Anting-anting

Ditindik atau tidak ditindik. Siapa yang berhak memutuskannya?

Anting-anting
"Nin, pinjem kamusnya lagi donk," pinta adik laki-laki saya.
 
Kamus yang dimaksud oleh adik saya itu adalah Kamus Jawa Kuna Indonesia susunan L. Mardiwarsito. Istrinya sedang hamil tua, saat itu, dan dia tengah mencari inspirasi untuk calon-calon nama bagi si jabang bayinya. Kamus itupun menjadi salah satu sumbernya.
 
"Kalau perempuan namanya Pelangi. Andai laki-laki, Perkasa namanya," akhirnya adik saya memutuskan—entah dari hasil menghafal kamus Jawa Kuna itu atau bukan, saya tak pernah tanya.
 
Masa itu jenis kelamin bayi belum bisa diketahui sebelum kelahirannya. Maka, nama bagi bayi pun harus dipersiapkan untuk kemungkinan dua-duanya.
 
Buat adik saya persiapan nama sudah selesai. Ia beranjak mengurus ke berbagai hal lain yang biasa diurus oleh seorang calon bapak baru. Urusan penting dan tak penting, tergantung siapa yang melihatnya. Satu hari, ia pulang dengan membawa sepasang anting-anting emas untuk calon jabang bayinya. Anting-anting polos yang diperuntukkan khusus untuk bayi. Sengaja ia pesan rupanya.
 
"Kalau yang lahir Pelangi, dua kupingnya ditindik. Kalau Perkasa, tindikan kuping di sebelah kiri saja" jelas adik saya yang kuping kirinya ada tindikannya itu.
 
"Jangan!" larang ibu kami, membuat kami semua terkejut karena ibu biasanya menganggap keputusan anak-anaknya adalah urusan anak-anaknya.
 
“Kenapa!?” protes adik saya tak suka.
 
"Mau dia perempuan atau laki-laki, kalau kupingnya hendak ditindik, harus dia sendiri yang memutuskan. Bukan orang tuanya. Sebab, itu adalah badan dia. Hak menentukan ada di dia. Seperti kamu, kan tindikan di kupingmu itu keputusanmu sendiri. Ibu nggak pernah suruh atau melarang. Jangan memaksa kehendak, donk," panjang lebar ibu menjelaskan.
 
Walhasil, tindakan tindikan tidak terjadi pada bayi yang kemudian lahir sehat itu.
 
Dan, bagi saya pribadi, sebuah rahasia yang tak pernah saya anggap sebagai sesuatu rahasia, terkuak sudah. Yaitu, kenapa kuping saya tak bertindik sampai saya berusia sekitar 8 tahun.
 
"Ya, karena ibu mau kamu yang memutuskan sendiri. Kalau ternyata kamu nggak suka, sudah terlanjur bolong, kamu dan ibu akan sama-sama menyesal," ibu saya menjawab ketika saya bertanya itukah sebabnya saya tak ditindik saat lahir.
 
Aduh, ibu nggak tau ya kalau tindikan bisa menutup sendiri.
 
Saya yang menyesal sebetulnya. Karena, ditindik itu ternyata sakit sekali. Pada masa itu, menindik kuping dilakukan secara manuai. Dengan jarum melengkung setengah lingkaran, yang badan jarumnya bersegi, tidak mulus. Bagai jahum jahit, di ujung satunya ada lubang untuk memasang benang. Menjaga lubang tindik sampai sembuh, utasan benang itu lalu dipasang di lubang tindikan.
 
Duh duh duh... Kalau dilakukan saat saya masih bayi, kan saya tak merasakan sakitnya. Tak akan ingat, tepatnya. Kelas 2 SD akhirnya saya memutuskan untuk mendidik kuping. Tidak melakukan sendiri tentunya, tapi dilakukan oleh seorang bidan kenalan keluarga. Sakitnya masih saya ingat sampai sekarang lho, sekian puluh tahun kemudian. Menjadi penyebab seumur-umur saya tak mau bertato, terbayang sakitnya pasti mirip haha...
 
Saking terasa sakitnya, saat sampai ngambeg saat ditindik itu. Ketika kuping kiri sudah berlubang, saya menolak lanjut ke kuping sebelah kanan. Sepupu yang menemani dan anak bidan, dua-duanya perempuan dan dua-duanya lebih muda setahun dari saya, harus susah payah membujuk saya yang tengah berurai air mata kesakitan.
 
"Besok aja, saya udah nggak mau!"kata tante bidan setelah saya terbujuk untuk lanjut.
 
Sekitar seminggu kemudian akhirnya kuping kanan saya berhasil ditindik. Lama ya… Karena, perlu lagi mengumpulkan nyali untuk menghadapi jarum melengkung yang bersegi itu. Selama itu, ke mana-mana saya membawa anting-anting tali yang bertengger di satu kuping. Dianggap aneh oleh banyak orang, tapi lucu buat saya.
 
Nggak malu pakai anting-anting cuman sebelah?” Entah berapa banyak yang bertanya begitu ke saya.
 
Beberapa belas tahun kemudian, muncullah trend memakai anting-anting sebelah. Sudah tak ada lagi yang bertanya seperti di atas. Garda depan banget nggak tuh saya ini...  =^.^=
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.