Suster pencabut nyawa

Suster pencabut nyawa

Kami, masing-masing perawat pekerja rumah sakit biasanya punya energi tarikan masing-masing yang berbeda dan unik. Energi tarikan itu maksudnya begini, ada perawat tertentu yang jika  bertugas  tanpa alasan yang jelas mendatangkan situasi-situasi serupa secara berulang. Ada sebagian orang menyebut sebagai “bawaan orang”. Misalnya ada perawat ketika dia  berdinas, ada saja kejadian atau situasi dimana pasien-pasien yang ada  di ruangan itu membutuhkan bantuan untuk hal yang berurusan dengan BAB. Ada yang diare,  kebetulan banyak operasi besar atau pun pemerkisaan medis yang mengharuskan  usus  dibersihkan atau ada juga  kantong colostominya bocor (colostomi adalah saluran pembuangan yang dibuat didaerah perut untung mengalirkan kotoran). Selama jam kerja berlangsung, selalu mengurusi perihal yang berkaitan dengan masalah kotoran atau pembungan. Bayangkan bagaimana aroma seragam kami ketika selesai tugas dan juga  situasi mood kami ketika itu terjadi pada shift malam. Mengurus anak sendiri di malam hari semacam ini saja terkadang masih sering menggerutu. Siapa suruh jadi perawat, kata cicak di dinding rumah sakit yang sering meledek kami.

 

Ada juga tipe perawat yang energi tarikannya mendatangkan pasien baru. Yang artinya ketika perawat ini ada dalam tim di shift kami maka dipastikan setiap ranjang yang kosong bisa terisi penuh. Entah mengapa pasien harus masuk untuk di rawat di rumah sakit seolah menunggu perawat ini bertugas. Sesuatu hal di luar jangkauan pikiran kami. Mungkin ini jenis perawat pemilik hoki besar. Bisa jadi ketika dia berdagang banyak pembeli berdatangan tanpa perlu repot berpromosi. Rumah sakit pasti merasa diuntungkan memiliki pekerja berpembawaan serupa ini. Sementara teman sekerja sering merasa kewalahan terutama ketika memulai shift malam melihat kenyataan bahwa ada banyak ranjang tidak berpenghuni. Tentulah malam itu adalah saatnya masa panen tiba.  Sementara jumlah personil malam hanya sekita 3-4 orang saja untuk bangsal berkapasitas 35 tempat tidur di tempat saya bekerja.  Sama artinya  kami tidak diijinkan untuk mengambil waktu sedikit saja duduk beristirahat saat shift malam. Makan malam pun, biasanya tidak cukup waktu bagi makanan untuk dikunyah sebagaimana mestinya apalagi menunggu makanan turun benar-benar sampai ke lambung. Dan teman-teman shift selanjutnya tidak cukup nyali untuk mengkritik kekurangan di shift kami. Mereka sudah bisa membayangkan bagaimana malam tadi kami lewati.  Menerima kedatangan pasien baru ke dalam sebuah kamar rumah sakit  tidak semanis menerima tamu ke kamar hotel. Ada pemeriksaan lanjutan yang perlu disiapkan, ada berbagai alat medik perlu dipasang, ada banyak informasi yang perlu dibagikan untuk keluarga dan pasien, ada makanan yang perlu disajikan bagi  pasien yang  belum makan dan masih banyak lagi  yang membuat tangan dan kaki kami untuk terus bergerak.  Siapa suruh jadi perawat, lagi-lagi cicak di dinding rumah sakit meledek kami.

