Man7jur

Man7jur


Saat ini ibu mertuaku sedang jalan jalan ke Eropa selama sebulan.

Aku yang paling bahagia di rumah ini. Tidak perlu kudengar kenyinyirannya selama sebulan.

Iya kami memang tinggal serumah dengan mertua.

Bukan karena kami tidak mampu beli rumah sendiri, tapi keluarga suamiku memang punya tradisi seperti itu, beberapa generasi tinggal serumah. Keluarga adiknya juga tinggal bersama kami. Sebenarnya sih tidak benar benar serumah, tapi ada beberapa bangunan di sini.

Bangunan utama yang 5 lantai dihuni mertuaku. Di sisi kanannya ada bangunan yang agak lebih kecil sedikit, 3 lantai dihuni aku & Michael suamiku. Di sisi kirinya, bangunan yang ukurannya sama dengan milik kami, dihuni adik suamiku Francis dan istrinya Melati.

Ada bangunan lain yang digunakan untuk  tempat tinggal para staff kami.

Seharusnya aku bahagia tinggal di sini. Semua fasilitas lengkap mulai dari gym, kolam renang, lapangan tenis, bioskop pribadi. Dibandingkan rumah orangtuaku yang mungil. Tapi rasanya seperti neraka tinggal di sini. Terutama karena kenyinyiran ibu mertuaku. Tiap hari ada ada saja kritikannya. Yang aku paling kesal adalah dia selalu membandingkan aku dengan Melati, menantu idamannya.

“Kamu sudah sepuluh tahun nikah masih belum hamil, Melati baru setahun menikah sudah hamil!” kata ibu mertuaku

“Masakan Melati paling enak, kamu kapan mau belajar masak?” tanya Ibu mertua.

Melati memang hobi masak, setiap hari masak. Walaupun banyak koki di sini, Chef di rumah mertua kami lulusan Le Cordon Bleau. Tapi masakan Melati yang selalu dipuji setiap hari.

“Sejak ada Melati di sini, Papa jadi betah di rumah. Soalnya masakan Melati lebih enak dari semua koki kita!” kata ibu mertuaku.

Aku bukan tidak mau belajar masak, tapi masakanku selalu kurang enak di mata ibu mertuaku. Jadi aku malas mencobanya lagi. Lagipula aku sudah lelah bekerja setiap hari. Si Melati kan ibu rumah tangga, jadi punya banyak waktu luang.

 

Ibu dan ayah mertuaku pun sering membelikan hadiah hadiah mewah untuk Melati.

Minggu lalu ibu mertuaku yang baru pulang dari Paris membelikan banyak baju designer untuk Melati. Aku tidak dapat satupun.

Ketika suamiku menanyakan hal itu, begini jawab mertuaku,

“Soalnya Melati kan kurus tinggi, ukuran model, jadi cocok pake baju designer. Kalau Lina kan pendek gemuk, mana ada ukuran bajunya. Body begitu sih beli baju murah aja!” kata ibu mertuaku menghinaku. Aku menjadi gemuk sejak menikah karena stress dengan ibu mertuaku, jadi aku makan terus.

Kemarin ayah mertuaku membelikan Melati jam tangan seharga 5 Miliard. Aku seperti biasa tidak dapat apa apa. Ayah mertuaku beralasan dia lupa membelikan aku jam tangan. Lalu sebagai gantinya karena merasa bersalah, dia membelikan aku Cheesecake.

 

Melati memang cantik. Hidungnya mancung, Bulu matanya lentik, bibirnya yang mungil berwarna pink alami. Kulitnya putih mulus seperti porcelin. Rambutnya hitam lebat dan bergelombang. Natural beauty. Tidak perlu bermake-up, sudah cantik dari bangun tidur.

Suaranya halus dan dia juga pintar bernyanyi dan bermain piano.

Sering ada orang yang menawarkan dia untuk menjadi model atau main film , menjadi penyanyi. Tapi dia selalu menolak.

Selain itu Melati juga ibu yang baik untuk anaknya si kecil Owen. Walaupun punya 3 babysitter, tapi Melati mengurus sendiri semua keperluan Owen. Mulai dari membuat makanan bayi sendiri, hingga menganti popok Owen. Rasanya babysitternya cuma makan gaji buta.

“Rasanya beda kalau kita mengurus sendiri, anak jadi lebih dekat ke kita” kata Melati ketika kutanyakan.

Walaupun terlihat lugu, tapi Melati juga pintar berbicara beberapa bahasa, Jepang, Mandarin, Korea, Inggris dan Perancis.

Melati juga baik dan ramah terhadap siapa saja. Dia tidak pernah marah, kepada pembantu sekalipun. Tutur katanya selalu lembut, sopan dan terjaga.

Kalau kusebutkan satu satu kelebihannya, tidak akan selesai selesai.

Walaupun aku mengagumi Melati. Tapi aku juga merasa iri.

Semua orang menyayangi Melati. Bahkan para pembantu pun mengidolakan Melati dan ikut-ikutan membandingkan aku dengan Melati.

