Kutunggu Kau di Ujung Parau

Kutunggu Kau di Ujung Parau
Image by pixabay.com

Satu ketika Sekar termenung, di ujung mendung bersenandung, sebuah kinanti tenangkan hati.

 

Kubenci lama menunggu

Lelaki pujaan hati

Tak pernah kah kau merasa

Betapa beratnya hari

Kutahu akan bahagia

Kau tak akan ingkar janji

 

Menghabiskan malam bersama hembusan angin yang tak bersahabat, sungguh menipiskan niat Sekar.

Kurang cantik apa aku?. Kurang apa sebenarnya aku? Hingga Hario enggan mendekat. Mulut kecil Sekar tak hentinya mengomentari dirinya sendiri. Hario yang sangat dia puja, seperti menjaga jarak dengannya.

 

“Hei, dia bukan enggan mendekat.” Angin berseloroh.
“Lantas, alasan apa yang dapat aku terima?”

“Teragungkanlah sebuah cinta karenanya. Begitu hati-hati dia labuhkan hati.”
“Maksudmu?. Aku perempuan sembarangan?”

“Bukan, dia hanya tak ingin menyakiti hatimu untuk yang berikutnya.”

 

Menitik air mata karena cinta

Byakta, panjenengan membuat buta

Tinggalkan, bila membuat terluka

Nda, iki tetesan citrapata

 

Tepuk-tepuk pundak kau tepuk

Kecup-kecup kening kau kecup

Hasratku kau buat hidup

Citaku kau buat berdegup

 

 

Akulah perempuan paling beruntung, ketika luka sudah melekat kuat. Kau datang mengikis tipis.

Pelan, perlahan tapi pasti. Kau beri sebaris janji.

Aku tak mengiyakan, namun kubawa barisan janjimu dalam doa kuatku.

 

_Rembulan hembuskan mantra_

 

Was wes wos, was wes wos

Huoooo manusia gembos

Semburkan segala cerocos

Kutampung lalu kujotos

 

“Hey bulan, bagian mana yang akan kau jotos?. Kasar sekali. Kau pikir aku sedang bermain tinju.”
“Ah, kau ganggu aku punya mantra. Ini mantra paling hebat biar jos menerobos.”
“Menerobos?. Kamu bicara apa sih?”
“Ah sudah-sudah, maumu Hario datang bukan?. Mantraku akan membawanya padamu.”

 

Aku tak punya nyali

Apalagi taji

Tapi aku punya hati

Yang patut diberi arti

 

Kelak akan bicara restu

PadaNya yang satu

Bahwa akan terbuka kartu

Perihal doa yang membuat padu

 

Perasaaku membumbung, bergejolak saling menyalak. Sungguh aku terlalu gembira, rupanya tangan tak bertepuk sebelah.

 

_Kulangkahkan kaki sedikit menghentak_

Prak…hei tanah aku tak  keliru membusur panah

Prak…hei malam aku tak keliru meniada kelam

Prak…hei angin aku tak keliru mengumbar ingin

Prak…hei bulan aku tak keliru memanggil tuan

 

 

Selarik lirik telah kukikir. Kutandai lalu kuberi janji. 

Hei kamu suatu hari nanti aku akan bawa kamu kembali. Tidak sendiri namun ada teman yang ikut berdiri.

 

 

#Bandung, 27 Mei

 

 

 

 

 

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.