Takut.

Takut.

Angin semilir berhembus dalam petang. Bermain dengan daun-daun di dahan. Menerbangkan ia yang gugur di tanah lapang. Di sudut lain, dua insan duduk bersebelahan. Istirahat dari kelelahan bertemankan semburat jingga membawa pesan damai.

“Abang dengar kau nggak daftar seleksi tim sepak bola desa Jo. Kenapa?” Edgar membuka percakapan.

“Belum-belum daftar sudah ditolak aku, Bang.”

“Siapa bilang? Belum kau coba. Cobalah!”

Bocah itu menggeleng.

“Main kau bagus, Jo. Kenapa?”

Jojo menghembuskan napas pelan, tangan mungilnya bermain dengan rumput lapangan. “Takut ga bisa aku, Bang. Nanti aku gagal.”

Ditatapnya kini bocah yang tertunduk lesu di sebelahnya. Rasa-rasanya Edgar melihat awan hitam diatas kepala Jojo. Membuat wajah bocah itu dirundung mendung.

“Hei, Jo. Coba kau tengok tu. Dua pohon di sana. Beda nggak menurut kau?” Edgar menunjuk dua pohon dukuh yang menjulang tak jauh dari lapangan rumput tempat mereka duduk. Kepala Jojo terangkat.

"Jelas beda lha, Bang! Nih, ku kasih tau ya. Pohon yang di kanan tu daunnya lebat, Bang. Jadinya rindang. Sering bobo aku di bawah sana bareng si Peing. Terus Bang, kalau musim buah duku beuh! Buahnya melimpah! Aku sama si Peing yang sering panjat ambil buahnya. Kita makan lah bareng bareng. Nggak takut jatuh aku. Dahannya..." Jojo memukul tangannya keras, kemudian mengacungkan jempol "Kuat!"

Jojo melanjutkan, rupanya bocah itu mudah sekali dialihkan. "Nah, kalo yang kiri Bang. Doh, macem pohon penyakitan dia. Si Peing pernah sok sok panjat. Jatuh nyungsep dia, Bang! Bahahah! Rapuh kali dahannya. Udah gitu, nggak pernah aku lihat pohon tu berbuah. Abang tengok tu, daunnya hampir kuning semua, udah gitu nggak selebat di sana. Setengah botak dia." Jojo tertawa.

"Eh, tapi kau tau kenapa pohon yang kiri kurus kering, Jo?"

"Mamakku bilang yang nanam nggak cuci tangan, Bang. Jadinya begitu dia." Jawab Jojo mantap.

"Ada jawaban yang lebih baik Jo—“

"Jawaban Mamak jahat kah, Bang?"

"Eh? Bukan begitu."Edgar menggaruk tengkuknya. "Maksud Abang begini, Jo. Kau pernah nggak lihat pohon tu dari dekat?"

Jojo mengangguk.

"Kau pernah liat ada tumbuhan rambat yang menempel di pohon itu? Pokoknya daunnya beda lah.”

“Hmm, pernah kayaknya, Bang. Ada banyak. Tapi daunnya beda sama daun pohon duku. Apa itu, Bang?”

“Nah! Itu namanya benalu, Jo.”

“Pemalu?”

“Benalu, Jo. Be-ebe-en-a-na-el-u-lu.”

Jojo bingung. “Apa benalu, Bang?”

“Benalu itu tumbuhan rambat. Termasuk keluarga parasit—“

“Parasut?”

Edgar menghela napas. “Parasit, Jo. Parrrrrasit. Kau dengarkan Abang dulu ya?” Jojo mengangguk. “Benalu itu termasuk keluarga parasit, Jo. Dia sukak nempel-nempel di dahan pohon gitu lah.”

“Macam anggrek kah, Bang? Di depan rumahku pohon anggrek nempel di pohon mangga.” Kata bocah itu.

“Sama-sama menempel. Tapi anggrek dan benalu beda, Jo. Anggrek bisa menghasilkan makan— ah sebut saja, kalau mau makan anggrek bisa masak sendiri, Jo. Tapi benalu nggak bisa. Makanya, dia ambil itu makanan dari pohon yang dia tempeli. Jadinya pohon yang ditempeli itu kurus kering, rapuh dan nggak berbuah. Karena makanannya dimakan si benalu. Macam pohon duku itu. Hidup tapi seperti mati, Jo.”

