Ma2ku 1/3 dis

Ma2ku 1/3 dis

 

Teleponku berbunyi, dari Gadis.

“Halo Adit sayang, kapan pulang?” tanya Gadis.

“Halo, iya aku masih sibuk kuliah, sebentar lagi pulang” kataku.

Aku berbohong. Aku sebenarnya sedang dating dengan pacar baruku Nita Lubis.

“Siapa yang telpon?” tanya Nita.

“Mamaku” Jawabku.

 

“Dit, Adik loe cute banget, kenalin dong!” pinta David.

“Kenalin gue juga dong, udah punya pacar belom dia?” kata Farid.

“Ah, apaan sih loe, adek gue kan masih kecil, dasar pedophile!” bentakku.

“Ah masa masih kecil, emang umur berapa Dit? 17? Kok keliatannya kayak udah kuliah?” tanya David.

“Baru 13!” jawabku.

“Hah? 13?, busyet bodynya udah sexy kayak gitu!” kata Farid.

“Heh awas loe ngomong jangan sembarangan, adik gue tuh!” bentakku.

“Sorry Dit, kita kan nggak tau, siapa sangka dia masih 13.” kata Farid.

 

 

Malam minggu ini Gadis kembali menelpon saat aku bersama Nita.

Kali ini Gadis berbicara cukup panjang, sekitar setengah jam.

“Maaf ya Nit” kataku.

“Siapa yang nelpon?”

“Mamaku”

Wajah Nita terlihat kurang senang.

 

 

“Maaf pak saya menyerahkan tugas terlambat, saya lagi ada kerjaan freelance yang harus diselesaikan, semalam bergadang” kataku pada dosenku, Pak Agus .

“Ah tidak apa apa, tenang saja Dit, saya orangnya fleksible kok. Kerjaan freelance kan harus didahulukan, kalo nggak ntar nggak dibayar!” kata Pak Agus tersenyum ramah.

“Eh Dit, kapan kapan main ke rumahku, ajak adikmu yang cantik itu!” Kata Agus.

Aku terperanjat. Pak Agus sudah berumur 50 an tahun. Masa tertarik dengan Sara yang masih 13 tahun?

“Maaf pak, adik sama masih di bawah umur, masih 13!” kataku.

“13?, Wah wah anak sekarang umur 13 penampilannya udah seperti itu, Maaf ya Dit, saya bukan pedophile loh” kata Pak Agus buru buru minta maaf.

 

 

“Maaf malam minggu kemarin aku ngga bisa ketemu kamu, aku harus menemani Mamaku pergi ke arisan” kataku pada Nita.

Nita asik menikmati Ice Cappucino dan Pizza, kami baru pulang nonton.

Teleponku berbunyi lagi.

“Hallo, iya aku masih kuliah sekarang, pulangnya nanti sekitar 2 jam-man lagi.”

“Bye sayang” kataku.

“Siapa yang nelpon Dit?” tanya Nita

“Mamaku”

“Kok pake bohong segala?” tanya Nita.

“Iya soalnya aku belum boleh pacaran Nit, Mama maunya aku selesai kuliah dulu” jawabku

“Coba sini telponmu!” pintanya. Dia merampas HP-ku.

Dilihatnya nomer last call, dari Gadis.

Ada foto Gadis di situ. Cantik memakai kaus ketat dengan belahan dada rendah yang sexy.

“Jadi ini yang kamu bilang mama kamu?” tanya Nita curiga.

“Iya itu Mama saya!” kataku.

“Ini cewe sexy yang namanya Gadis kamu bilang Mama kamu?” tanya Nita menegaskan.

“Malam minggu kemarin pasti kamu pergi sama cewe ini kan?” tanyanya.

“Iya… , tapi dia Mama saya!”

“Dasar laki laki buaya, pembohong!, loe pikir gue bego apa?” bentak Nita.

“Kita putus!” teriak Nita sambil berlari pergi.

“Nit, nit, tunggu Nita, biar aku jelaskan dulu….!” teriakku mengejar Nita Lubis.

Tapi dia sudah keburu naik bis.

 

 

Aku tidak bohong. Mamaku memang namanya Gadis.

Walaupun sudah menikah 2 kali dan sekarang janda, tetap saja dipanggil Gadis.

Yang parah, dia tidak mau kupanggil Mama. Aku disuruh memanggilnya Gadis saja .

“Kan kurang ajar manggil orang tua pakai nama aja?” tanyaku dulu.

“Enggak kurang ajar kalo orangtua kamu yang minta dipanggil nama” kata Gadis.

