Selamat, Selamat Tinggal

Ketika sebuah keyakinan menjadi penghalang sebuah hubungan antara dua anak manusia.

Selamat, Selamat Tinggal

Pertama kali mengenalnya saat aku masih duduk di bangku SMP. Kelas 1. Aku yang kebagian masuk siang karena ruangan kelas yang gak cukup untuk menampung muridnya, harus merelakan belajar dari siang sampai sore hari. Ketika aku lewat didepan sebuah kelas 3, di balik jendela aku menemukan sosoknya.

Matanya begitu tajam menatapku namun ada sinar kelembutan terpancar dari wajahnya. Ada perasaan aneh yang mengalir di dada. Apalagi ketika sebuah senyuman mulai merekah di balik bibir mungilnya. Aku jadi bersemangat setiap akan berangkat sekolah. Karena aku tahu, aku akan melihat sosoknya. Lelaki pertama yang membuatku tak pernah berhenti memikirkannya, membayangkan wajah, senyum dan tatapan matanya.

Bahagianya aku ketika aku berhasil berkenalan dengannya dan akupun mendapatkan kode - kode rahasia yang menyiratkan perasaan sukanya padaku. Hingga pada suatu hari tercetuslah kalimat bahwa aku adalah pacarnya. Walau hanya bisa melihatnya dari balik jendela tempatnya duduk, aku akan sangat bahagia. Pacaran ala anak SMP dijamannya. Gak ada handphone yang bisa dihubungi kalau lagi kangen dan gak ada chatting via whatsapp untuk berbagi cerita.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun yang artinya waktunya pindah sekolah. Sedih karena aku harus merelakan kehilangan momen melihat sosoknya. Aku ingat lagu yang kupilih saat lomba menyanyi antar kelas saat itu. Pergilah kasih dari almarhum Chrisye. Aku menyanyikannya dengan penuh penghayatan. Karena aku bisa merasakan apa yang dialami si penulis lagu. ???? ... pergilah kasih kejarlah keinginanmu semasih ada waktu jangan hiraukan diriku aku rela berpisah demi untuk dirimu semoga tercapai sgala keinginanmu ...

Tapi takdir berkata lain dalam rentang jarak 3 tahun. Tuhan kembali mempertemukanku denganmu. Pada acara ulang tahun SMAmu dan aku diajak seorang teman baikku kesana. Cinta lama bersemi kembali mungkin itu adalah kalimat yang cocok untuk menggambarkan bagaimana perasaan kita berdua saat itu. Walau berbeda SMA, tak menyurutkan keinginanmu untuk kembali menjalin kasih denganku.

Sampai akhirnya tiba saat kamu harus melanjutkan ke perguruan tinggi di seberang pulau. LDR pun kita jalani. Aku yang harus merelakan jatah uang jajanku untuk membayar telepon di wartel agar bisa berbagi cerita dan mendengar suaramu karena saat itu di rumahku belum ada telepon. Aku yang harus menunggu sampai 6 bulan hanya untuk melihat wajah, senyum dan tatapan matamu yang selalu membuatku tenang. Aku yang harus bersabar menunggu balasan surat darimu karena kesibukanmu belajar, pratikum dan mengerjakan tugas - tugas kuliahmu.

Saat kamu Yudisium dokter muda, aku bahagia karena aku bisa mendampingimu. Perjalanan ujian cinta kita masih panjang, karena kamu masih harus menyelesaikan masa - masa praktekmu di tiap bagian. Hingga akhirnya aku menyerah.

“Aa, Ai mau minta tolong. Aa mau kan nolongin. Janji ya mau menuhin permintaan Ai,“ bujukku pada suatu hari saat kita sedang mengobrol di telepon.

“Aa janji. Katakan apa yang ingin Aa lakukan untukmu? “ tanyanya tanpa nada curiga.

“Putusin Ai, Aa, “ kataku singkat.

“Kenapa Ai minta Aa melakukan itu. Ai tahu kan kalau Aa sayang sekali padamu. Apa salah Aa,“ tanyamu dengan kesedihan yang tak dapat kamu sembunyikan.

“Gak ada salah apa - apa. Tapi Aa sudah janji mau mengabulkan permintaan Ai,“ aku masih berusaha membujuknya.

“Ya, Aa tau. Aa sudah berjanji. Akan Aa lakukan. Asal Ai bahagia, “ jawabnya.

Berhari - hari setelah kejadian itu jangan tanya berapa kali dia mencoba menelponku. Mengajak aku bicara. Membeberkan rencana masa depannya bersamaku. Tapi aku tetap bertahan dengan pendirianku.

Sampai bertahun - tahun kemudian takdir mempertemukan kami kembali setelah kami sama - sama memiliki pendamping hidup. Ada perasaan mengganjal dalam benakku, kenapa dia tidak pernah bertanya apa alasan di balik kepergianku dari sisinya. Daripada aku hanya memendam sendiri alasan itu, akhirnya pada suatu hari aku memberanikan diri mengatakannya.

“Maafkan aku atas sikapku dulu yang meninggalkanmu secara tiba - tiba dan tanpa alasan yang jelas. Aku hanya ingin kamu tahu, alasan sebenarnya adalah orang tuaku yang hanya menginginkan menantu dari keturunan Tionghoa yang berdomisili di Bali. Alasannya agar jika kelak terjadi sesuatu padanya, dimana aku adalah satu - satunya anak yang dimilikinya, maka dia akan tenang meninggalkanku karena ada aku yang akan mengurus dan mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhirnya,“ aku berusaha menjelaskan padanya agar beban yang selama ini mengganjal di hatiku menjadi lebih ringan.

“Yang lalu biarlah menjadi kenangan. Aku akan berbahagia jika melihatmu selalu sehat dan bahagia,“ jawabmu.

Akhirnya pertahankupun bobol. Air mata yang kutahan sejak tadi mengalir tanpa bisa aku cegah. ???? ... andai dulu kau tak pergi dari hidupku tak kan mungkin kutemui cinta yang kini kumiliki cinta yang menerima kekurangan dan merubah caraku memandang dunia andai dulu kupaksakan trus bersamamu belum tentu kisah kita berdua berakhir bahagia kisah yang mendewasakan kita berdua meski lewat luka satu hal yang kini aku mengerti meski berat bibir ini mengucap akan selalu ada kata selamat dalam setiap kata selamat tinggal ... AVSW. 130320.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.