Suara Hati

Suara Hati
Sumber : Cerebromente.org

Senja baru saja lewat sesaat lalu ketika adzan bergema. Para lelaki bergegas menuju masjid di ujung gang. Perempuan-perempuan setengah baya bermukena putih  mengiringi  mereka meskipun tertatih.   Langkah mereka terhenti sejenak oleh  teriakan-teriakan dari salah satu rumah yang mereka lewati.

 “Aku mau pergi. Aku nggak mau tinggal di sini!”  terdengar teriakan parau seorang gadis.

“ Siapa itu?” Bu Ani  ingin tahu

“Noni, anaknya Marina ,” sahut Bu Maryam, “ Sudah dua minggu ini kelakuannya aneh. Sering teriak-teriak, marah-marah , menangis meraung-raung.  Tengah malam menyanyi keras-keras.”

"Lho, itu anaknya pendiam. Cuma senyum saja kalau ketemu orang. Kok bisa berubah begitu kenapa?” potong Bu Yati diliputi keheranan di wajahnya.

"Jangan-jangan kemasukan jin,” Bu Yati menduga-duga.

"Atau  kena guna-guna,” tambah Bu Ani.

"Mungkin stress ,” Bu Maryam mengajukan kemungkinan lain.

Percakapan mereka segera saja terhenti  ketika Pak Ustad yang biasa mengimami sholat lewat. Tak enak jika ditegur Pak Ustad karena membicarakan orang lain. Setelah tersenyum sambil menganggukkan kepala , mereka mempercepat langkah. Pembicaraan tentang anak gadis Marina pun segera disudahi.

Usai sholat berjamaah mereka tidak lagi mendengar teriakan-teriakan dari rumah Marina. Bahkan tidak terdengar suara televisi yang biasanya oleh Marina dibiarkan menyala agar rumah tak terasa sepi. Mungkin  Noni sudah lelah atau jangan-jangan dia benar-benar sudah pergi meninggalkan rumahnya. Keadaan rumah sulit dibedakan antara ada orang atau tidak.  Rumah itu selalu kelihatan seperti tak berpenghuni. Mungkin karena hanya ditinggali dua orang . Marina dan  Noni saja. Keduanya meninggalkan rumah pagi hari untuk kembali sorenya. Hampir setiap hari  selalu begitu kecuali Sabtu dan Minggu yang menjadi hari libur mereka. Dua hari yang   dihabiskan lebih lama di rumah.

 “Ada apa itu di perempatan sana?” seru bu Ani  setelah melewati rumah Marina.

Kerumunan orang menyita perhatian  mereka. Ada teriakan melengking memecah keheningan. Suara yang sama yang terdengar dari rumah Marina tadi. Tanpa disuruh, mereka ikut berkerumun untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sana. Tampak Marina berusaha membujuk  Noni agar mau kembali ke rumah tapi berkali-kali tangannya ditepiskan. Kekuatan Noni berlipat sehingga Marina kewalahan.

“Aku punya Ayah. Kenapa kalian selalu bertanya  di mana Ayahku sekarang ? Apakah Ayahku berhutang pada kalian? Katakan berapa hutangnya akan kubayar?”  suara lantang itu tak disangka diucapkan oleh Noni yang dikenal pendiam oleh para tetangga.

Reaksi orang-orang yang berkerumun di sana berbeda-beda. Ada yang tersenyum-senyum sambil berbisik-bisik ke teman di sebelahnya. Ada pula yang menatap Noni dengan rasa kasihan. Beberapa di antara mereka hanya diam sambil menghindari tatapan tajam Noni yang memendam kemarahan.

“Kasihan ya ,” bisik Ani kepada Bu Maryam.

"Iya, sejak kecil sudah ditinggal Ayahnya,” Bu Maryam berkata pelan sambil memandang iba kepada Ibu dan anak yang kini menjadi tontonan banyak orang.

“Anak sering menjadi korban perceraian orang tuanya,” gumam Bu Ani  lirih. “Saya heran kenapa banyak orang usil yang selalu ingin tahu urusan keluarga orang lain. Sudah tahu kalau Ayah Ibunya bercerai kenapa selalu nanya di mana Ayahnya.”

Bu Yati hanya membisu menyaksikan kejadian di depan matanya.  Kalau saja Bu Ani tahu, dialah salah satu orang yang sering bertanya-tanya tentang keberadaan Ayah Noni sekarang. Setelah hampir lima belas tahun Marina bercerai dan tidak menikah lagi sampai sekarang, mestinya tak perlu ada lagi pembicaraan tentang mantan suaminya . Apalagi mantan suaminya bukanlah lelaki yang pantas dibanggakan sebagai Ayah oleh anaknya.  Dia pengangguran yang  menggantungkan hidup pada istrinya. Sudah pasti cerita tentang Ayahnya akan melukai hati Noni yang kini telah tumbuh dewasa dalam pengasuhan Ibunya.

Pelan-pelan Bu Maryam  melangkah mendekati Noni. Tak gentar sedikit pun oleh perilaku Noni yang berubah beringas .  Matanya memandang  ke sekelilingnya  seperti hendak menantang semua orang yang mengerumuninya sementara Marina meneteskan air mata di sampingnya setelah kehabisan cara untuk membujuknya pulang. 

