Apes
"Ada yang gak bisa kamu jawab pertanyaannya?" tanya ibuku lagi

Aku terburu-buru keluar dari kamar gubukku. Aku mencium bau sop ayam yang sedang ibu masak di sebuah kendi tanah liat. Tampak ibu sedang mengaduk-ngaduk sop dengan sendok sop yang terbuat dari batok kelapa. Uap sop yang keluar dari kendi menguapi wajah ibuku. Namun tampaknya beliau tidak terganggu.
"Bu, kok tidak membangunkan aku?" tanyaku sambil keluar kamar membawa handuk dan pakaianku. "Aku hari ini ada wawancara kerja di kota," kataku.
"Lho kamu ndak pesan ke ibu untuk dibangunkan pagi-pagi sekali," balas ibuku. "Jam berapa to ujianmu, nduk?" tanya ibu lebih lanjut.
"Jam 11 bu," jawabku sambil buru-buru menuju kamar mandi di depan rumah. "Aku mandi dulu ya bu," setengah berteriak.
"Yo. Ibu akan sediakan sarapan pagi untukmu ya nduk. Kamu harus kenyang sebelum wawancara," ibu berbicara dengan suara agak keras.
"Ya bu. Terima kasih ya.."kataku sambil mengguyur badanku.
Selesai aku beres-beres dan berpamitan kepada ibu, jam sudah menunjukkan pukul 9. "Bu, aku pamit ya. Doakan semoga semua lancar ya. Biar aku bisa bekerja seperti teman-temanku yang lain," aku mohon restu ibu. Waktuku tidak banyak. Setengah berlari aku keluar gang. Aku hanya punya waktu 1 jam setengah perjalanan ke perusahaan calon tempatku bekerja. Kalau tidak ada kemacetan, aku yakin bisa sampai di tempat jam 10 kurang.
Dari Grogol ke Slipi sebenarnya tidak jauh. Lancarnya perjalanan tergantung angkot dan kondisi lalin. Dan angkot pagi biasanya lumayan padat penumpang. Tapi beruntung aku segera dapat angkot yang sesuai tujuanku dan tidak penuh.
Mendekati Mal Taman Anggrek tiba-tiba aku melihat, melalui jendela depan angkot yang aku tumpangi, antrian panjang mobil-mobil di depan angkotku. Setengah gelisah sambil terus berdoa agar antrian panjang ini hanya berlangsung lima menit saja. Aku melihat jam menunjukkan pukul 9.20.
Lima belas menit berlalu, angkotku hanya maju sedikit demi sedikit. Aku mulai gelisah.
"Pak. Ada apa si di depan?" tanyaku dengan nada gelisah.
"Gak tau mbak saya," kata pak sopir menjawab pertanyaanku. "Mbak, mau turun di mana?" tanyanya kepadaku.
"Saya turun di HARKIT pak," balasku.
"Sabar aja neng," kata pak sopir, yang memanggilku kali ini dengan sebutan neng, menenangkan aku.
"Oke.." jawabku sambil menghela nafas perlahan. Jam sudah menunjukkan 9.50. Sepuluh menit mendekati jam 10.
Tiba-tiba supir memutar balik mobilnya. Aku kaget sekaligus bingung.
"Lho ada apa pak?" tanyaku semakin panik. "Kok putar balik?" tanyaku lagi. Penumpang - penumpang lain juga bertanya hal yang sama.
"Ada demo di depan. Tu.. semua kendaraan diminta putar balik," kata pak supir.
Semua penumpang panik dan ada yang cuma bengong. Sementara aku bingung. Antara mau turun, tapi resiko. Kalau tidak turun, aku gagal dapat pekerjaan. Aku bingung.
"Saya turun aja deh pak," tiba-tiba aku memutuskan untuk turun dan memutuskan untuk tetap datang wawancara meskipun telat.
"Eh jangan neng. Jangan. Lihat tuh neng banyak yang lari-lari balik arah juga," kata pak supir memperingatkan aku supaya tidak nekat.
"Demo apaan si pak?" tanyaku sambil menahan kesal.
"Tau deh tu neng.. saya gak ngerti. Cuma denger aja tadi malam kalau mau ada demo besar. Tapi nggak tau demo apaan. Saya mah cuma kerja doang," kata pak sopir menjelaskan sambil menahan kecewa.
"Oh iya iya pak.." kataku dan tetap duduk di dalam angkot bersama penumpang lainnya. Hanya ada satu bapak yang tetap nekat turun. Mungkin kantornya sudah dekat.
"Lho.. kok kamu sudah pulang?" tanya ibu.
"Gagal bu aku." kataku lemes.
"Ada yang gak bisa kamu jawab pertanyaannya?" tanya ibuku lagi.
"Nggak.." kataku. "Ada demo. Angkot dan semua kendaraan disuruh putar balik. Jadi ya aku pulang," kataku menjelaskan.
"Oh gitu.. yq sudah nduk yang penting kamu selamat," ibuku mencoba menghibur kekecewaanku.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.