Uang Dua Puluh Ribu di Saku Celana

Aku mengeluarkan uang duapuluh ribu rupiah di saku celanaku. Memandanginya dengan hati-hati, kalau-kalau, saya mengingat setiap jengkal kejadian detail yang pernah kualami.
Hari itu, aku lupa hari apa tepatnya, yang jelas selama tiga hari berturut-turut aku meneriam tawaran untuk menjadi guru les privat anak jenjang SD. Aku merasa senang jikalau aku pertama kali mengambil kelas itu. Dengan perasaan senang setiap les mapel yang saya berikan. Hari berganti hari, ada perasaan sungkan, tidak tega, dan iba, dengan bayaran yang diberikan sebesar lima ribu rupiah setiap kali pertemuan dalam satu jam pelajaran. Di hari pertama hanya satu orang yang datang, dan memberiku lima ribu rupiah. Di hari kedua, hanya satu orang yang datang dan memberiku lima ribu rupiah. Di hari kedua, doa orang yang datang, dan memberiku masing-masing lima ribu rupiah. Genaplah, gajiku duapuluh ribu rupiah, penghasilanku saat itu, saat aku pernah mengambil les privat untuk anak SD. Sejak saat itu, saya mengira, saya tidak akan pernah memberikan les privat untuk anak SD secara berbayar. Mungkin keingananku adalah aku ingin memberikan kelas atau mungkin pelatihan gratis bagi mereka yang kurang mampu. Atau mungkin siapa saja yang ingin belajar di kelasku. Selagi tangan masih bisa bergerak, selagi hati mengizinkan masih. Apalah jua sebuah perjuanagn dipikul, dijunjung bersama-sama.
Di lain hari, aku saat seorang teman satu kosku meminjam uang lima ribu rupiah padaku, dan dia mengatakan, “Halah, cuman uang lima ribu doang. Ngapain sih dikembalikan!” dan aku hanya terkejut mendengar pernyataan itu dan berasa bahwa aku tidak mengerti apa yang dimaksud dari omongannya.
Lima ribu doang itu, aku cuman punya uang itu satu-satunya saat aku meminjamkannya ke kamu. Tapi kamu sebagai seorang sahabat, mengambilnya begitu saja tanpa mengindahkan kalau aku juga sedang perlu.
“'Kan, cuman temen sendiri, nggak usah dikembalikan juga nggak papa!” Seolah ekspresimu ingin mengatakan hal itu.
Jika saja saya memiliki uang lebih, mungkin saya bisa saja memberikan uang atau mentraktir apa saja untuk seorang teman, atau mungkin sahabat. Tapi, ya ampun, untuk makan sehari-hari saja, saat itu, aku masih sangat senang. Sedangkan uangmu mungkin lebih banyak dibandingkan uangku. Dan kamu baru tidak memiliki sedikit uang saja sudah kelabakan mau pinjam uang ke aku, yang di mana aku sangat berhemat sehingga bisa meminjamimu uang lima ribu rupiah hingga sedemikian rupa. Tapi, terima kasih banyak bahwa kau telah memberiku pelajaran, bahwa uang lima ribu rupiah memang tidak ada gunanya sama sekali.
***
Aku saat aku dibangku SMA, entah kelas berapa aku lupa. Guru meminta muridnya untuk iuran acara Maulid Nabi di sekolah sebesar lima ribu rupiah. Dan aku waktu itu tidak punya uang sama sekali dari orangtuaku. Karena jarak yang teramati, dan aku hanya seorang diri di yayasan. Akhirnya aku menekatkan diri agar tidak membayar biaya iuran itu. Alhasil guru bertanya, “Siapa diantara kalian yang belum membayar iuran?”
“Tina, Bu, Tina!” kata temen-temenku yang lain serempak.
“Loh, Tina belum bayar uang iuran? Ya udah, nggak papa.” Kata guru itu mengerti.
Meskipun demikian, saya merasa sangat malu karena guru mengetahui bahwa saya belum membayar iaurannya. Dan juga teman-teman yang juga tahu bahwa saya juga belum membayar iaurannya.
***
Uang dua ribu rupiah yang sama dengan saya alami saat saya dibangku kuliah. Temanku- mempertanyakan yang selalu dan sering makan bakso hingga satu mangkuk penuh. Entah berapa uang yang mereka habiskan untuk membayar satu mangkuk bakso yang penuh itu. Sedangkan aku hanya berhemat membeli dua ribu rupiah untuk satu mangkuk bakso. Antara mungkin malu dan pendiam, saya hanya menikmati setiap jengkal bakso yang saya beli dari uangku yang hanya rua ribu rupiah. Tapi setidaknya aku masih bisa berbaur dengan teman sebayaku, dengan sahabatku, yang mungkin mereka mengerti bahwa aku memang tidak punya. Hanya memiliki sedikit uang dari hasil jerih jerih jerih payahku yang kuliah sambil bekerja.
Bukan hanya soal bakso, tapi juga soal makanan. Saat aku dan kawan-kawanku membeli makanan di kantin, aku selalu memakai lauk sederhana, meskipun aku juga mencoba memakai lauk ikan, atau ayam. Hanya tempe, tahu, dan eseng-eseng yang aku pakai. Saat teman-teman selalu memakai makanan dan lauk terenak di piringnya. Dan aku hanya dengan menyendok sesendok demi sesendok setiap jengkal makanan yang aku makan ke dalam mulutku. Yang tentunya, aku hanya sedikit uang untuk porsi makananku hanya satu porsi makanan terenak teman atau mungkin sahabatku.
***
Setiap peristiwa selalu meninggalkan kenangan. Entah kenangan manis, pahit, dan mungkin suram. Tapi, selalu ada pelajaran yang bisa diambil dari setiap kejadian tersebut. Uang lima ribu memang tidak ada gunanya, tapi sangat berguna bagi mereka yang kurang mampu. Dan uang dua ribu jugalah tidak terlihat sangat berguna, tapi masih bisa digunakan bagi mereka yang melihatnya.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.