Rumahmu di Mana?
Jika Anda mendapat pertanyaan: Rumahmu di mana? Apa jawaban Anda?
Bagi kebanyakan orang, pertanyaan itu sangat mudah dijawab. Rumah saya di ... sambil menyebutkan alamat.
Bagi yang belum memiliki (bangunan) rumah sendiri, tentunya akan menjawab dengan menyebutkan tempat tinggalnya. Bisa berupa tempat kos, rumah kontrakan, atau rumah orang tua, pokoknya yang ditempati.
Si penyanyi legend, Elvis Prestley, pernah bersenandung: Home is where the heart is. Artinya, rumah adalah tempat hati kita berada. Saya setuju ini.
Buat saya, rumah adalah tempat saya dan anak saya sekarang tinggal, meskipun itu artinya rumah kos. Demi nemenin si anak tunggal, saya dengan senang hati pindah tempat tinggal. Rumah yang sebelumnya kami tinggali adalah rumah orang tua. Rumah yang pastinya sedih kami tinggalkan, karena terlantar jadinya.
Saya baru menyadari, sekitar Juli lalu, bahwa anak saya kesulitan dengan urusan rumah. Ketika libur kenaikan kelas, dia ingin pulang, dan saya melarangnya!
"Lha? Rumahnya, kan, kosong? Terakhir Mama ke sana, debunya banyaaak. Mama nyapu dan ngepel sampai dua kali dalam sehari rasanya masih kotor. Trus, kebanyakan barang, kan, kita bawa ke sini? Di sana tidak ada kompor, tidak ada kulkas, tidak ada mesin cuci, tidak ada motor." Saya memberikan argumen panjang lebar. "Tidak ada siapa-siapa."
Memang, saya sengaja bawa hampir separo barang kami ke sini ketika pindahan. Ibu kos terkejut saat menyambut dan melihat bawaan kami.
"Pindah rumah," komentarnya sambil tersenyum lebar.
Sayangnya, si tunggal punya pikiran berbeda. Semua temannya mudik (kecuali teman yang warga sini). Dia ingin mudik juga, tapi ke mana?
Setelah saya memberikan ide dan saran, akhirnya dia memilih berlibur ke Yogyakarta. Ia akan menginap di kakak sepupunya, yang ngekos di sana. Untunglah ada solusi yang menyenangkannya, sehingga kerucut di mulut perlahan terurai. Hahaha.
* * *
"Ibu turun di mana?"
Pertanyaan untuk kedua kalinya ditanyakan oleh driver mobil travel.
"Bentar, ya, Mas. Tunggu saya mastiin di rumah ada orang enggak. Kalo tidak ada, kasi waktu saya cari penginapan."
Berita lelayu meninggalnya budhe sempat membuat saya kalang kabut.
Hari itu Kamis. Keberuntungan beruntun mendatangi saya. Beruntung saya shift pagi dan sudah pulang kerja ketika mendapat kabar duka. Beruntung ada staf lain yang ternyata bisa lembur di shift sore. Sebelumnya, saya menawarkan diri untuk datang lagi pas jam dinner yang biasa tamu resto membludak. Kami sedang kekurangan staf. Beruntung saya bisa minta izin tidak bekerja Jumat. Beruntung berikutnya, saya bisa dapat seat di mobil travel kloter terakhir hari itu. Jadi, meskipun berita lelayu membuat hati saya porak poranda, tetapi berbagai keberuntungan hari itu memudahkan perjalanan ke Yogyakarta.
Sudah lama saya tidak ke Yogyakarta. Apalagi ke rumah budhe saya, tempat saya pernah tinggal di sana sekitar delapan tahun. Ini seperti perjalanan pulang, tetapi, ada siapa di sana?
Setahu saya, rumah itu kosong semenjak budhe saya tinggal bersama putra-putrinya di Jakarta. Sempat ada orang yang ditugasi menjaga rumah, tetapi saya tidak tahu pasti.
Sebenarnya saya bisa bertanya ke salah satu sepupu saya, tetapi saya membayangkan mereka pasti sibuk mengurus jenazah budhe (alias mama mereka) untuk perjalanan darat ke Yogyakarta.
"Nanti pokoknya kita tidur seadanya, ya, Nak," pesan saya kepada anak saya yang duduk di samping. Dia menggangguk setelah melepas earbuds dan mendengar ucapan saya.
Saya membayangkan, membersihkan rumah kosong tidak akan mudah dilakukan dalam sekejap. Jadi siap-siap saja.
"Halo, Mbak, ndherek bela sungkawa," sambut Mas Agus menyalami saya ketika kami masuk halaman rumah budhe.
Dia ini teman maen sepupu zaman itu, yang kini menjadi ketua RT. Kami beruntung dia Pak RT yang gercep. Rumah sudah tertata rapi, lengkap dengan tratag dan kursi.
Saya dan anak saya tiba sekitar tengah malam. Kami memilih tidur di sofa di ruang tamu. Pertimbangan saya: tempat yang paling sedikit berdebu.
Jenazah almarhumah budhe tiba sekitar pukul tujuh pagi bersama sepupu nomor tiga yang menemani di dalam mobil jenazah. Sepupu yang lain menyusul dengan kendaraan berbeda.
Ketika budhe sudah dimakamkan, dari makam saya kembali ke rumah budhe. Bersama para sepupu, kami menerima tamu yang masih berdatangan.
Saya sempat berkeliling melihat halaman rumah. Halaman yang dulu hijau segar dengan berbagai tanaman, kini terbengkalai. Budhe sangat terkenal bertangan dingin urusan tanam-menanam. Sedih rasanya melihat halaman yang tidak terawat.
Ketika duduk bersama para sepupu, teman-teman, saudara dan tetangga, saya merasakan hal yang berbeda. Tidak ada budhe saya! Budhe ada di makam berdampingan dengan makam pakdhe. Suasana rumah menjadi lain.
Saya adalah salah satu penghuni rumah ini. Dulu, usai makan siang (atau malam - ketika banyak dari kami berkumpul), kami biasa ngobrol laaammmmaaa di meja makan. Kami bisa berdebat panjang lebar di sana. Jika perdebatan menjadi terlalu lama atau menjadi debat kusir, biasanya budhe tidak mau menyia-nyiakan waktunya menemani kami. Hehe.
Saya bisa berjam-jam duduk bersama budhe, di depan TV meskipun tidak selalu menontonnya,, untuk ngobrolin banyak hal. Budhe itu saya anggap ibu saya. Saya beruntung bisa.menyempatkan diri ke Jakarta, untuk sungkem budhe waktu Lebaran tahun ini. Itu terakhir saya bertemu beliau.
"Mama Eyang itu juara satu lomba taman, karena ketika juri datang disuguhi buah-buahan hasil kebun. Gimana enggak menang, coba?"
Saya dan sepupu menjelaskan kepada anak saya tentang mama eyang dan kecintaannya terhadap tanaman.. Dia.menemani saya dan sepupu nomor tiga yang mencopot piagam penghargaan juara lomba taman itu. Emergency, kami mengambil piguranya untuk memasang foto mama eyang.
Tidak ada lagi mama eyang di rumah itu. Saya tidak yakin bisa menyebutnya lagi sebagai rumah.
For home is where the heart is
And my heart is anywhere you are
Anywhere you are is home
(Elvis Presley)
Tentu saja, mama eyang selalu ada di hati saya, bersama orang-orang terkasih lainnya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup.
Hati adalah rumah terluas yang mampu menampung semua kesayangan di dalamnya. (rase)
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.