Hari di Sabtu itu panas sekali. Tapi, mau tak mau saya harus keluar untuk ke ATM. Dan, beli kuota internet. Tadi HP sudah memperingatkan bahwa kuota sudah tipis sangat. Nanti malam ada kulwat (kuliah whatsapp) oom Bud yang kedua. Nggak lucu kan kalau di tengah jalan koneksi terputus.
Keluar dari mini market tempat ATM berada, saya lihat di seberang jalan ada warna jingga memanggil dari warung tukang sayur.
“Oncom!!!” saya balas panggilannya tapi dalam hati saja.
Saya beli satu papan. Buat apa banyak-banyak, kucing-kucing saya mana suka makanan surgawi ini. Pertukaran pun berlangsung. Ibu penjual sayur menyerahkan oncom ke saya, saya menyerahkan selembar mata uang.
“Aduuuuh..., gede bener uangnya, neng”.
“Emangnya harganya berapa, bu?”
“Seceng ajah”. Seribu rupiah saja.
“ATM di situ,“ kata saya sambil menunjuk ke mini market di seberang, “nggak sediain cecengan, bu”.
Sungguh saya tak punya secengan. Di kantong ada sekeping uang logam, tapi nope-an. Dua ratus rupiah.
“Tunggu ya, saya cari kembalian dahulu. Tadi baru bayar tagihan tukang tahu. Tukang tahu sih ah, maunya dibayar tiap empat hari. Bukannya setiap hari saja...” si ibu menyampaikan informasi tak guna. Eh, apakah dia curcol ya?
Sambil menunggu si ibu, saya menemukan sayur-mayur lainnya untuk dibeli. Lumayan ada waktu pilih-pilih sampai si ibu muncul lagi dengan membawa tas kresek.
“Saya simpan uang nggak di dompet, neng, di kresek aja. Kalo dompetnya hilang kan repot,” ujug-ujug dia cerita.
Lho? Bukannya kresek, apa lagi yang berisi uang, tetap punya daya hilang? Saya tersenyum untuk menahan tawa. Nggak enak donk mentertawakan si ibu yang baik hati itu.
“Bu, ni saya beli juga genjer, bayem, pare, sama dua macem sayur yang saya nggak tau namanya ini tapi kelihatan enak. Sama sarden dua kaleng kecil itu deh. Kucing saya mayan suka,” kata saya sambil menambahkan informasi tak guna.
“Eeeeh, padahal ini ada loh kembalian 49.000,” si ibu berkata dengan ekspresi terperanjat.
Di situ saya tak bisa lagi menahan tawa.