LELAKI DENGAN BERJUTA KETULUSAN

LELAKI DENGAN BERJUTA KETULUSAN
Opung dan Ninik duduk di kebun belakang.

"Ayolah makan, kalau kau tak makan tambah pusing kepalamu."

"Tidurlah, istirahat jangan kau bolak-balik di belakang lantai itu licin."

"Sudah kubilang! Lantai itu licin!"

"Tak ada orang di sana, jangan kau ngomong sendiri macam orang gila. Kita dilihat orang."

"Icil tolong kau gantikan daster Mamakmu, basah dia main air terus." 

"Keran air di belakang itu matikan saja, capek aku lihat Mamakmu main air."

Ada saja keluh kesah Opung setiap hari. Dari keluhan bernada lembut, kadang dengan intonasi yang sedikit naik hingga yang terdengar hanya ungkapan kelelahan bahkan tak jarang teriakan melengking bagai penyanyi rock. Mungkin terdengar menggelegar hingga membuat Ninik marah menyerang kembali tak mau kalah.

Bila seperti ini aku cukup diam sampai semua mereda barulah aku muncul melerai seperti pahlawan dalam film yang selalu muncul terakhir kali.

Bukan takut kena damprat, tapi aku sengaja memberi ruang pada mereka untuk melepas amarah dengan caranya, walau aku akan menjadi orang yang paling susah membujuk Ninik untuk tenang kembali.

Opung lelaki paling sabar di dunia, paling pandai meredam apapun yang menjadi pemicu perang di antara mereka. Bahkan Opung bisa bertahan duduk berjam-jam menemani Ninik di teras asalkan Ninik tenang dan bahagia.

Bila Ninik bersenandung itu tanda hatinya bahagia, beberapa lagu akan didendangkan dengan suara khasnya tanpa henti hingga Ninik tertidur lelap. Tapi bila Ninik tak bernyanyi sudah bisa dipastikan hatinya sedang kacau.

Hanya duduk diam di teras depan, memandang kosong pada satu titik, dengan wajah muram.
Melihatnya seperti ini adalah kesedihan, butuh waktu lama untuk membuatnya kembali tersenyum.

Mengapa kami sangat mementingkan suasana hati Ninik? Karena dialah penentu warna hari kami. Semua bergantung pada hati Ninik.

"Kondisi Ibu dalam fase demensia dimana ada penurunan fungsi otak, daya berfikir, juga emosional. Jangan khawatir, kiita semua akan ada di fase ini. Jadi mulai sekarang orang di sekelilingnya harus lebih bersabar, lebih memahami kondisi Ibu agar bisa menjadi penyeimbang." Itu sebagian obrolan kami dengan dokter yang memeriksa Ninik.

Dan sejak itu kami berusaha bersabar menghadapi Ninik. Kadang banyak hal yang tak masuk akal yang dilakukan Ninik, seperti mengambil semua peralatan dapur lalu disimpan di kamar. Semua ember dibawa masuk dan ditaruh berjajar di atas meja kamar, jemuran akan hilang dan aku temukan ada di bawah kasur, sabun cuci piring hilang dan semua sudah tertuang dalam ember dan banyak hal tak masuk akal lainnya.

Kami menjadi terbiasa dengan perubahan emosi Ninik, detik ini bahagia dan detik berikutnya menjadi sedih atau marah-marah. Opung adalah orang yang full 24 jam bersama Ninik, bahkan tak bisa terpisahkan walau sedetik.


"Jangan kau berjalan di belakangku, nanti  jatuh kalau aku tiba-tiba berbalik."

"DiamlaH, tunggu aku sebentar."

Ninik tidak bisa jauh dari Opung, jarak yang memisahkan mereka hanya selangkah. Gelisah dan kesal langsung tampak bila Ninik tidak bisa menemukan Opung dalam jangkau pandangan matanya. Bahkan untuk Opung pergi mandi saja, Ninik akan bertanya di mana Opung sampai puluhan kali. 

"Mana Opungmu?"

"Kamu liat Bapakmu?"

