Dunia Sara

Dunia Sara
Sumber : pixabay

        Udara pagi yang dingin menahan Sara di atas  tempat tidur. Selimut merah bermotif bunga semakin rapat dilekatkan ke tubuhnya. Desah nafas lembut di sisinya menyadarkannya kalau ia tak sendiri melewati putaran waktu hari demi hari. Ada Tiara, gadis kecilnya yang akan segera beranjak remaja. Didekapnya erat Tiara yang masih terlelap dan ia merasakan kehangatan mengaliri tubuhnya.

Alarm HP berbunyi panjang dan berulang-ulang. Sara tersentak sesaat, menatap sekilas ke arah jam dinding lalu segera melompat turun dari tempat tidur sambil mengusir kantuk yang memberati kedua matanya. Kepalanya sedikit pusing ketika ia memaksa membuka kedua matanya. Kalau saja Bram tidak menelponnya tengah malam tadi, rasa kantuk seperti ini tak akan menyiksanya.

Seperti robot yang sudah diprogram untuk melakukan pekerjaan harian secara teratur dan berurutan, Sara mulai mematikan lampu depan, samping dan belakang. Setengah berlari Sara mengangkat keranjang pakaian kotor lalu menuangkan ke mesin cuci di samping dapur. Ketika mesin cuci mulai bekerja, ia menyalakan kompor di dapur. Apinya perlu waktu beberapa saat agar merata dan nyalanya biru. Sambil menunggu api kompor siap, Sara membuka kran dan memenuhi cerek dengan air. Setiap pagi Tiara perlu air panas untuk mandi. Tiara akan dibangunkan setelah air dituangkan ke ember dan handuk disiapkan.

Di dapur ada banyak yang harus dilakukan Sara. Setelah merebus air, ia  memasukkan beras ke magic com lalu menekan tombol cook. Sementara itu di tempat cuci piring sudah bertumpuk piring dan gelas kotor yang tak bisa dibiarkan begitu saja. Dengan cepat Sara membereskannya. Waktu yang terus berjalan memaksanya lebih cepat menyiapkan sarapan dan bekal sekolah. Untunglah tiap malam semua sudah disiapkan. Sayur yang sudah dipotong dan bumbunya sudah siap dan disimpan di kulkas. Sara juga sudah menyiapkan kroket ayam tadi malam untuk bisa digoreng paginya sebagai bekal sekolah Tiara.

Karena sarapan Tiara yang diutamakan, ia rela menunda waktu mandi sekembalinya dari mengantar Tiara ke sekolah.  Jika ia harus berbelanja dulu ke pasar, waktu mandi akan tertunda lebih lama lagi. Biasanya dilakukan terburu-buru karena dikejar waktu. Akhirnya ia berangkat ke tempat kerja tanpa sempat sarapan tetapi setangkup roti tawar berlapis selai dan kotak bekal makan siang tak pernah lupa dimasukkan ke dalam tasnya.

            Hidup Sara berjalan rutin dari rumah, pasar, sekolah Tiara dan kantor tempatnya bekerja. Tempat lain yang sering disinggahi adalah mall dan rumah makan. Ke mall untuk berbelanja bulanan sambil cuci mata melihat-lihat barang bagus. Ke rumah makan biasanya seminggu sekali untuk mencoba makanan yang berbeda dengan masakan rumahan. Tiara memang doyan makan dan menjadikan makan sebagai hiburan. Sesekali ia juga mengajak Tiara berenang atau berkunjung ke rumah saudara-saudaranya di luar kota. Namun semua itu tak membuat hidupnya menjadi lebih bergairah dan menyenangkan. Selalu terasa ada yang kurang karena ia menjalani hidup hanya berdua dengan Tiara.

”Yang sabar ya, ” begitulah yang diucapkan Tante Mira setiap Sara bertandang ke rumahnya pada hari lebaran. Sudah lima kali kalimat yang sama mampir di telinganya. Seperti biasanya, ia hanya tersenyum menanggapinya lalu membiarkan Tante Mira memeluk dan menciuminya sambil menahan air mata. Bagi Tante Mira, keadaan yang dialami Sara adalah cobaan hidup meskipun Sara tak menganggapnya begitu.

        Menjadi single parent memang tidak mudah tetapi itu telah menjadi pilihan Sara ketika memutuskan untuk bercerai dari suaminya. Rasa sepi memang terasa amat menyiksanya setelah bercerai, apalagi ia tak  punya banyak teman, kecuali teman kerja dan teman-teman kuliahnya dulu. Selalu ada rasa enggan untuk berhubungan dengan orang baru, bahkan dengan tetangga di kiri kanan rumahnya ia pun tak terlalu membuka diri. Setiap orang nampaknya selalu ingin tahu banyak tentang kehidupan pribadinya baik di masa lalu maupun saat ini tetapi ia tak ingin membagi kisahnya. Satu saja orang yang tahu tentang dirinya bisa dipastikan dengan cepat kisah hidupnya  akan menyebar ke banyak orang lainnya. Biarlah kehidupannya tetap menjadi rahasianya sendiri.