“Eeeih. Jahat kali rupanya si benalu itu.” Jojo geleng-geleng. “Eh, tapi kenapa Abang bahas benalu?”

Edgar tersenyum. Dirangkulnya Jojo.

“Jo, rasa takut itu manusiawi. Wajar. Semua orang punya rasa takut. Tapi, ketakutan berlebih bisa berubah menjadi benalu, Jo."

"Manusia yang menghidupkan rasa takut berlebihan dalam dirinya akan sama nasibnya dengan pohon duku yang dihidupi benalu itu. Menua tapi kurus, rapuh dan tak bisa memberimu dan si Peing buah duku.”

Edgar menatap Jojo dan melanjutkan, “Semakin rasa takut kita hidupi, kita berikan porsi besar, sehingga jadi rasa takut yang berlebihan. Maka semakin kita dikuliti. Dia makan itu keberanian kita, rasa optimis kita. Boleh jadi, kita terus menua dimakan usia, namun karena rasa takut berlebih itu kita tak bisa berkarya. Tak bisa memberi manfaat untuk sesama karena kita tak memberikan kesempatan diri untuk mencoba. Rasa takut lebih dulu menghentikan langkah kita. Coba kau bayangkan, tiap kali ada pendafataran seleksi sepak bola kampung, kau selalu takut mencoba.”

Bocah itu menunduk, tenggelam dalam pikiran.

“Jo,” Edgar tepuk satu bahu Jojo pelan. “Tengoklah diri kau. Abang tau kau itu jago kali menggiring bola di lapangan. Lincah kali kaki kau macam siapa itu? Leoni Misi?”

“Lionel Messi, Bang.” Ralat Jojo.

“Iya, maksud Abang itu. Saran abang cobalah dulu, Jo. Takut wajar. Tapi janganlah berlebihan. Nanti dia habisi itu kau punya keberanian dan percaya diri. Gimana bisa juri tau kau hebat, jika kau nggak coba. Kita coba daftar seleksi, ya? Kau mau jadi pemain bola hebat kan? Jangan takut nggak bisa dulu.”

“Besok kita daftar ke rumah Bang Sam, gimana?” tanya Edgar. “Abang temani.”

Jojo mengangguk tersenyum. Edgar balas tersenyum sembari mengacak rambut bocah itu.

“Ini baru Leoni Misi junior!!” seru Edgar!

“Ck! Lionel Messi, Bang! Leoni, Leoni. Siapa pulak itu Leoni.” Sungut Jojo sembari menarik tangan Edgar di atas kepalanya.

“Ah, sama saja, Jo.”

“Beda, Bang. Beda. Eh, tapi Abang kok tau betul soal benalu?”

“Gini-gini nilai ulangan IPA abang di atas rata-rata, Jo.”

“Eih, masa?”

“Kawan-kawan abang nilainya lima. Abang lima koma lima, di atas rata-rata lah.”

“Eihhhh. Tapi Bang. Jojo mau tanya.” Ucap Jojo tiba-tiba tersadar.

“Abang mau jawab, Jo. Apa?” Edgar mengangkat dagunya.

“Tadi abang bilang anggrek bisa masak. Memang anggrek punya dapur, Bang?”

Hening.

Waktu seakan berhenti dan berjalan kembali ketika sebuah teriakan terdengar dari belakang mereka. Pekikkannya membahayakan telinga tetapi menyelamatkan Edgar dari kekakuan yang ada.

“Jooooo! Edgar! Pulang keleyan! Mau magrib cepat ke surau!”

Edgar bangkit berdiri. “Dah. Dah. Ayo balik.”

“Eh? Jawab dulu, Bang! Abang nggak tau? Bang?! Ck! Yasudah, aku tanya mamak aja kalau gitu.” Teriak Jojo sembari berlari kecil mengejar Edgar yang mulai meninggalkan lapangan.

"Mak! Bunga anggrek di rumah kita punya dapur kah? Bang Edgar bilang dia bisa masak!”

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.