Jadi sejak kecil aku sudah memanggilnya Gadis.

Kadang kadang Gadis meminta aku memanggilnya “Sayang.” atau “Cantik”.

Gadis terobsesi ingin selalu cantik.

Aku sangat dekat dengan Gadis.

Gadis hanya berbeda 15 tahun denganku. Dulu dia hamil duluan. Papaku dipaksa kakekku menikahi Gadis. Tapi cuma setahun pernikahan mereka, Papaku pergi sekolah ke Luar negeri dan tidak pernah kembali lagi. Tak lama setelah itu kakekku meninggal.

Nenekku yang ibu rumah tangga jadi kewalahan menghidupi 4 anaknya dan aku cucunya.

Nenekku jadi stress and sering marah marah, yang jadi sasarannya adalah Gadis. Sebab Gadis dianggap sebagai beban keluarga. Sebagai anak tertua Gadis terpaksa putus sekolah . Dia harus bekerja di dua tempat  untuk membantu ekonomi keluarga. Di toko sepatu dan menjadi pelayan di restaurant. Selain itu Gadis juga punya pekerjaan sampingan berjualan cemilan. Nenek menerima jahitan di rumah sambil menjaga aku.

Bertahun tahun Gadis harus bekerja keras menghidupi keluarga, mengurus aku dan kehilangan masa remajanya. Penampilannya jadi tidak terurus. Kulit putihnya menjadi hitam karena selalu terbakar matahari, saat sering mengantarkan pesanan ke pelanggan. Rambutnya yang lebat, panjang bergelombang, jadi lebih sering awut awutan karena tidak sempat menyisir. Bajunya lusuh sebab tidak punya uang untuk membeli baju baru.

Setelah adik adiknya lulus sekolah, barulah gadis bisa sedikit santai, tidak bekerja terlalu keras.

Saat umurnya sekitar 23, gadis mulai bisa kembali merawat dirinya, dengan kosmetik murah dan membeli baju yang terjangkau, dia mulai terlihat manis lagi.

Gadis bertemu dengan suami keduanya yang penjadi pelanggan restaurant tempatnya bekerja.

Mulanya Om Dicky baik, sering membelikan aku mainan dan buku cerita kesukaanku.

Setelah menikah, Gadis berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga, mengurus kedua adikku yang masih kecil.

Tapi setelah mereka menikah, Om Dicky mulai sering marah. Sering memukulku dan Gadis. Mereka sering bertengkar. 3 Tahun setelah pernikahan itu akhirnya Om Dicky mengusir kami.

Dengan 3 anak, tanpa pendidikan yang cukup, Gadis kembali bekerja serabutan. Mengambil jahitan, sambil mengurus kedua adikku yang masih bayi dan balita, sambil berjualan cemilan. Malamnya aku dan nenekku dititipi mengurus adikku, Gadis bekerja di restaurant hingga larut malam.

Saya ingat saat adik bayiku sakit keras, Gadis tidak punya cukup uang untuk ke dokter. Akhirnya adik bayiku meninggal. Beberapa tahun kemudian, Om Dicky datang untuk merebut adikku yang masih tersisa. Om Dicky mampu membayar pengacara sedangkan Gadis terpaksa pasrah karena tidak mampu membayar pengacara.

Sejak kehilangan kedua adikku, Gadis jadi sering murung. Penampilannya semakin acak acakan. Kadang kadang dia tidak mandi berhari-hari. Hingga pemilik restaurant memecatnya, sebab bau badannya merusak selera makan pelanggan.

Perekonomian kami sangat memprihatinkan. Namun Gadis bersikeras aku tidak boleh putus sekolah. Gadis tetap bekerja keras hingga aku bisa kuliah.

Sekarang aku sudah kuliah dan bekerja sambilan untuk membantu Gadis.

Aku menjadi guru les matematik dan bahasa Inggris. Serta kerja freelance  sebagai web designer.

Gadis bisa bekerja lebih santai di toko baju sambil menerima jahitan. Kukumpulkan uang agar Gadis bisa memiliki Toko baju sendiri.

Om Dicky meninggal tahun lalu, Orangtuanya mengantarkan adikku Sara untuk kembali dirawat Gadis. Sejak itu Gadis kembali ceria.