         Cyber world justru membuat Sara merasa nyaman untuk membuka diri. Di sana ia menemukan banyak teman baru, termasuk Bram yang beberapa kali menelponnya. Tadinya ia mengira tak akan pernah bertemu dengan mereka di alam nyata. Ternyata  ia salah. Mereka tak puas hanya tinggal di alam maya dan dikenal sebatas ID. Mereka bisa  menjadi nyata dengan real name dan nomor HP. Beberapa di antara mereka pernah mengajaknya bertemu tapi lebih banyak yang hanya ingin dikenal sebatas nama dan suara. Sampai sekarang ia pun belum tahu bagaimana wajah Bram meskipun mereka sudah lama kenal. Bram dan Andi adalah teman yang paling lama bertahan. Mereka memang tidak sering menelpon tetapi selalu  siap membantu jika dibutuhkan. Kadang Sara lupa mengenali suara mereka di telpon jika terlalu lama tidak ada kontak dengan mereka tetapi ketika Sara kesulitan keuangan mereka mentransfer uang ke rekeningnya dan tak pernah menganggapnya sebagai pinjaman yang harus dibayar Sara.

            ”Jangan dilihat jumlahnya tetapi perhatian dari seorang teman,” begitu yang diucapkan Andi beberapa waktu yang lalu setelah mentransfer lima ratus ribu ke rekening Sara. Waktu itu Sara mengeluh karena sudah tiga bulan tidak menerima gaji. Ketua yayasan tempatnya bekerja mengira ia akan ditarik ke kantor pusat sehingga pembayaran gaji juga harus ditangani pusat. Itulah yang membuatnya menyuruh bendahara menghentikan gaji Sara untuk sementara sampai mendapat kejelasan status.

            Bram juga pernah meminjaminya uang ketika Sara harus membayar uang daftar ulang Tiara tetapi sayang sekali uang itu hilang sehari setelah diambil dari ATM.  ”Mungkin memang harus begitu jalannya,” kata Bram menenangkan, ”Aku tidak mengharapkan kamu mengembalikannya. Melihat anakmu sukses nanti,  aku juga ikut bahagia,” lanjutnya.

            Bram sudah beristri dan mempunyai tiga orang anak tetapi pekerjaan membuatnya lebih sering berada jauh dari keluarga. Tak banyak yang diceritakan Bram kepada Sara selain pekerjaan dan kerinduannya pada anak istrinya. Tak beda jauh dengan Andi yang harus bekerja berpindah-pindah berdasarkan kontrak bahkan pernah mendapat satu tahun kontrak kerja di Singapura. Bedanya, Andi duda satu anak yang menganggap menikah itu tidak terlalu penting. Kesibukan kerja dan bersosialisasi dengan teman-teman dalam berbagai kegiatan nampaknya telah menyedot habis seluruh waktu dan  energinya. Sara lebih sering mendengar Andi bercanda kalau menelpon tetapi lewat WA kadang ia juga mengaku merasa sepi menjalani kehidupan seperti itu.

         Selain mereka, Sara juga punya beberapa teman lain yang tadinya sangat sering berinteraksi dengannya lewat  WA, telpon dan chatting lalu lama-lama mereka menghilang. Tak bisa lagi dihubungi dan tak pernah lagi on line, seperti tenggelam ke dasar bumi. Padahal Sara sudah terlanjur merasa dekat dengan mereka sehingga merasa nyaman menceritakan apa saja dan menumpahkan semua perasaan yang mengganggunya. Terputusnya kontak dengan mereka membuat Sara merasa kehilangan sesuatu yang telah mengisi hatinya dan menguatkan langkahnya

            Sara masih menyimpan WA dari Dion yang menjadi awal pertemanan mereka.  I am here for you if you need a friend to talk. You could share anything with me. Begitu menentramkan hati membacanya seolah Dion memang teman yang sesungguhnya di alam nyata. Sayangnya Dion hanyalah penghuni alam maya yang bisa datang dan pergi sesukanya. Kini ia tak inginkan Sara menempati salah satu ruang kehidupannya.

            . Apakah perlu mencari penggantinya? Tak banyak lelaki yang dengan tulus bersedia menjadi teman seorang janda sepertinya. Stigma bahwa janda adalah perempuan kesepian yang butuh lelaki ternyata masih tak terhapuskan hingga kini. Ada beberapa teman chatting yang masih meyakini stigma itu melekat pada diri Sara.

