Sendiri

Ia merenung di pinggir laut, Bermuka murung, dan tidak melakukan apa-apa

Sendiri

 

Angin bertiup kencang, matahari baru saja terbit, Tanah menghijau, dan langit pun membiru. Nelayan-nelayan mulai memancing seperti biasanya. Namun hanya ada satu nelayan bermuka murung terduduk di pinggir rumahnya. Perasaannya campur aduk, namun ia hanya bisa melampiaskan amarahnya dengan bermuka murung, terduduk dan tidak melakukan apa-apa.

 

Aku terduduk bersamanya, aku melihat mukanya, namun ia tidak menyapa. Aku menyapanya namun ia sama sekali tidak menggubris. Aku terus memanggilnya, namun dia tidak menjawab. Aku pun memanggilnya berkali-kali. Sampai dia menjawab dengan satu kata.

Apa?

 

Aku menanyainya, dia menjawab.
Kejamnya mereka…

 

Siapa pak?

 

Mereka!

 

Aku bingung, aku melihat ke kanan, ke kiri, namun bukan itu yang dia maksud.

 

Mereka… yang memimpin negeri ini…

Dia mengeluarkan air mata, menangis, merintih.

 

Aku tahu, negeri ini dipimpin pemimpin yang adil. Pemimpin yang tidak pernah kejam terhadap rakyatnya. Tidak mungkin dia kejam terhadap nelayan tua ini, sangat tidak mungkin ia menyiksanya dan sangat tidak mungkin pula dia melakukan kejahatan kepada nelayan tua ini.

 

Belum sempat aku berbicara, dia mulai bercerita kepadaku…


 

Negeri ini, negeri yang subur, penduduknya dipimpin oleh pemimpin yang baik, mereka sejahtera dan tidak ada kekacauan. Datanglah seorang pemimpin ke seorang laki-laki tua, memakai baju remuk. Dan tampaknya sedang menikmati hidupnya sebagai seorang sebatang kara.

 

Pemimpin itu mendekati rumahnya, dan menegurnya. Ia membalasnya dengan ramah, dan kembali merenung. 

 

Pemimpin itu memberikan kerisnya ke salah satu penjaganya yang sedang menemaninya berjalan-jalan. Dia melihat muka lansia itu, dan lansia itu menengoknya, berharap diberitahu sesuatu yang penting.

 

Pak, apakah kamu tahu siapa yang paling kaya di negeri ini? Melebihi kekayaan diriku?

Lansia itu berpikir, dia tahu, pemimpin itu sangat miskin, dia hidup sederhana dan tidak pernah memamerkan kekayaannya ke orang lain. Jadi sangat mudah untuk mencari orang yang lebih kaya dari pemimpin itu.

 

Mungkin.., Taipan yang tinggal di jalan menuju kota sebelah?

Lansia itu langsung menunjuk jalan yang dimaksud.

 

Dia mendekati lansia itu, dan berbisik.

Aku akan membuat bapak kaya seperti taipan itu

 

Lansia itu terdiam, dia langsung memikirkan seberapa kayanya taipan itu. Dia mempunyai tanah berhektar-hektar. Mempunyai rumah bagai istana dan mempunyai pembantu yang sangat banyak bagaikan penduduk satu kota.

 

Angan-angannya pun terbang, dia memikirkan akan sebanyak apa kekayaannya, uangnya, jika akan sekaya dia. Emas 100 keping tidak akan ada artinya baginya. Dia sudah sangat kaya, bahkan negeri ini bisa saja ia beli.

 

Dia pun langsung menanggap bahwa tawaran  itu serius. Meskipun pemimpin itu miskin, tapi dia adalah pemimpin, pemimpin itu bisa saja melakukan apa pun yang dia mau. Dia bisa saja meminta semua orang memberikan uang kepadanya. Atau dia bisa saja meminta semua taipan memberikan uang kepadanya. Apapun bisa terjadi, bukan?


 

Pemimpin itu tersenyum, seakan sudah mengetahui bahwa bapak tua itu akan sangat menginginkan hal tersebut. Padahal selama ini dia menikmati hidupnya sebagai seorang sebatang kara. Dia tahu, semua orang punya nafsu. Termasuk lansia tua ini. Lalu dia terkikik.

 

Dia kembali melihat lansia itu, dan meyakinkan lansia tua itu. 

Baiklah, jika bapak ingin kaya, lintasi sungai ini dari hulu ke hilir. Jika bapak tidak mampu, bergotong royonglah, tapi jangan memberikan seluruh tugasmu ke orang lain dan seluruh dana yang aku berikan akan dibagi rata, jika bapak bergotong royong dengan adil. Kalau bapak memang mau, pergilah ke rumahku. Dan aku akan mengawasimu dari pohon-pohon disamping sungai ini pak.