 

Sementara ada lagi model perawat di setiap kehadirannya membawa nuansa perdamaian. Semua pribadi yang hadir hanyut dalam gelombang ketenangan. Ketika melihat teman kami ini baru saja muncul di ambang pintu bangsal, atmosfer seluruh ruangan berubah membaik.  Hawa segar seolah masuk menyertainya,  dan keberuntungan-keberuntungan baik menyertai sepanjang detik waktu berlalu. Dia seolah seperti  Midas, di setiap sentuhannya mengubah setiap rupa menjadi emas. Tidak ada peristiwa yang mengharuskan perawat bekerja terburu-buru.  Para pasien dalam asuhannya dibuat beristirahat senyaman mungkin dengan keberadaannya. Teman sekerja merasakan bekerja dengan ringan  dan suasana kerja terasa  nyaman sekali. Begitu tenangnya terkadang suasana pantry tempat para petugas menata makanan pun tidak terdengar suara piring dan sendok berbenturan. Tanda kasih, entah berupa karangan bunga, makanan dan tanda mata lainnya berdatangan di meja perawat dengan berlimpah. Sampai hari ini pun saya masih mengingat sosok teman ini, dimana saya pernah bersama melewati shift malam yang sangat smooth tanpa satu pun bel kamar pasien terdengar. Semua pasien dan keluarga dibuat tidur lelap sampai pagi tiba. Bahkan terkadang komplain yang datang sekalipun perlu di tunda sampai jam kerja  perawat ini berakhir.  Saat bekerja sama dengan kawan seperti ini adalah saat dimana kami merasa bekerja sebagai perawat itu sungguh menyenangkan.  Mungkin dia memiliki ilmu sihir, kata cicak di plafon bangsal karena tidak bisa meledek kami.

 

Lain lagi dengan energi tarikan saya.  Lumayan berbeda dan cukup unik. Bagaimana tidak unik jika hampir banyak pasien sakratul maut sering kali perlu menunggu saya bertugas untuk bisa bertolak ke rumah Tuhan. Dari seringnya peristiwa ini hadir dalam shift dimana saya ada, menjadi alasan mengapa teman-teman menyebut saya suster pencabut nyawa. Mulanya saya gerah dengan sebutan ini. Seolah sayalah penyebab pasien berhenti bernafas. Ketika ada salah seorang pasien dengan kondisi menurun, nafas berat, tekanan darah sudah sangat rendah, badan sudah dingin lagi pucat tapi lama belum juga berangkat,  begitu saya muncul untuk menggantikan shift, teman-teman sepakat mengatakan:”Wah, ini dia yang ditunggu”. Dengan nada bercanda.

 

Karena situasi seperti ini hadir berulang, lama-kelamaan saya menerima apapun asumsi itu. Dan herannya selama 10 tahun saya bekerja di rumah sakit satu-satunya pelatihan yang pernah diberikan rumah sakit pada saya adalah pelatihan tentang pasien terminal care (perawatan pada pasien yang sudah memasuki masa akhir hidupnya). Dalam hati mungkin memang karena ilmu ini ada pada saya maka sudah selayaknya diaplikasikan supaya tidak mubazir. Sudah menjadi tanggung jawab bagi orang yang menerima pengetahuan ini.  Atau bisa jadi pasien-pasien itu merasa nyaman menghembuskan nafas terakhir di tangan saya. Entahlah. Yang pasti, dengan seringnya kesempatan  saya hadir  di nafas paling akhir pasien sampai jasad mereka rapi untuk  diantar ke kamar jenazah ataupun di bawa pulang ke rumah, ini menjadi bekal istimewa  ketika tiba giliran saya  mendampingi orang tua sendiri di akhir masa hidup mereka.

 

Tidak semua orang, memiliki banyak kesempatan bisa hadir dan ada di pinggir tempat tidur pasien untuk menyaksikan nafas terakhir  dari kehidupan seseorang, perawat dan keluarganya sendiri sekali pun. Semua yang datang dalam hidup kita adalah anugerah yang hadir atas undangan kita, baik secara sadar ataupun tidak. Ada yang diijinkan Tuhan hadir sebagai anugerah untuk menutrisi segala keberadaan kita.  Ada juga yang diijinkan Tuhan hadir ke dalam hidup kita sebagai anugerah untuk menjadi sebuah kesempatan belajar tentang kehidupan yang perlu kita selesaikan.  

 

 Catatan perawat di ruang tunggu.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.