Pernah ada seorang gigolo yang mencoba merayunya dan memoroti uangnya dengan menjual kisah sedih. Ada juga yang terobsesi untuk menjalin hubungan dengan perempuan yang lebih tua dan ingin sekali bisa bertemu Sara untuk memenuhi obsesinya itu. Ia juga berkenalan dengan seorang suami yang tersiksa karena selama lima tahun pernikahannya sang istri tak pernah bisa melayaninya di tempat tidur. Lalu entah sudah berapa banyak yang mencoba mengajaknya phone sex .

Beberapa lama Sara sempat berhenti dari kesenangannya mencari teman di chat room. Lebih banyak orang bermasalah ditemukan di sana. Mereka mencoba mencari tempat untuk mengadukan semua kisah uniknya dengan orang-orang yang tak akan dijumpainya di alam nyata.  Sepertinya mereka dengan sengaja melakukan terapi penyembuhan untuk berbagai masalah yang membebani hidupnya dengan cara mengungkapkannya kepada orang lain yang tak dikenalnya.  Sama seperti yang sedang dilakukan Sara  sampai saat ini.

Hampir tiap hari Sara melakukan akses internet sehingga kesempatan untuk chatting selalu ada jika ia menginginkan. Siang ini ia men-down load informasi tentang penelitian gender yang dilakukan LSM perempuan. Cukup banyak  dan membosankan. Leher dan punggungnya terasa pegal karena terlalu lama duduk di depan komputer.

Godaan untuk chatting datang lagi. Di friend list terlihat satu ID yang on-line. Ia lupa nama si pemilik ID itu hingga harus berkenalan lagi. Ketika  Aldi menyebutkan tempat kerjanya, ia teringat pada Tristan, mantan pacarnya semasa kuliah dulu yang juga bekerja di perusahaan yang sama. Perusahaan itu sangat besar sehingga Aldi tidak bisa mengenali semua karyawan di sana tetapi ia berinisiatif mencari nama itu di data base. Ia memberi nomer telpon kantor cabang tempat Tristan bekerja dan menyuruh Sara menelponnya. Semula Sara meragukannya apakah itu betul Tristan sampai Aldi harus meyakinkannya dengan membacakan semua data pribadi Tristan termasuk mendeskripsikan bagaimana orangnya. Aldi akhirnya juga mau memberikan nomer HP Tristan agar Sara bisa menghubunginya secara pribadi.

Sekitar tujuh belas tahun yang lalu Sara dan Tristan pernah menjalin  cinta jarak jauh. Perkenalan mereka terjadi ketika Sara menerima surat dari Tristan yang memberitahukan kalau naskah cerpen Sara yang dikirim ke sebuah majalah remaja di Jakarta nyasar ke alamat  rumah Tristan. Mereka berkenalan lalu mulai sering berkirim-kiriman surat dan saling menelpon hingga akhirnya mereka berjanji bertemu di Jakarta ketika liburan semester tiba. Pertemuan itu menumbuhkan rasa saling tertarik di antara keduanya yang berlanjut pada sebuah komitmen untuk menjadi sepasang kekasih meskipun mereka terpisah jarak antara Jakarta dan Yogya.

 Sara menyukai Tristan dengan alasan yang sangat sederhana yaitu karena Tristan calon insinyur teknik, bertubuh atletis dan menguasai  bela diri. Kualitas yang dimiliki Tristan ternyata tidak cukup untuk menyatukan hati mereka lebih lama. Pertemuan-pertemuan berikutnya yang terjadi baik di Yogya maupun di Jakarta lebih sering diwarnai dengan pertengkaran dan kekecewaan di hati Sara. Tristan selalu mengatur semuanya agar sesuai dengan kehendaknya termasuk cara berpakaian Sara. Selain itu ia terlalu banyak membual tentang kekayaan orang tuanya dan prestasi akademisnya di kampus. Semua itu telah membukakan mata Sara bahwa Tristan bukan pasangan yang tepat untuknya. Kisah mereka pun berakhir setelah Tristan menggantungkan hubungan lebih dari setahun namun mereka masih bertemu  sebulan sebelum Sara  menikah dengan Remo.  

       Sara memandangi nomer HP Tristan yang telah disimpan di HP-nya beberapa menit yang lalu. Bayangan masa lalu yang berkelebat dalam ingatannya membuatnya ragu untuk menghubungi Tristan. Untuk apa ia memasuki kembali kehidupan Tristan? Lelaki itu pasti sudah berkeluarga dan memiliki beberapa anak. Biarlah Tristan dengan kehidupannya sendiri. Sara juga tak menganggap Tristan  cukup berharga untuk menjadi sahabat  tempat berbagi atau  berkeluh

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.