 

Belum sempat pemimpin itu melangkah, Lansia itu langsung menerima tantangan. Dan dia akan ditugaskan untuk melintasi sungai itu esok pagi.

 

Lansia itu langsung merenung, dia memikirkan, akan seberapa lama ia menyusuri sungai itu. Jika sungai itu disusuri memakai perahunya atau perahu besar sekalipun. Harus butuh waktu berminggu-minggu untuk melintasinya dari hulu ke hilir. Meskipun dia tidak mampu, Dia sudah meyakinkan pemimpin itu akan bekerja sendiri tanpa orang lain. 

 

Esok hari, matahari terbit, burung berkicau, para nelayan mulai beraktivitas seperti biasanya. Namun, nelayan lansia itu siap untuk memulai perjalanannya dari hulu ke hilir. Dia menangkat layarnya dan mulai berlayar. Dia menyapa warga-warga di desa, dia meyakinkan bahwa dia akan kaya dan tidak akan hidup sebatang kara lagi. Dia mulai berfoya-foya, sangat yakin bahwa dia akan sampai ke hilir dan akan menjadi kaya. Orang-orang didesanya tidak menghiraukannya, dan hanya sibuk bekerja.

 

Tidak hanya manusia, bahkan dia juga menyampaikan berita itu pada hewan-hewan. Dan kembali berkata bahwa dia akan sama seperti taipan-taipan dan akan membeli hewan-hewan cantik yang ia temui.

 

Dia juga menemui para perempuan dan meyakinkan bahwa mereka akan menjadi istri-istrinya atau pembantunya. Namun tiada yang menggubrisnya. 

 

Matahari pun mulai condong ke arah barat. Hari mulai sore, dan dia masih belum sampai ke tujuan. Dia pun mulai lelah menunggu perjalanan itu berakhir. Dia ingin memanggil orang untuk menjaga kapal itu. Namun pada akhirnya, hartanya akan dibagikan ke orang itu, dia pun kembali melanjutkan perjalanan dengan nafsunya akan sama seperti taipan-taipan itu.

 

Matahari sudah terbenam, Lansia itu mulai merasa sangat lelah dengan perjalanannya, Dia melihat ada temannya yang sedang melewati sungai itu.

Temanku! Kau mau ke mana?

 

Oh, saya baru mandi, hari ini saya pulang malam

 

Lansia itu langsung bersyukur, dia tersenyum. Dia melihat ke kanan dan ke kiri, Namun dia melihat, tidak ada sama sekali pemimpin itu atau tentara yang mengawasinya. Dia pun langsung mengajak temannya untuk bersama-sama menjadi kaya.

 

Temanku, kau tahu, bahwa aku sedang diberi tawaran dari pemimpin daerah ini, aku akan diberikan kekayaan sekaya taipan-taipan di daerah ini, jika aku melintasi sungai ini dari hulu ke hilir sampai selesai. Bekerja sama denganku, aku akan memberikan setengah dari kekayaan itu untukmu

 

Temannya pun melihat lansia itu dan mulai tertarik. Namun setelah dia ikut berlayar bersama, Lansia itu berlari dari sana dan kembali ke rumahnya. Akhirnya dia bisa bernafas lega, beberapa minggu lagi, dia akan memberi tahu bahwa dia sudah menyelesaikan perjalanan itu, tanpa harus berusaha.

 

Dia tahu dia berbohong, namun dia sudah yakin bahwa tidak ada pengawas disana, dan kegiatan curangnya tidak akan diketahui.

 

Teman lansia itu langsung bingung, Dia berusaha memanggil lansia itu, tapi lansia itu tidak menjawab dan langsung lari bagai tikus.

 

Teman lansia itu melanjutkan perjalanan dengan rasa bingung. Namun hanya satu yang sudah dia ketahui dan pasti. Dia akan menjadi kaya dan tidak perlu membagi kekayaannya dengan pria tua itu. Dia pun tersenyum, setidaknya, fakta itu bisa menutupi kebingungannya.

 

Namun ternyata, dia sama seperti pria tua itu. Ternyata dia tidak mampu melintasi sungai itu. Dan memberikan tanggung jawabnya kembali kepada orang lain. Dan lari seperti tikus.

 

Mereka semua berbuat curang sama seperti lansia itu. Namun setelah 6 orang menyerah untuk berusaha, Seorang pendeta mendatangi seorang anak muda yang sudah ditawari 6 orang sebelumnya.

 

Anak muda itu menawari pendeta itu, namun ternyata, dia meninggalkan pendeta itu, sama seperti 6 orang lainnya. Pendeta itu melihat anak muda itu, dan dia terus melanjutkan perjalanan. Namun ternyata, ia jujur, dan tidak berbuat curang.