Gadis memiliki bakat merancang mode. Baju jahitannya bagus dan tak kalah modis dengan baju designer. Dengan bantuan modal dariku, Gadis akhirnya berhasil membuka toko baju miliknya sendiri. Gadis bisa lebih memperhatikan penampilannya sekarang. Memakai pakaian modis jahitannya sendiri. Mulai berdandan kembali. Walaupun umurnya sudah 37 tahun, Tapi wajahnya masih terlihat seperti umur 20 an. Cantik.

Mungkin karena dia kehilangan masa mudanya, baru bisa merawat dirinya sekarang ini. Gadis jadi terobsesi ingin selalu cantik. Rambutnya di-cat pirang. Segala produk kecantikan baru dicobanya. Ke pasar pun harus bermake up lengkap. Pakaiannya selalu seperti remaja. Setiap kali orang mengira dia lebih muda, Gadis akan senang sekali. Seakan sudah menjadi tujuan hidupnya untuk kelihatan seperti remaja. Kesukaannya memakai pakaian sexy. Baju harus ketat memamerkan lekuk tubuhnya atau crop top yang memamerkan perutnya. Kalau bukan rok mini, ya celana pendek atau celana panjang ketat.

“Kemarin aku pergi sama tante Irma, eh dikira orang aku anaknya dia, padahal umur kita sama!” pamer Gadis dengan ceria.

“Waktu ambil raport, orang mengira aku kakaknya Sara!” ujar Gadis bangga.

 

“Aku tadi ketemu teman teman kamu di Mall, Dit. Si David sama Farid!

Masa mereka menyangka aku masih umur 13!. Ha ha ha..." Gadis tertawa senang.

"Emang sih aku awet muda, tapi baru kali ini ada yang nyangka aku masih 13!, Masa aku dikira adikmu! ” Gadis tersenyum bangga.

 

“Eh dosen kamu si Pak Agus biasanya suka genit kalau ketemu aku. Kok belakangan ini dia suka pura-pura nggak kenal kalau ketemu? Seperti ketakutan melihatku, ada apa ya?” tanya Gadis.

Oalah, Rupanya Pak Agus juga mengira Gadis adalah adikku. Pantas aja dia takut, dikira Gadis masih 13. 

 

Malam minggu aku datang ke rumah Nita. Ingin menjelaskan kesalah-pahaman kita.

Saat aku tiba, Nita sedang berada di luar. Sepertinya sedang mengantar seseorang pulang.

“Sering sering dong pulang ke Jakarta, Aku kan kangen!” kata Nita manja pada pria itu.

Pria tampan itu memeluk Nita dan mencium pipinya.

“Aku juga kangen banget sama Nita, tapi aku harus sibuk kerja, nggak bisa pulang sering sering!” kata Pria itu.

“Tapi kita kan bisa video call tiap hari, sayang. Dah sayang!” Kata pria itu melambaikan tangan. Tubuh atletisnya berbalik memasuki mobil mewahnya.

Aku memandangi mereka dengan cemburu. Tapi mereka tidak sadar akan kehadiran aku.

Aku segera pergi lagi, tidak jadi menemui Nita.

Secepat itu Nita menemukan penggantiku. Wajahnya lebih ganteng. Tubuhnya atletis, tidak seperti aku yang kerempeng. Dan mobil mewahnya bukan saingan motor bututku.

Kutabung semua uangku untuk membantu Gadis membuka toko baju miliknya sendiri. Aku rela tidak membeli mobil, cuma memakai motor butut. Gadis sudah berkorban banyak untukku semasa mudanya, sekarang gilirannku berkorban untuk Gadis. Tapi tak kusangka aku akan kehilangan pacar karena Gadis juga.

 

 

Aku memasuki kantor, tempatku bekerja freelance. Hari ini aku akan rapat dengan klien baru.

Saat aku memasuki ruang rapat, aku terkejut melihat wajah pria ganteng pacar Nita yang berada di sana.

“Kenalkan ini Pak Iwan Lubis, pemilik architecture firms yang akan kita design websitenya!” kata pak Roy, Creative Directorku.

Kami berjabat tangan.

“Kantor kami mau pindah ke Jakarta, saya mau rebranding, buat Logo dan website baru!” kata Pak Iwan.

“Ini Aditya, dia masih kuliah di jurusan design Trisakti, tapi designnya sudah keren. Nggak kalah dengan seniornya yang sudah lama di sini!” kata pak Roy.

“Anak saya juga kuliah di situ, tapi baru semester satu. Kenal Nita Lubis?” tanya Pak Iwan.

Aku terperanjat. Oh rupanya Pak Iwan ini tipe baby face, sama seperti Gadis.

Dan aku tipe cemburu buta sama seperti Nita Lubis.

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.