Soto Kudus Rasa Betawi

Tentang Rasa, Akulturasi Budaya dan Toleransi

Soto Kudus Rasa Betawi

“ Buk aku besok mau belajar bikin soto ya? Biar jago kaya ibu”

 

“ sudah nggak usah aneh- aneh, capek nanti kamu. Kalau mau soto nanti ibuk bikinin”

 

Itulah yang selalu ibuku katakan saat aku mengungkapkan keinginanku belajar masak soto.

 

Ibuku sendiri pernah berjualan soto. Bahkan saat itu hasil jualannya yang menopang kehidupan kami sepeninggal Bapak. Buat kami soto Ibuk adalah soto terenak yang pernah kami makan. Meskipun harganya terjangkau namun tak kalah dengan soto yang terkenal di Kudus.

Kuahnya kental , bumbu rempahnya mantap, aromanya bawang putihnya hummhh sedap, nggak ada duanya pokoknya. Saat itu seperti itulah standard soto enak di benak kami. 

Namun sayangnya ibuk jarang mempercayaiku untuk membantunya meracik soto. Semua harus dari tangannya. Seolah tak ingin ada celah sedikit di rasa sotonya. Alhasil sampai sebesar ini aku justru tidak pernah bisa menduplikasi resep soto ibuku. 

 

Bagaikan angin segar di siang hari, salah satu anggota di komunitas The Writers mau mengadakan Zoominar tentang memasak. Nggak tanggung tanggung , narasumbernya pemilik Restoran Rempah Kita di Jakarta.Lebih beruntung lagi tema masaknya adalah Soto Betawi. Nah kesempatan nih bisa belajar masak soto. Biarpun bukan soto Kudus , yang penting soto lah. Masak warga dari negara penghasil 300 an jenis soto nggak bisa masak soto sih.

Zoominarpun berlangsung dengan sangat seru. Meskipun agak telat join tapi masih bisa memahami materinya. Karena banyak juga peserta yang antusias bertanya. Dan bu Lily pun orang yang sangat tidak pelit ilmu. Begitu ada yang bertanya beliau langsung menjelaskan sambil mempraktekkan dengan detil dan runtut. Jadi penjelasannya mudah untuk dipahami.

 

Teng!!teng!! hari eksekusipun tiba.Daging, rempah dan sayuran yang dibutuhkan sudah tertata rapi di setiap wadah. Seketika dapur jadi tempat percobaan. 

 

Sembari mempraktekan langkah demi langkah yang diajarkan bu Lily, sesekali aku memutar kembali rekaman zoominarnya. Tapi ada yang aneh, sudah setengah jam lebih dagingnya tidak juga melunak. Padahal seharusnya sesuai yang diajarkan bu Lily daging sudah mulai lunak dan saatnya memasukkan rempah-rempahnya.

 

Aku tusuk-tusuk daging dengan garpu, seratnya kasar dan warna dagingnya agak kemerahan. 

 

“Astaghfirullah!!” Tepuk jidat aku menyadari apa yang salah. Pantas dagingnya masih keras, ini kan daging kerbau. 

 

Bagi yang belum tahu, kalau kita  ke pasar di Kudus, terus bilang ke penjual “buk beli daging” otomatis kita akan mendapatkan daging kerbau. Kecuali kalau menjelaskan kalau yang mau dibeli adalah daging sapi. Ini karena masyarakat Kudus lebih lazim mengolah daging kerbau daripada daging sapi. 

 

Ini adalah warisan budaya toleransi yang ditinggalkan oleh Sunan Kudus. Masyarakat Kudus waktu itu mayoritas beragama Hindu. Sehingga Sunan Kudus melarang pengikutnya menyembelih Sapi di lingkungan Kota Kudus. Karena sapi adalah hewan yang dianggap suci oleh Umat Hindu. 

 

Oleh karena itu masakan khas Kudus hampir semuanya berbahan dasar daging kerbau. Pindang kerbau, sate kerbau,empal kerbau, asem-asem daging kerbau bahkan soto pun soto kerbau.

 

Aku menghela nafas panjang, menyadari soto betawiku akan berubah jadi soto kudus karena salah beli daging.
 

Hanya saja bumbu dasarnya agak berbeda.kalau soto kudus didominasi aroma bawang putih, tanpa cengkeh dan kayu manis, tapi yang ini hanya pakai bawang merah, ada pala, kayu manis, cengkeh dan kapulaga. Hampir mirip bumbu rendang kalau dipikir -pikir.

 

Karena sudah terlanjur, gak mungkin aku ngulang beli daging lagi. Akhirnya ya dilanjutin saja deh masak daging kerbaunya tapi sesuai resep yang diajarkan bu Lily.  

Langkah terakhir memasukkan santan. Ini bagian yangpaling bikin deg – degan, karena harus dilakukan dengan sabar dan hati-hati. Aku baru tahu kalau memasukkan santan itu sebelum airnya mendidih. Cukup berasap, dan sedikit-sedikit sambil diaduk pelan pelan. Dan taraa!! akhirnya jadi deh kuah santan yang sempurna tanpa pecah.

 

Soto sudah siap dan sekarang waktunya penilaian. Aku menunjuk Mamer alias mamah mertua sebagai ketua dewan juri. Karena reviewnya selalu jujur dan detil. Awalnya beliau ragu, karena kuahnya terlihat putih bening. Tidak kental seperti soto enak kebanyakan yang pernah beliau coba. Tapi buat nyenengin mantunya yang sudah berusaha hampir setengah hari, dicobalah akhirnya itu soto.

 

“Hummm.. enak Mon! Kaldunya kerasa banget, rempah-rempahnya mantep”

 

“Yeeey..!!” Aku melonjak girang. Hampir semua masakanku pasti ada catatan plus minusnya dari mamer, tapi kali ini nggak ada catetan minus sama sekali. 

 

Karena pensaran aku coba sendok kuahnya, rasa kaldu daging kerbaunya benar benar kerasa. Ada manis gurih khas daging kerbau, dikombinasikan dengan aroma rempah rempah yang kuat.
 

Ternyata seperti ini kalau cara masak kaldunya bener. Aku jadi membayangkan, kalau saja ini daging sapi akan seperti apa rasanya.
 

Lain kali aku harus coba pakai daging sapi, biar benar-benar jadi soto Betawi. Bakal aku bawa ke ibuku sambil bilang

"Buk aku bisa masak soto, mau tukeran resep?"

 

 

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.