"Tadi dia di sini, tapi sekarang dia pergi. Kenapa dia?"

"Pasti dia pergi ketemu orang itu." 

Walau sudah diberi penjelasan ke mana Opung pergi, tetap saja sedetik kemudian bertanya dan lupa lagi. Di sinilah kesabaranku diuji. Bukan hanya bertanya puluhan kali, tetapi jawaban aku adalah bumerang untukku sendiri. Ada rasa tak percaya atas jawaban yang aku berikan, seolah aku bersekongkol dengan Opung yang pergi meninggalkan Ninik. Bila sudah demikian maka hal yang aku lakukan adalah diam tak menjawab apapun yang dikatakan Ninik.

"Ninik cemburu sama pohon pisang, kata Ninik ada cewek yang rumahnya di kandang ayam itu pacar Opung. Makanya kalau Opung nyapu di kebun Ninik cemberut." Begitulah cerita yang dibahas pagi ini sambil sarapan oleh kedua anak gadisku.

"Serius? Mungkin aja Ninik beneran liat hantu perempuan? Kan yang bisa liat cuma Ninik," jawab si Kakak.

"Iihh serem banget kalau iya ada hantu perempuan di kebun," ujar mereka.

Pembahasan tentang pacar baru Opung yang di kebun belakang menjadi tambah seru saat aku melihat sendiri Ninik marah, cemberut dan diam mematung memandang kebun belakang dengan wajah emosi.

"Ninik kenapa? Marah kenapa?" Tanyaku dengan lembut.

Kudapat gelengan kepala tanpa menatap padaku.

"Itu perempuan sering ganggu Opung, rumahnya di sana," ujarnya sambil menunjuk kandang ayam yang memang menyerupai rumah.

"Itu kandang ayam, bau banget di sana. Mana suka Opung ke kandang ayam," jawabku dengan suara pelan sambil mengelus punggung Ninik.

"Opung lagi mandi, sebentar lagi selesai," ujarku sambil menunjuk arah kamar mandi.

"Tapi perempuan itu selalu bikin Opung marah-marah," lanjutnya dengan mata tetap mengarah ke kandang ayam. "Itu dia pakai baju kuning. " Tunjuknya ke arah kebun.

"Itu pohon pisang Nik, yang kuning itu daunnya, udah layu jadi turun ke bawah. Besok Mas Endy bersihin ya, daun kuningnya," jawabku masih dengan suara pelan.

"Kamu selalu belain Bapakmu, kamu gak percaya sama Mamak. Bapakmu punya pacar." Kali ini suara Ninik lebih keras dan emosional.

"Oohh iya-iya nanti Cil kasih tau Opung ya, jangan pernah dia ke kebun. Batasnya Opung nyapu cuma sampai pohon kelengkeng ya," jawabku mengalah.

"Awas aja kalau Opung ke kebun, Cil marahin dia." Aku melanjutkan seolah membela Ninik.

Terlihat wajahnya sedikit mereda dari emosi. Walau belum terlihat senyum tapi aku paham bahwa hatinya sedikit tenang.

Sejak kejadian sore itu aku dan opung sepakat bahwa pohon kelengkeng adalah batas Opung menyapu. Bila duduk di meja belakang Opung tidak boleh menghadap kebun, dan bila Ninik bercerita tentang perempuan berbaju kuning kita semua harus diam jangan berdebat tentang kebenaran bahwa itu adalah pohon pisang. Karena akan percuma kita berdebat tak pernah akan ada ujungnya. 

Dalam dunia kecil Ninik, pohon pisang di kebun belakang adalah perempuan penggoda yang harus diwaspadai karena akan membuat Opung berpaling. Kandang ayam di kebun adalah rumah perempuan berbaju kuning, area kebun adalah tempat yang sangat berbahaya bagi Opung. 

Opung berusaha untuk memahami kondisi Ninik, tetapi ada waktu di mana Opung juga memiliki rasa lelah dan terpancing emosi hingga butuh waktu untuk sendiri. 

"Udah Opung jalan-jalan keliling kampung aja tapi jangan jauh ya, Ninik Cil yang jaga."