 

Pendeta itu terus melintasi sungai itu, Sampailah dia melihat laut dan pantai. Dan akhirnya, perjalanannya pun berakhir. Dia telah menyelesaikan perjalanan penuh kecurangan itu. Penuh dusta, dan penuh tipuan.

 

Pendeta itu tertawa, seakan sudah tahu apa yang sudah terjadi. Dia pun pergi ke istana.

 

Pemimpin negeri itu akhirnya mengumumkan bahwa tantangan itu sudah selesai, dan memanggil lansia tua itu untuk kembali.

 

Lansia itu datang dengan penuh bangga. Dia berbohong, dia mengatakan bahwa dia sudah menyelesaikan perjalanan itu, dan syarat-syaratnya sudah dia selesaikan.

 

Namun ternyata, ada 6 orang tidak menerima hal itu. Mereka menanggap bahwa mereka yang berhak atas harta itu, dan pemimpin harus mencari cara untuk memberikan kekayaan itu kepadanya. Pemimpin bertanya, 

 

“Siapakah dari kalian yang sudah mencapai hilir sungai!”

 

Mereka semua menangkat tangan, memberikan isyarat, bahwa mereka sudah menyelesaikannya.

 

Pemimpin adil itu kembali bertanya,

 

Jadi berarti kalian semua telah bergotong royong, dan lansia ini tidak menepati janjinya untuk melakukan ini sendirian?

 

Lansia itu wajahnya langsung pucat, dia langsung beralasan bahwa dia tidak tahu dan tidak kenal 6 orang itu. Dia sudah mengerjakan tugasnya sendiri, tanpa bantuan orang lain.

 

Namun 6 orang itu marah, dan mengatakan bahwa mereka telah menyelesaikan itu. Sampailah mereka berdebat panjang.

 

Mereka berdebat panjang tentang kepemilikan atas hadiah tantangan itu. Karena sudah mendesak, salah satu dari 6 orang itu membuka bahwa lansia telah memberikan tanggung jawab kepadanya, dan dia sudah menyelesaikannya.

 

Tak mau ketinggalan, 5 orang lainnya tanpa sadar ikut membuka kecurangan mereka.

 

Namun ternyata, setelah mereka berbicara, mereka baru tahu, bahwa mereka semua telah membuka kecurangan mereka. Wajah mereka pucat, dan sudah siap-siap lari jika ditangkap karena kebohongan dan kecurangan mereka.

 

Namun pemimpin itu tidak marah, tidak sedih, ataupun menghukum mereka. Padahal mereka yang licik itu bisa saja dipenggal atau dibunuh. Namun ternyata tidak, Dia malah menanyakan,

Jika memang begitu, siapa orang terakhir yang berhasil menyelesaikannya? Akan aku berikan hadiah ini kepadanya

 

6 orang itu langsung terlihat sedih, namun sekaligus takut. Orang terakhir dari kecurangan itu berkata,

“Aku memberikannya ke pendeta, Dia mungkin yang menyelesaikan perjalanan ini, Tapi dia tidak ada disini!”

 

Mereka pun melihat ke kanan dan ke kiri, mencari pendeta itu. Namun ternyata pendeta itu tidak ditemukan.

 

Pemimpin itu tertawa terbahak-bahak, dia mengatakan bahwa dia sudah mengawasi mereka semua. Dia bersembunyi di pohon, dan pemimpin itu akhirnya bertekad untuk menyelesaikan kecurangan itu, Dan dia menjadi pendeta yang dimaksud orang terakhir. Dan pada akhirnya, hadiah itu berhak didapatkan oleh pemimpin itu.

 

Mereka yang curang dan berbohong sangat bersedih. Mereka tidak mendapatkan uang itu, tapi tenaga mereka telah habis. Namun bukannya mengasihani, Pemimpin itu malah bertanya,

 

Kenapa kalian sedih? Bukankah kalian dahulu menikmati kehidupan kalian yang miskin? Sebatang kara? Sekarang mengapa kalian menjadi rakus? Mengapa kalian bersedih hati?

 

Mereka yang berbohong dan curang, terdiam, dan mereka langsung pergi bagai tikus dengan kesedihan, amarah dan kekecewaan.




 

Esok harinya, aku bertekad ingin memberikan bantuan ke lansia tua itu. Namun ketika aku sampai ke rumahnya, Dia sudah terjatuh tak sadarkan diri dan meninggal di rumahnya. Aku pun menanyakan hal itu kepada warga sekitar. Namun mereka semua sudah tidak ada simpati dengan lansia sombong itu, dan hanya menjawab "Tidak peduli!"...

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.