Unsur Riba dalam denda telat membayar pinjaman

Unsur Riba dalam denda telat membayar pinjaman

Unsur Riba dalam denda telat membayar pinjaman

            Apabila pembeli tidak dapat membayarkan utangnya sesuai dengan waktu yang ditetapkan, penjual tidak boleh mengenakan denda atas keterlambatan pada pembeli karena kelebihan pembayaran atas suatu utang sama dengan riba. Dalam hal ini dapat dikatagorikan sebagai riba dayn

Riba Dayn adalah riba yang dilakukan oleh bangsa arab jahiliyah sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. yaitu: pemberi hutang mensyaratkan kepada peminjam untuk mengembalikan hutang ditambah bunga, atau penjual barang tidak tunai mensyaratkan denda jika si pembeli sendiri yang mengajukan persyaratan untuk membayar denda dengan ucapan, “Beri saya tenggang waktu dan akan saya bayar lebih besar dari harga semula”.Riba Dayn dikenal juga dengan riba dalam Al-Qur’an.

Khalifah Umar Radhiyallahu’anhu pernah mengungkapkan suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa permasalahan riba merupakan salah satu permasalahan yang cukup rumit dalam islam. Suatu manfaat (keuntungan) dari akad pinjaman dianggap riba bila terpenuhi kriteria berikut,

  • Keuntungan yang terpisah dan bukan keuntungan yang mengikut dalam akad pinjaman. Maka keuntungan yang bersifat mengikut tidak diharamkan, seperti: seseorang yang memberikan pinjaman kepada pihak lain, terlebih pihak tersebut mapan secara ekonomi dan tidak menunda-nunda pembayaran pinjaman (bank) maka pemberi pinjaman mendapat keuntungan dalam bentuk uangnya aman dari hal-hal yang tidak diinginkan dan terkumpul dalam bentuk tabungan.
  • Keuntungan hanya dinikmati oleh pemberi pinjaman. Bila keuntungan yang disebabkan oleh akad pinjaman yang disyaratkan di awal akad adalah untuk pinjaman, hukumnya boleh. Karena pemberi pinjaman berarti menambah kebijakannya terhadap pinjaman yang biasanya adalah orang yang sangat membutuhkan dan boleh juga bila manfaat dari akad pinjaman didapatkan sama oleh kedua belah pihak (peminjam dan pemberi pinjaman), seperti: arisan dimana pinjman dan pemberi pinjaman mendapatkan manfaat yang sama dari akad pinjaman dalam bentuk terkumpulnya uang dalam jumlah besar. Begitu juga, dibolehkan jika keuntungan untuk pihak ketiga, seperti keuntungan yang di dapatkan oleh perantara dalam akad pinjaman. Bila seseorang berkata kepada perantara, “Carikan aku pinjaman, dan untukmu sepuluh persen dari besarnya pinjaman”. Maka perantara berhak mendapkan sepuluh persen dari besarnya pinjaman jika ia berhasil mendapatkan pinjaman untuk peminjam sesungguhnya.
  • Keuntungan yang dinikmati pemberi pinjaman disyaratkan di awal akad. Bila tidak di syaratkan di awal akad, akan tetapi pada saat pelunasan utang pinjaman memberikan hadiah baik dalam bentuk yang sejenis dengan barang yang dipinjam ataupun tidak maka hukumnya boleh.
  • Keuntungan yang tidak dipersuratkan tersebut diberikan sebelum hutang dilunasi. Bila keuntungan diberikan sebelum hutang dilunasi juga tidak dibolehkan sekalipun atas nama hadiah.

 

Landasan Hukum:

 

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al Baqoroh 245)

 

Mekanisme Penyelesaian piutang

  • Apabila pembeli tersebut tidak Membayar hutang bukan karena mengalami kesulitan atau dinilai lalai. Dalam kasus seperti ini denda dapat diberlakukan. Namun, Point yang paling utama pada kasus seperti ini bahwa denda yang diberikan nasabah kepada penjual tidak masuk dalam klasifikasi pendapatan penjual, melainkan dialokasikan kepada dana social atau untuk kepentingan lainnya. Karena dalam kasus ini pula denda yang ditetapkan penjual kepada nasabah bukan atas motivasi bunga, melainkan sebagai hukuman karena nasabah lalai dalam memenuhi janji yang sudah di perjanjikan diawal akad.
  • Apabila pelunasan tertunda bukan akibat nasabah lalai melainkan atas dasar bahwa pada dasarnya nasabah tidak mampu membayar utangnya maka penjual hendaknya memberikan keringanan. Keringanan dapat berupa menghapus sisa tagihan, menjualkan produk murobahah pada pihak lain untuk melakukan restruktrurisasi piutang hal ini mengacu pada firman Allah SWT :

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ولا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الإِثم وَالعُدْوَان

dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa.

