Maafin aku Pler
"Praaang...." "apaan tuh", terdengar suara benda pecah di luar teras rumah. Langsung saja aku bangun dari kasur, menuju pintu rumah dan membukanya. "Astaga..... kampret.. kampret... busyet santai banget lagi". Otak segera berpikir, enaknya diapain nih makhluk, udah dikasih makan tapi kelakuannya selalu bikin jengkel. Muntah sembarangan, sepatu dijadiin sasak, handuk di jemuran dikencingin dan sekarang... "dasar". Sambil mengingat dosa-dosanya, pandanganku tertuju pada sapu ijuk yang tersandar pada jendela kamar bagian luar, segera saja kuraih dan kupukulkan padanya yang masih bersantai di atas meja, seolah ga terjadi apa-apa. Sambil mengeram... "uuggh.... rasain nih..." "puk..." "ngeong...ngeong" ia melompat turun.... aku kejar... "puk..puk..." sambil berlari, sapu terus aku pukulkan, cepat sekali ia berlari ke arah jalan depan rumah lalu menghilang entah kemana.
Setelah kejadian itu, aku segera membereskan asbak rokok yang sudah hancur berantakan dan puntung rokok yang bertebaran di teras rumah dengan suasana hati yang masih dongkol. Ini asbak favorit jika sedang nongkrong di teras rumah sambil ngopi dan mengisap rokok bareng temen-temen satu komplek, terbuat dari kaca dengan ukuran yang lumayan besar, kira-kira diameternya 22 cm. Beli online beberapa bulan lalu. Mungkin karena ukurannya yang besar sehingga si pelaku perlu menggesernya agar ia tidak terganggu menikmati tidur malamnya di atas meja bertaplak hangat yang diameternya hanya 60 cm.
Seekor kucing yang entah dari mana datangnya sejak beberapa bulan lalu sering menyambangi rumahku melepas lelah di depan rumah dan akhirnya menetap. Kadang ia tiduran di meja, kursi, lap kaki, ubin, sepatu, sendal, di bawah mobil, dan yang menyebalkan, dia tidur juga di atap mobil menyisakan bulu-bulu halus yang rontok. Ada beberapa kucing yang selalu menyambangi rumahku. Mereka datang dan pergi... ada yang aku beri nama abu janda... warnanya abu-abu mirip kucing persia, terlihat dia seperti kucing rumahan, mungkin karena sudah tua dan sering kabur, orang yang memilikinya sudah tidak mau lagi merawatnya. Sudah lama dia tidak terlihat, mungkin sudah pass away. Untungnya dia termasuk kucing yang ga banyak tingkah.
Berbeda dengan kucing yang satu ini, dia sok-sok akrab tapi menyebalkan dan sepertinya dia berpikir bahwa ini adalah rumahnya, dia adalah piaraan kami, kalau bisa dikatakan demikian. Begitu aku atau anggota keluargaku membuka pintu dia langsung menghampiri, mengeong-ngeong memelas, meminta jatah makan. Aku dan keluarga memang punya kebiasaan suka membuang sisa makanan di depan rumah. Karena tau sering ada kucing yang lewat atau bertamu ke rumah. Biasanya tulang ayam, kulit ayam atau kepala dan tulang ikan. Namun yang aneh dari kucing satu ini, dia tidak begitu menyukai kepala ikan apalagi tulang ayam, seringkali dia tinggalkan saja makanan itu dan kembali mengeong memelas. Suatu waktu aku beri dia sisa roti, dan dia ternyata sangat suka. Sempat aku ceritakan kepada tetangga depan rumah. Kata dia... "kucing itu sudah tua, jadi sudah pikun" "dia ga tau lagi aroma ikan atau ayam". Aku tertawa saja mendengarnya.
Seperti yang tadi aku ceritakan, biasanya aku beri nama kucing-kucing itu, ada abu janda, ada si mongki karena bulunya kuning-kuning keemasan. Si mongki ini yang pertama sering menghabiskan waktu di rumah. Dia makan apasaja yang kita berikan. Pernah suatu waktu aku pulang dan jarak rumah masih aga jauh, kebetulan aku melihat dia berlari dengan kencang sekali kembali ke rumah. Setelah sampai, seperti biasa dia lansung menyambut dengan suara ngeongnya. Nah yang satu ini tidak aku beri nama, bulunya putih hitam dengan warna putih yang lebih dominan, tetangga depan rumahku suka memanggil dia "Pler". Ntah dari sudut pandang apa dia yang memanggilnya seperti itu.
