Abah, Abang, Adek

Saya adalah Ibu RT dengan 3 anak cowok. 2 usia remaja dan 1 balita. Di rumah saya dipanggil ibu, dan bapaknya anak-anak dipanggil abah.
Dulu sebelum anak pertama lahir, kami sepakat ingin dipanggil ayah & bunda. Karena zaman itu ayah-bunda adalah panggilan yang paling hits. Kebetulan sayapun berlangganan Majalah Ayah Bunda pula. Jadi rasanya pas aja gitu hihi.
Tapi putra pertama kami - Bang Fathir- waktu kecilnya susah banget panggil ayah-bunda pada saya dan bapaknya. Tiap saya ajari kata 'bunda', Bang Fathir kecil selalu bilang, “buuuuuuu…buuuu." Begitupun setiap diajari kata 'ayah', Bang fathir cuma bisa bilang, “baaaaahhhh....baaahhhh."
Lebih dari 2 tahun kami menunggu dipanggil ayah-bunda tapi tidak terwujud juga. Abang Fathir memang agak sedikit speech delay. Akhirnya saya dan bapaknya mengalah. Kami memutuskan untuk merubah panggilan kami menjadi abah & ibu. Kalau kata teman-temanku mah jadi turun level gitu hehe.
Singkat cerita, saya hamil lagi. Menjelang kelahiran anak ke-2, Bang Fathir kecil yg mulai cerewet bilang pada saya, “Aku mau dipanggil abang aja”. Waktu itu umurnya 4 tahunan. “Kenapa ga Aa aja? lebih keren,” tanya saya. Secara kami keturunan Sunda. “Ga ah, Aa mah kiciiiilllllll, kalau Abang besssuaaaaaalllll," jawabnya sambil mulutnya monyong dan tangannya yang mungil membentuk lingkaran besar. Mungkin karena tempat tinggal kami di Riau saat itu panggilan “Abang” lebih familiar di telinganya. Tidak lama kemudian Bang Fathirpun resmi dipanggil “Abang” setelah kelahiran adiknya -Karan.
Tahun berganti tahun, Bang Fathir dan Adek Karan tumbuh menjadi anak remaja yang punya karakter berbeda. Yang satu bawel, yang satu pendiam dan cuekan. Umur saya dan Abahpun sudah gak bisa dibilang muda lagi. Semua berjalan ok dan lancar sampai saya… hamil lagi!.
Abah syok ga mau ngomong 3 hari setelah mendengar kabar kehamilan saya. Begitupun Abang Fathir, dia selalu protes, “aduh kenapa sih Ibu mau punya dede lagi?, abang kan udah besar, malu lah sama teman-teman. Lagian punya satu adek aja abang udah pusing. Abang ga mau punya adek lagi pokoknya, riweuhhhh!!” Katanya berulang kali.
Kalau Adek Karan cool aja mendengar kabar kehamilan saya. Sebodo aja gitu.
Menjelang kelahiran anak ke-3, semua orang di rumah mulai bisa menerima kenyataan bahwa akan ada bayi baru lagi, adik kecil di rumah. Abah sudah mempersiapkan 2 nama untuk calon bayi yg akan lahir. Aisyah dan ibrahim. Panggilan untuk Adek Karan pun mulai didiskusikan.
"Adek karan nanti mau dipanggil apa kalau dedeknya lahir?” tanya Abah.
"Heemmm,” Adek Karan tampak berfikir.
"Aa aja ya? Atau KK aja ya? bagus tuh,” usul Abah.
"Hemmm…, “ Adek Karan terlihat berfikir lebih keras tapi sambil sedikit bimbang.
"Atau apa mau dipanggil Mas?” tanya Abah sambil senyum-senyum.
"Ummm… kayaknya adek mau dipanggil abang ajalah,” sahut Adek Karan ragu.
“Loh kok abang lagi? Kan sudah ada Abang Fathir dipanggil abang,” saya ikut nimbrung.
"Pokoknya adek mau dipanggil abang aja!” Suara Adek Karan sekarang terdengar lebih mantap.
Tiba-tiba pintu kamar Abang Fathir terbuka. Bang Fathir keluar kamar dengan mimik muka sangat serius. “Loh ga bisa dong! Masa Adek Karan mau dipanggil abang juga sih???!!!”
“Kalo Adek Karan dipanggil abang, trus Abang nanti dipanggil apa dong?? Masa jadi ABAH gitu??!!” lanjutnya lagi dengan nada kesal.
Saya dan Abah hanya melongo. Tawa Abah meledak kencang.
Butuh waktu hampir 1/2 jam untuk menjelaskan dan mengambil keputusan diantara kami semua.
Akhinya Abang Fathir luluh. Dia mengizinkan adiknya dipanggil abang juga.
Semua tersenyum lega. Kecuali Bang Fathir.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.