Nak, kita ngobrol yuk !

Nak, kita ngobrol yuk !
Bicaralah, semuanya akan terasa lebih baik (sumber: http://clipart-library.com/clipart/n1367484.htm)

Setiap orang terlahir dengan pemikiran yang khas, berbeda satu sama lain. Cara kita menyikapi suatu masalah juga sering menjadi perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat bisa mengarah pada konflik jika kedua belah pihak tidak mengomunikasikan maksud dan tujuannya dengan baik. Komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dengan baik.1

Komunikasi memainkan peran dalam banyak hal, yang paling terkecil adalah komunikasi dalam keluarga. Bagaimana orang tua berkomunikasi dengan anaknya, anak usia berapa sehingga pesan yang disampaikan tepat penerimaannya. Menurut Kusuma2 komunikasi dalam keluarga menjadi salah satu bentuk komunikasi antar pribadi dan sebagai agen sosialisasi yang utama, karena kita berproses dan belajar komunikasi berawal dari dalam keluarga.

Berdasarkan penelitian Kusuma2 disimpulkan bahwa sebagian besar subjek mengetahui bahwa konflik dengan keluarga (orang tua) adalah tanda sayang meski cara menyikapinya mengarah ke hal yang destruktif atau merusak hubungan. Sejalan dengan hasil penelitian ini, saya pribadi merasakan hal yang sama saat saya duduk di bangku sekolah menengah. Ambisi yang kuat dan keakuan yang ingin menunjukkan bahwa aku mulai beranjak dewasa, bisa mengatur hidupku sendiri dan memutuskan apa yang terbaik untukku menjadi salah satu alasan.

Setelah aku menjadi orang tua, aku menyadari bahwa sampai titik fase kehidupan manapun, kita perlu berkomunikasi dengan efektif baik antara diri ini dengan orang tua, saudara, maupun anak. Ya, anak kita yang terkesan masih kecil dan belum tau apa-apa, semua ada tekniknya. Beruntung dewasa ini banyak sekali media pembelajaran yang bisa membimbing kita untuk mengikuti tren generasi yang semakin maju dan canggih.

Sungguh tidak dapat dipungkiri, saya yang lahir di generasi Y atau dikenal sebagai kaum milenial, harus mengimbangi dua generasi berikutnya yaitu generasi alpha. Anak yang lahir di generasi alpha akan terbiasa dengan kecanggihan segala teknologi, bahkan sejak mereka dalam kandungan. Tentunya hal ini berujung pada komunikasi antar personal, apakah hangatnya komunikasi era '90an akan tergantikan dengan era gadget?

Belajar dari pengalaman terdahulu, dimana gawai belum menjadi satu-satunya pusat perhatian saja saya bisa berkonflik dengan orang tua, tak terbayang jika saat ini saya tidak berkomunikasi secara efektif dengan anak saya, kedepannya akan seperti apa generasi alpha ini? komunikasi yang efektif berarti memahami cara pandang orang lain sehingga kita bisa lebih berempati kepada lawan bicara. Bagaimana kita bisa berkomunikasi secara efektif? sejatinya kita harus memahami karakteristik anak.

Mudah? tentu saja tidak. Saya masih harus banyak belajar memahami karakteristik anak saya. Tapi sejauh ini, kami cukup berdamai dengan emosi, tantrum, dan keadaan yang sedang dilalui di fase balita. Menguras ego? pasti, tapi lebih baik berkomunikasi mencari solusi daripada menuruti ego diri sendiri kan? karena anak adalah individu yang unik, yang sedang mengenali dirinya sendiri. Saya sebagai orang tua juga sedang mengenali diri sendiri, bagaimana saya menghadapi masalah, mengomunikasikan sesuatu sehingga terlihat dewasa dan bijak dalam berpendapat.

Salah satu contoh komunikasi yang membuat saya belajar hal baru adalah, saat saya terobsesi anak meraih mimpi saya waktu kecil. Sewaktu saya kecil, saya ingin menjadi anak kecil yangsibuk mencoba hal baru, seperti kursus piano, bisa mewarnai dengan baik seperti teman-teman lain, ikut les renang, dan banyak hal idaman anak kecil lainnya. Sayangnya hal itu tidak terlaksana karena kesibukan orang tua. Saat anak saya lahir, saya sudah mempersiapkan semua mimpi-mimpi yang belum terwujud, harapannya saya bisa mewujudkannya dalam diri anak saya. Semakin bertambahnya usia, ternyata saya menyadari beberapa mimpi saya dulu, tidak digemari anak saya. Saya melihat dia punya mimpi yang lain, saat ini di usianya yang tiga tahun dia dengan sangat bangga bermimpi ingin jadi seorang pemadam kebakaran, dengan jaket dan sepatu bot yang gagah, membawa selang panjang, dan memadamkan api, matanya berbinar-binar.

Lalu apakah saya memaksakan mimpi yang sempat terpendam? awalanya ya, tapi akhirnya setelah saya tahu alasan dia, saya lebih memilih mengikuti nalurinya, mimpinya, semangatnya. Apakah saya berkecil hati? tentu, saya sangat berjiwa kompetitif, tetapi untuk hal ini entah mengapa saya bisa menjadikan diri saya pemenang. Menang melawan ego dan pandangan diri sendiri. Menang karena kami bisa berkomunikasi secara efektif menghasilkan sebuah solusi tanpa konflik.

Saat ini saya lebih senang melihat anak saya memakai baju pemadam kesayangannya, mengantarnya ke kantor pemadam hanya untuk melihat mobil impian, dan mendengarkan semua cerita tentang pemadam. Rasanya lebih dari menang apapun, saya bangga karena mampu mengalahkan ego dengan komunikasi yang baik. Karena semua masalah dapat diselesaikan dengan komunikasi.


Referensi :
1kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komunikasi.

2Kusuma, Rina Sari. Komunikasi antar pribadi sebagai solusi konflik pada hubungan remaja dan orang tua di SMK Batik 2 Surakarta. WARTA LPM. 2017;20(1):49-54.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.