 "Ayo pulang Noni!” Bu Maryam berhasil menyentuh bahunya  lalu membujuknya lembut .  Dia berusaha mengelak agar tangan bu Maryam terlepas dari bahunya tetapi  tak berhasil. “Ayahmu tidak berhutang pada siapapun. Mereka  tidak akan menagih hutang padamu.”

"Noni, pulang dengan Ibu ya!” Marina ikut membujuk Noni dengan wajah harap-harap cemas.

Tak disangka Pak Ustad  muncul  di sana. Rupanya seseorang telah ke rumahnya untuk mengabarkan kejadian di pertigaan itu. Beliau meminta kerumunan itu untuk membubarkan diri. Dengan begitu Noni akan menuruti ajakan Ibunya untuk pulang.

 "Aku nggak mau pulang, “ Noni masih mencoba memberontak. “Kupingku sakit mendengar banyak suara di sekitar rumah. Orang-orang itu membicarakan kita, Bu.”

Pak Ustad mendekati Noni  kemudian berbicara pelan. “Tidak ada yang membicarakan kamu atau Ibumu. “

“Aku mendengarnya Pak Ustad,” sanggahnya lagi dengan kesal. “Sangat keras sampai sakit kupingku. Suara itu terdengar terus. Mereka mengatakan kalau Ibuku suka mengganggu suami orang. Mereka bilang Ayahku pengangguran yang suka mabuk-mabukan dan banyak hutang.”

“Tidak ada ,” Pak Ustad menegaskan lagi . “Pulanglah sekarang !”

 Bu Maryam dan Bu Ani ikut membujuk agar Noni mau pulang. Bu Yati hanya memandang mereka dari tempatnya berdiri. Diam-diam dia menyelinap pergi ketika Noni akhirnya mau pulang bersama Ibunya. Namun ada rasa bersalah yang mengusiknya hingga malamnya sulit tidur.

 Paginya usai sholat Subuh di masjid , dia  minta diantarkan oleh Suaminya ke terminal  Katanya akan menemui orang pintar untuk membantu mengobati Noni. Suaminya tidak banyak berkomentar.  Dituruti saja kemauan Istrinya. Siangnya dia kembali menjemput di terminal. Tetapi menolak menemaninya ke rumah Marina. Biar saja dia menyelesaikan urusannya sendiri.

 

Pintu rumah Marina selalu tertutup seperti biasanya. Entah ada orang atau tidak selalu begitu keadaannya. Harus mengetuk sambil memanggil namanya agar pintu segera dibuka. Kadang harus menunggu lama kalau Marina atau Noni sedang berada di belakang rumah. Ketukan di pintu tidak terdengar sampai di belakang rumah. Sore itu Bu Yati perlu menunggu beberapa saat sebelum pintu dibuka oleh Marina. Suara sayup-sayup Noni menyanyi terdengar dari luar berbaur dengan suara televisi.

 Bu Yati menyerahkan dua botol air mineral berbeda ukuran.  Satu botol ukuran besar dan satunya lagi lebih kecil.  “ Ini air yang sudah diberi doa oleh pak kiai. Gunakan air di botol kecil ini untuk mandi dan keramas. Gunakan sekali saja semuanya sampai habis. Diguyurkan dari kepala sampai ke seluruh tubuh,” dia menerangkan kepada Marina yang terlihat agak terkejut. “ Air di botol yang satu ini untuk dicampurkan ke air minumnya. Tuangkan sedikit-sedikit setiap kali minum.”

“Tadi Bu Maryam juga ke sini, membawa garam katanya untuk dicampurkan air mandi Noni.  Garam itu katanya sudah diberi doa oleh orang pintar.”

 Bu Yati terdiam sejenak. “Ya, tidak apa-apa Rina. Kita harus mencoba semuanya. Semoga bisa membantu memulihkan kondisi Noni.”

 "Mohon doanya ya Bu,” ucap  Marina kemudian.

 Setelah Bu Yati pulang, Marina menghampiri Noni yang sedang menggambar di kamarnya. Goresan cat air warna-warni terlihat di kertas gambarnya. Entah itu gambar apa , tidak penting bagi Marina. Melihat Noni lebih tenang dengan cat air dan kertas gambar membuatnya agak lega.

Marina memutuskan untuk membawa Noni ke psikiater nanti malam. Jiwa anak gadisnya  tertekan karena tak mampu menghadapi beratnya kenyataan hidup. Gadis pendiam itu menahan malu karena semua orang seolah menghina dirinya yang memiliki orangtuanya bercerai. Bahkan dia  mengkhawatirkan Ibunya akan mengganggu suami orang setelah menjanda terlalu lama. Kasihan sekali dia. Jiwanya lemah terlalu lama menahan kecewa, sedih dan amarah. Suara hati yang memberontak setelah sekian lama teredam.

 Dipandanginya botol air pemberian Bu Yati dan garam yang dibawa Bu Maryam. Dia masih menimbang-nimbang apakah perlu menggunakannya? Sore itu begitu cerah dan kelihatannya nanti malam tidak akan hujan. Segera dia menelpon untuk mendaftarkan Noni periksa ke psikiater yang praktek nanti malam

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.