 

 

 

 

Restruktrusasi Piutang menurut PSAK ED 108

Restrukturisasi piutang yang dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan kemampuan pembayaran piutang yang bersifat permanen. Restrukturisasi piutang dapat dilakukan dengan cara :

  • Memberi potongan sisa tagihan. Sehingga angsuran menjadi lebih kecil.
  • Melakukan penjadwalan ulang (Rescheduling). Dimana jumlah sisa tagihannya tetap (Tidak boleh ditambah) dan perpanjangan masa pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan kedua pihak sehingga besarnya angusuran menjadi lebih kecil.
  • Mengonversi akad murobahah, dengan cara menjual objek murobahah kepada penjual sesuai dengan nilai pasar. Kemudian, dari uang yang digunakan untuk melunasi sisa tagihan. Jika ada kelebihan dari hasil penjualan maka digununakan sebagai uang muka akad ijarah atau sebagai bagian modal dari akad musyarokah atau musyarokah dalam rangka perolehan suatu barang. Hal ini dilakukan terhadap debitur tersebut dalam prospektif. Sebaliknya, apabila kekurangan tetap menjadi utang pembeli yang cara membayarnya disepakati.

 

 

 

 

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 47/DSN-MUI/II/2005
Tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syari'ah Nasional setelah

Menimbang

:

  1. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
  2. bahwa dalam hal nasabah tidak mampu membayar, maka diselesaikan dengan prinsip-prinsip syari'ah Islam;
  3. bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut Syari'ah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan pedoman.

 

Mengingat

:

  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280:

... وَإِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ، وَأَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَكُمْ ...

"... Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguhan sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih bik bagimu, jika kamu mengetahui."

    1. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:

يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...

"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu …"

    1. Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 2:

… وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ولا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الإِثم وَالعُدْوَان

"… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa …."

  1. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
    1. Hadist Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu Hibban :

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن ماجة وصححه ابن حبان)

Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak.

    1. Hadis Nabi riwayat al-Thabarani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrakyang menyatakan bahwa hadis ini shahih sanadnya :

روى ابنُ عباسٍ أنَّ النبيَّ صلى الله عليه وآله وسلم لَمَّا أَمَرَ بإخرَاجِ بَنِي النَضِيْرِ جَاءه ناسٌ منهم، فقَالُوا: يَا نَبي الله، إِنكَ أمَرتَ بإخراجِنا ولَنا على النَّاس دُيُوْنٌ لم تَحِلَّ، فقال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: ضَعُوْا وتَعَجَّلُوْا (رواه الطبرني والحاكم في المستدرك وصححه)

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw. ketika beliau memerintahkan untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang dari mereka seraya mengatakan: "Wahai Nabiyallah, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan untuk mengusir kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-orang yang belum jatuh tempo" Maka Rasulullah saw berkata: "Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat."

    1. Hadits Nabi Riwayat Muslim:

مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ (رواه مسلم).

"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya".

    1. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:

اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

  1. Kaidah Fiqh, antara lain:

الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

Memperhatikan

:

  1. Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah.
  2. Hasil workshop BPH DSN, 9-10 Dzulqa'dah 1425/21-22 Desember 2004.
  3. Surat Direksi BSM No. 6/552/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal Permohonan Fatwa.
  4. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Selasa, tanggal 13 Muharram 1426 H./ 22 Februari 2005.

 

 

MEMUTUSKAN

Menetapkan

:

FATWA TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG MURABAHAH BAGI NASABAH TIDAK MAMPU MEMBAYAR

Pertama

:

Ketentuan Penyelesaian
LKS boleh melakukan penyelesaian (settlement) murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:

  1. Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati;
  2. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
  3. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah;
  4. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah;
  5. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS dapat membebaskannya.

Kedua

:

Ketentuan Penutup

  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.