"Kalau capek berhenti ya, beli soto, ngopi di warung lah biar fresh," ujarku pada Opung menyuruhnya pergi sendiri, menikmati waktu untuknya sendiri. Karena aku seorang anak yang menginginkan kedua orang tuaku sehat lahir batin.

Kepada semua teman yang bertanya kondisi Ninik saat ini, akan aku jelaskan secara detail bahwa Ninik tidak gila, tetapi mengalami fase demensia. Ninik memiliki dunianya sendiri, yang tidak bisa kita masuki. Batasan kita adalah pengertian dengan cinta dan kasih hingga mampu menenangkan jiwanya.

Tak pernah aku membayangkan akan berada di titik ini, melihat wanita yang dahulu sangat cantik, modis dengan dandanan trendy, aktif dengan banyak kegiatan, kini harus terkungkung dalam demensia.

Dengan baju daster karena hanya ini yang paling nyaman, semua koleksi kain batik harus aku singkirkan karena sudah pasti bila di dekatnya akan menjadi masalah baru. Pasrah bila aku mandikan, seperti anak kecil yang bahagia bermain air, bermain busa sabun dan shampoo. Menikmati gosokan spons di setiap inci kulitnya, bahagia merasakan pijatan di kepala saat dikeramasi.

Bila saatnya Ninik mandi sudah pasti akupun ikut basah, karena saat aku jongkok menggosok kakinya Ninik akan menyiram badannya hingga aku basah. Beginilah cara kami tertawa, berusaha menikmati setiap tingkahnya, berusaha memahami gundah hatinya.

Lelah? Tentu saja ada saatnya aku merasa lelah jiwa menghadapi Ninik yang butuh ekstra energi. 

Namun putus asa? Tidak! Jauhkan dari rasa putus asa karena ini adalah pengabdian.
Berikan hati kami kekuatan untuk merawat Ninik dengan cinta yang utuh.

Karena senandung lagu yang dinyanyikan Ninik adalah musik terindah yang pernah ada.

Obrolan Ninik dengan rasa cemburu tentang perempuan berbaju kuning adalah cerita romansa yang paling menyentuh tentang rasa tak ingin kehilangan.

Momen Opung dan Ninik duduk berdua di teras adalah bingkai kehidupan paling indah tentang cinta yang pernah aku saksikan.

Opung duduk di samping Ninik yang sedang berbicara entah dengan siapa, terus berbicara seolah banyak teman yang sedang bersama Ninik. Opung tak bergeming hanya duduk diam tak mau menganggu keasikan Ninik.

"Biarkan, dia lagi ngobrol katanya ada temannya datang." 

"Jangan diganggu dia lagi bahagia."

Ini semua tak ternilai, kesabaran mendampingi Ninik dengan kondisi di luar nalar.
Menikmati tanpa bosan lagu yang dinyanyikan Ninik berulang kali adalah bentuk cinta yang lain.
Dari Opung aku belajar tentang ketulusan.

"Mamakmu perempuan yang tetap cantik dari dulu sampai saat ini," ucapnya padaku.
Penuh cinta dalam setiap ucapan, untukku kisah Opung dan Ninik adalah kisah cinta terindah.

"Jaga Mamakmu, lembutkan hatimu bila menghadapinya. Dulu dia tidak pernah istirahat merawatmu. Semua dia lakukan dengan tangannya, jadi rawat dia juga dengan tanganmu." Ini adalah wasiat untukku.

Duniaku hanya kecil, lingkarannya hanya sebatas mengantar anak-anak ke sekolah, memasak untuk keluarga, merawat Ninik, memandikan Ninik, buat kopi untuk Opung dan Ninik, menyeterika baju kerja suami, merebus singkong hasil panen dari kebun, buat kolak pisang dari panen di kebun belakang, duduk menikmati teh panas saat semua sudah tidur terlelap, tetapi semua ini berarti. Setiap kalimat ingin kuselipkan cinta di dalamnya. Seperti Opung yang tak pernah lupa menyelipkan cintanya untuk Ninik dari waktu ke waktu.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.