa digerakkan. Tak bisa melangkah maju. Sementara mama, tak butuh waktu lama, mama sudah kembali santai, yang tadinya panik kini dengan mudah sudah berubah kalem. Malah bisa dengan santai berujar,
"Oalaaah... itu mah udah dari dulu ada,"
"Hah...?"aku makin kaget. "Dibiarin di jalanan? Bagaimana mungkin?" Aku berusaha memastikan.
"Iya, emang kenapa?" mama menjawab dengan santai, sementara aku masih berusaha mencari kemana dirimu pergi. Aku ga mungkin melupakan sorot matamu yang tadi begitu tajam menatapku. Aku ga mungkin melupakan gaya jalan mu yang sok gagah, sok mantap. Dimana kamu sekarang? tanyaku sambil terus siaga, plirak plirik.
Pim, pim, piiim.
Belum hilang keterkejutan yang ada, suara klakson mobil dari arah belakang membuat aku kembali terlojak.
"Ya ampuuun." aku dan mama menepi sedikit.
Seorang bapak tua, sekitar limapuluhan nampak menganggukan kepala ke arah mama, coba memancing kami agar mau naik taksi yang dikendarinya. Taksinya oke sih, warna taksi kombinasi hijau dan kuning nampak masih berkilau. Terasa banget baru keluar dari car wash. Tanpa pikir lama, mama menarik tanganku dan mobilpun melaju.
"Sawatdee krap,"pengemudi menyapa aku dan mama dengan santun.
"Sawatde kaa,"mama menjawab fasih. Kalau percakapan sehari-hari gini, sekedar salam, lalu menjelaskan kemana kami akan pergi , mama bisa-lah. Tiga tahun pernah menghirup udara Krung Thep , menyisakan kefasehan pasa Thai yang lumayan, saat era sang Raja Bhumibol Adulyadej masih bertahta. Aku diam mendengarkan. Sesekali sang pengemudi hanya menjawab pendek,
"Kap," dan dengan sigap, mobil melaju menuju dermaga Sathorn Pier dimana kami akan melihat sedikit perahu diantara deretan kapal besar menyusur Chao Phraya River.
Tak berapa jauh dari tempat kami berangkat, di sebelah kanan jalan aku melihat bangunan megah menjulang. Terbaca "Thammasat University Hospital" di dinding bagian tengah. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu disebut-sebut. Oh ya......aku ingat!!
Enam belas tahun yang lalu, 13 April, persis di Songkran Day, peristiwa itu terjadi. Hanya berlangsung sekitar dua jam sejak lendir darah keluar, mama melahirkan aku di ranjang Rumah Sakit yang baru saja kami lalui tadi. Aku lahir di negeri gajah putih tanpa dokter khusus, hanya dikawal oleh student doctor, karena nyaris semua dokter saat itu sudah mengambil cuti libur Songkran. Hari Raya besar di Thailand.
Mama menoleh, tersenyum sambil mengangguk, seperti bisa membaca pikiranku.
"Iya... di situ tempat lahirmu."
Kenalkan, namaku Lintang Sirindhorn. Diambil dari perpaduan nama Jawa - Lintang yang berarti Bintang dan nama pendek putri sulung Raja Bhumibol Adulyadej yang juga adik Raja Thailand saat ini, Vajiralongkorn, yaitu Putri Sirindhorn Debarattanasuda Kitivadhanadullasobhak.
dan ini si kekar itu,
https://www.facebook.com/ida.nurbagus/videos/pcb.10214938793972558/10214938676329617/?type=3&theater
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.