Batal ke Sawah

"Mbok, titip Raras, ya? Dijak nang sawah wae. Nyong arep nang pasar ndhisik," (1) begitu kata anakku ketika aku bersiap ke sawah.
Sudah jadi rutinitas harianku memeriksa sing nyambut gawe sawah alias para pekerja di sawah. Hanya saja, kali ini anakku memintaku mengajak Raras, cucu perempuanku, ikut. Umurnya sekitar dua tahun. Sudah bisa jalan, tetapi harus digendong untuk perjalanan ke sawah.
"Iki wis tak siapke maeme, karo mengko aja lali nggawa payung ben ora kepanasan, ya?" (2) pesan wanti-wanti anakku.
Ia menyiapkan rantang susun tiga yang kutenteng di tangan kiri. Payung kupegang di tangan kanan. Cucuku di gendongan, di punggungku. Meskipun beban itu cukup membuat gerakanku melambat, aku segera berangkat ke sawah.
Dari rumah aku berjalan ke utara, menyeberangi jalan kampung, lalu menyusuri jalan setapak menuju sawah. Akhirnya aku tiba di sungai kecil yang harus kuseberangi dan kemudian langsung memanjat naik ke pematang sawah yang lebih tinggi.
Eiiittttt...
Jemari kaki telanjangku berusaha mencengkeram supaya tetap berpijak di bumi. Sayangnya pematang sedikit berlumpur, dan kakiku basah usai menyeberang sungai. Tanganku memegang....
AAAAAA...
Kami jatuh! Terjengkang tercebur ke sungai!
"RAASSS!!!" teriakku memanggil cucuku yang tadi di gendonganku.
"Hihihihi...."
Aku melihat cucuku tertawa ngikik, memamerkan gigi geripisnya. Ia terduduk tak jauh dariku. Bajunya basah, termasuk rambut berponinya.
Cucuku tertawa mungkin merasa lucu jatuh bersama neneknya. Atau karena kami berdua basah kuyup. Akhirnya aku tersenyum dan bernapas lega melihat cucuku tidak luka. Untung dia tidak tertindih aku ketika kami jatuh.
Aku bersyukur kami selamat. Kulihat payungku patah, dan makanan dalam rantang terburai serta hanyut di sungai. What a day! Namun aku tidak khawatir soal makanan, karena ada Warung Pumpkin yang letaknya tak jauh dari tegalan situ.
Warung Pumpkin menyediakan menu olahan waluh atau labu kuning. Tidak hanya makanan, tapi juga minuman. Aku pernah ajak Raras ke situ. Cocok buatku yang mulai ompong, dan cucuku yang giginya tak lebih baik, karena waluh itu empuk, gurih dan sehat. Bahkan kudengar mereka bilang, meskipun makan banyak waluh tidak bikin gendut. Iya, meskipun sudah jadi nenek, aku mau tetap langsinglah. Hahaha.
"Ras, awake dewe bali ganti klambi sing teles iki, ya? Trus maem nang Warung Pumpkin," (3) ajakku ke cucuku. "Iki Mbah prei wae ora sah nang sawah. Mengko sore wae sisan." (4)
"Horeee! Mbah, nyong ngko entuk pesen pumpkin milkshake?" (5)
"Ya. Ning aja matur ibumu, ya?" (6)
- - - - -
Catatan:
(1) Ibu, titip Raras, ya? Diajak ke sawah saja. Saya akan ke pasar.
(2) Ini sudah saya siapkan makanan, jangan lupa bawa payung supaya tidak kepanasan, ya?
(3) Ras, kita pulang ganti baju yang basah ini, ya? Lalu makan ke Warung Pumpkin.
(4) Ini Nenek libur saja tidak ke sawah. Nanti sore sekalian saja.
(5) Horeee! Nenek, aku ntar boleh pesan pumpkin milkshake?
(6) Ya. Tapi jangan bilang ibumu, ya?
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.