Kadang kadang aku suka bertanya pada suamiku,

“Kamu mau punya istri seperti Melati? Cantik, pinter masak…”

“Kenapa sih kamu suka ngomong begitu?, Yang suka membandingkan kalian kan cuma Mama, aku kan ngga pernah ngebandingin.” kata Michael.

“Tapi aku kan gendut!” kataku.

“Gendut tapi sexy!” goda Michael.

Aku melempar bantal.

“Aku mau diet biar kurus!” kataku.

“Kalau kamu mau diet biar bisa dibeliin baju designer sama Mama, boleh aja, terserah kamu.

Tapi jangan diet buat aku. Buat aku sih enggak masalah kurus gemuk juga” kata Michael.

“Aku mau kursus masak!” kataku.

“Buat apa kursus masak?, koki di sini banyak!” kata Michael.

Akhirnya aku malas diet. Makanan di sini enak enak terus, lagipula suamiku sudah sayang walaupun aku gemuk dan tidak bisa masak.

 

Melati memang pilihan kedua mertuaku. Pernikahan mereka adalah hasil perjodohan.

Melati adalah anak satu satunya dari teman baik ayah mertuaku. Om Bernard, ayah melati sudah mengenal Pak Chris, mertuaku sejak kecil di kampung halamannya. Saat mereka masih sama sama miskin. Mereka sekolah di sekolah yang sama hingga SMA. Bedanya Om Bernard kemudian mendapat beasiswa ke Jepang. Sedangkan mertuaku harus langsung bekerja. Tapi karena kegigihannya, Mertuaku berhasil membangun kerajaan bisnisnya.

Om Bernard kemudian menjadi Dokter specialis dan menetap di Jepang, menikah dengan wanita Jepang. Setelah istrinya meninggal dan pensiun, Om Bernard kembali ke Indonesia bersama anaknya. Membuka rumah sakit mewah di sini.

Sedangkan aku adalah pilihan suamiku sendiri. Kami bertemu saat kami kuliah di Amrik.

Aku mendapat beasiswa untuk kuliah di sana. Orangtuaku hanya pasangan guru SMA. tidak memiliki uang untuk membiayai 5 orang anak kuliah, jangankan ke luar negeri. Karena orangtuaku tidak berada, Ibu mertuaku kadang suka curiga aku materialistis dan menikahi Michael hanya karena harta. Makanya aku tidak mau bekerja di salah satu perusahaan mereka. Aku lebih memilih bekerja di perusahaan lain.

Bahkan kadang-kadang ibu mertuaku mencurigai aku mencuri. Kalau ada perhiasan yang hilang, seisi gedung tempat tinggalku ikut digeledah. Walaupun akhirnya perhiasan itu ketemu di kediamannya sendiri, dia yang lupa meletakkannya di tempat lain. Tempat tinggal Melati tidak pernah digeledah. Baginya Melati adalah menantu jujur, yang bisa dipercaya karena berasal dari keluarga berada, sahabat dekat mereka. Sedangkan aku dianggap menantu pansos, yang patut dicurigai.

 

Hari ini aku pergi ke villa kami di Bali. Aku datang duluan, Michael masih ada urusan di Jakarta, dia akan menyusul besok. Biasanya kalau mau pergi ke salah satu villa kami, aku harus minta ijin dulu ke mertua. Tapi karena ibu mertuaku lagi liburan ke Eropa, dan ayah mertuaku juga sedang ke Hongkong, aku langsung datang saja tanpa ijin. Tidak mau mengganggu liburan mereka jika aku menelpon dulu.

Villa itu tidak terlalu besar dibandingkan rumah mertua, hanya 2 lantai. Tapi indah dengan halaman yang luas.

Ada beberapa penjaga villa di situ. Ketika mobilku akan masuk, penjaga villa menghentikan mobilku.

“Maaf neng, Tidak bisa masuk kalau belum ada ijin bapak ibu!” katanya.

“Aduh pak, mereka kan sedang di luar negeri, Pak Michael akan datang besok. Aku harus siap siap hari ini.” kataku.

“Engga bisa bu, udah aturannya begitu, maaf ya!” kata Penjaga itu.

“Ayolah pak, kasihan aku sudah jauh jauh nih” Aku menyelipkan tiga ratus ribu ditangannya.

“Engga bisa bu, nanti aku bisa dipecat!” katanya.

Kutambahkan lima ratus ribu lagi ke tangannya.

“Waduh bu, bahaya ini, tapi kalo tambah digenapin jadi sejuta, boleh lah” kata penjaga itu.

Aku menyelipkan tambahan uang itu.”Terima kasih ya Pak” kataku, sopan walaupun kesal juga.

“Tapi jangan berisik ya bu, di lantai satu aja, lantai dua kotor belum dibersihin!” kata penjaga itu.

“Iya pak” jawabku.

Aku menaruh barang barangku di ruang tamu lantai satu. Tapi aku bermaksud menggunakan kamar tidur di lantai dua. Kamar di situ jauh lebih besar, ada kamar mandi transparan dengan jacuzzi dan balcony yang menghadap ke taman bunga. Tak perlu khawatir belum dibersihin. Aku bisa membersihkan sendiri.