Sampai hari ini Pler (kita sebut saja seperti itu) masih berkeliaran di depan rumah dengan perilaku yang sama. Menariknya, sekarang dia punya temen atau mungkin lebih tepat saingan. Seekor kucing kecil yang mungkin baru berumur 5 bulan. Kucing ini lahir dari seekor kucing yang bernama Cici, kucing tetangga sebelah rumah yang sudah beberapa waktu pindah karena kontrakannya habis. Cici beranak dimana? aku ga tau, yang jelas setelah melahirkan dia membawa kedua anaknya ke celah sempit di bawah triplek bekas meja pimpong yang kusandarkan di sisi tembok garasi mobil. Kedua anaknya ini sering bermain di bawah mobilku, sesekali pula menampkan diri di depan teras rumah. Suatu hari, ketika sedang bermain di teras rumah aku iseng-iseng mengejar ingin menangkap salah satu dari mereka. Keduanya lalu berlari ke bawah mobil. Yang membuatku heran, aku coba melihat ke bawah kolong mobil, mereka tidak ada di sana. "Mungkin mereka memanjat dan bersembunyi di celah-celah bagian bawah rangka mobil" pikirku dengan asumsi ukuran tubuh mereka masih kecil, jadi masih muat.
Dari keduanya, sekarang yang tersisa hanya satu, itulah yang menemani si Pler. Cici masih sesekali terlihat di depan rumah, aku perhatikan sudah bunting lagi. Kemarin ga sengaja aku membuka lemari pakaian, tiba-tiba si Cici melompat keluar. "Aduh aduh...." kapan masuknya dia, memang lemari pakaian itu ga bisa sepenuhnya tertutup karena sudah reyot, dan sepertinya dia mencari tempat ternyaman untuk beranak lagi.
Pagi, siang, sore bahkan sampai malam selalu dipenuhi dengan kehadiran mereka di depan pintu takkala pintu rumah di buka. Yang kecil sudah mulai berani masuk melewati batas pintu rumah namun masih terlihat was was. Pler hanya duduk menunggu sambil mengeong pelan. Dulu Pler kelakuannya sama, tapi sejak kejadian dia memecahkan asbak dia sedikit lebih sopan. Si Kecil ini ternyata juga lebih galak dan beringas, jika aku lemparkan sisa makanan dia langsung menggigit makanan itu dan sedikit menjauh untuk melahapnya. Pler hanya memperhatikan lalu beranjak lagi ke depan pintu kemudia mengeong pelan. "Jangan-jangan si Kecil ini anak dia dari hubunganya dengan Cici". Begitu pikirku. Dia selalu mengalah dalam urusan berebut makanan. Atau mungkin... karena dia sudah pikun seperti kata tetangga depan.
Lambat laun si Kecil ini sudah mulai berulah... yang paling menjengkelkan dia buang kotoran sembarangan bahkan sepatu yang lupa dimasukin ke dalam rumah dijadikan tempat dia kencing, tempat sampah isinya diberantakin. Istriku terlihat sangat kesel melihatnya namun tidak bisa berbuat apa-apa selain membersihkan kotorannya dan merapihkan kembali tempat sampah yang sudah berantakan. Sesekali dia melihat aku atau anakku yang nomor dua memberi mereka makan di teras rumah, dia lansung teriak.... "kasih makannya di luar pagar aja"... "Nanti sisa dan bekas makannya berantakan".
"Ampun ah"... "Mau diapakan kucing-kucing ini", gumanku dalam hati. Aku bukan termasuk orang yang suka memelihara kucing, tapi juga tidak membenci mereka. Mereka datang karena butuh makan dan kebetulan kami suka memberi mereka makan walaupun itu hanya berupa sisa makanan. Kadang aku usir mereka dengan menghentakkan kaki atau pintu rumah segera aku tutup. Mereka seolah-olah tau jika aku atau yang lain di rumah ini sedang makan. Dan jika pintu rumah terbuka mereka tiba-tiba sudah berada di sana dan mengeong pelan. Saat itulah kadang muncul perasaan jengkel, rasanya kehadiran mereka cukup mengganggu.
Walaupun kadang mereka sangat mengesalkan dan mengganggu dengan tingkahnya, toh mereka juga makhluk ciptaan Tuhan. Dalam al Qur'an surat ad Dhuhah ada sebuah ayat yang terjemahannya begini "Adapun terhadap orang peminta-peminta janganlah kamu menghardiknya". Pler, si Kecil dan kucing-kucing lain yang suka meminta mungkin termasuk dalam golongan ini walaupun mereka bukan manusia sebagaimana yang ayat ini maksudkan. Menghardik saja tidak diperbolehkan apalagi lebih dari itu. Menyesal saya pernah memukul si Peler. "Aku minta maaf ya Pler"
Pranng.... tiba-tiba terdengar suara pecah dari arah dapur, Pler sekelebat kilat berlari melewatiku saat menuju dapur. Dan.... "kucing sialan..... Plerr.... kamprettttttttt...."
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.