Aku naik ke lantai dua, kudengar sayup-sayup ada suara percakapan dari kamar utama.

“Aku takut dia tahu kalau Owen anak kamu!” suara perempuan lembut manja.

“Jangan khawatir, dia nggak akan tahu, sayang, buktinya dia selalu kasih kamu hadiah.

Sini aku masih belum puas” ucap suara laki laki.

Lalu terdengar desah antara sepasang manusia bercinta.

Tak lama kemudian terdengar suara air dari kamar mandi di kamar itu.

“Mau mandi bareng?” panggil wanita itu menggoda.

Terdengar dengkuran laki laki itu.

“Chris sayang, kamu udah bobo ya, katanya mau mandi bareng?” Terdengar suara wanita itu.

Tak lama kemudian, Wanita itu keluar kamar hanya dengan dibalut handuk.

Dia sangat terkejut melihatku. Wajah putihnya bertambah pucat.

“Lina, kok kamu ada disini?” tanyanya ketakutan.

“Papa kenapa di sini? katanya ke Hongkong?” tanyaku.

“Lina, tolong jangan bilang siapa siapa ya!” pintanya.

“Tenang, aku nggak akan mengadu, Tapi kamu harus jujur padaku.” kataku.

“Kok kamu bisa sama dia?, Dia kan teman ayahmu?” tanyaku.

Melati lalu menceritakan semuanya.

“Aku sebetulnya bukan anak Om Bernard” kata Melati.

“Anak Om Bernard sudah meninggal sejak kecil. Tapi Papa Chris menyuruh Om Bernard berpura-pura jadi ayahku. Agar mama bersedia menikahkan Francis denganku. Kau tahu kan Mama hanya ingin punya menantu dari keluarga terpandang. Orang tuaku yang asli sudah meninggal. Aku yatim piatu miskin.” kata Melati.

“Dulu aku menjadi pemain piano dan penyanyi di bar, merangkap wanita penghibur. Terpaksa demi membiayai adik adikku. Ketika aku ketemu Papa Chris, dia banyak membantuku. Dia membelikan aku rumah. Tapi dia hanya bisa datang berkunjung seminggu sekali.” cerita Melati.

“Kalau kamu bukan anak Om Bernard, tidak pernah tinggal di luar negeri, Darimana kamu bisa macam macam bahasa?” tanyaku.

“Tamu tamu di bar itu kebanyakan orang asing. Dari percakapan dengan mereka, aku belajar sendiri” katanya.

“Tapi Papa Chris ingin tinggal serumah, agar kita bisa bertemu setiap hari. Makanya dia ingin aku menikah dengan Francis.” kata Melati.

“Tapi kasihan kan Francis, apa dia tahu Owen bukan anaknya?” tanyaku.

“Francis itu Gay, dia nggak pernah menyentuhku. Dia tahu tiap malam aku tidur sama Papanya. Pernikahan kami adalah rencana Papa dengan Francis.” kata Melati.

“Francis punya pasangan pria sendiri. Dia cuma menikah denganku supaya mama tidak cerewet meminta dia menikah terus.” kata Melati.

“Aku cuma takut Mama tahu hubungan kami.” kata Melati.

“Owen sudah mulai bisa berbicara, aku takut Owen yang membuka rahasia. Karena tiap malam Papa Chris datang ke kamarku” kata Melati.

“Aku tahu kamu punya 4 orang adik yang perlu biaya kuliah, nanti Papa Chris akan membantu mereka. Jangan khawatir mama tidak akan tahu” kata Melati.

“Tidak usah, aku bisa membiayai mereka!” kataku.

“Tapi aku berhutang padamu untuk menyimpan rahasia ini” kata Melati.

Aku tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan. Tapi bukan urusanku untuk membongkar ini ke ibu mertuaku .

“Jangan khawatir, aku sudah cukup puas melihat Mama menderita!” kataku tersenyum nakal.

Bertahun-tahun ibu mertuaku menyiksaku. Sekarang aku yang bisa tertawa melihat penderitaannya.

Mungkin aku memang jahat. Hidup diantara orang yang kurang bermoral bisa ketularan.

“Terima kasih Lina, sudah mau menjaga rahasiaku.” bisik Melati.

Si cantik yang menurut Mama mantu jujur, mantu idaman itu, segera kembali ke kamar. Mengeloni Ayah Mertua kami.

Ah rupanya bukan masakan enak Melati yang membuat Ayah mertua kami betah di rumah. Aku tersenyum dan menggelengkan kepala.

Kutelpon suamiku.”Mike, Jangan ke sini besok. Aku mau pulang!, Ada urusan mendadak!” kataku menaruh pesan di telponnya.

Aku bergegas membawa barang-barangku kembali ke mobil.

“Enggak jadi nginep bu?” tanya penjaga villa.

“Enggak jadi, kotor di sini, aku mau nginap di hotel aja!” kataku.

Aku memang man7jur.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.