Kemensos, Komunitas dan Peran Pemuda Membangun Bangsa

Ada hal yang menarik ketika penulis melakukan wawancara kecil-kecilan dengan beberapa teman penulis (alumni Pejuang Muda) pada 20 Desember 2022 lalu.
Mereka secara serentak sepakat bahwa program ini (Pejuang Muda) membantu mereka dalam memahami dan belajar tentang problema dan situasi sosial di daerah mereka ditugaskan. Kondisi yang mereka pikir akan berjalan mulus, justru terkadang tidak sesuai dengan ekspektasi. Walau begitu secara keseluruhan mereka menikmati program tersebut dan merekomendasikan agar dilakukan lagi program serupa. Namun tentu dengan beberapa catatan, apa saja itu?
Sebagai informasi, Pejuang Muda (PM) pada awalnya merupakan sebuah program yang diciptakan di masa kepemimpinan Tri Rismaharini (Risma) sebagai walikota Surabaya (2010-2020) agar anak muda di Surabaya memulai usaha produknya dengan berbasis pada pemberdayaan UMKM (Fahnanda dkk, 2021).
Setelah menjabat sebagai menteri sosial pada 23 Desember 2020 lalu, program ini dilanjutkan oleh Risma dengan berkolaborasi bersama Kemenristekdikti dan menargetkan mahasiswa secara Nasional. Dengan ruang lingkup kerja, diantaranya: (1) terjun langsung ke daerah; (2) berkolaborasi dengan Kemensos; (3) Berperan sebagai programmer dan eksekutor bersama Kemensos; (4) merancang digital campaign untuk menggalakkan program sosial (Spadakemendikbud, 2021).
Melalui PM, penanganan problema sosial yaitu berbasis top-down kini menjadi lebih partisipatif. Peforma Kemensos layak dipuji, sebab telah memanfaatkan kekuatan dan sumber-sumber daya lokal seperti elemen mahasiswa guna mengakselerasasi bantuan sosial yang tepat sasaran.
Pada prinsipnya program penanggulangan kemiskinan merupakan sebuah program penciptaan lingkungan lokal yang kondusif dimana masyarakat dengan komunitasnya dapat menolong diri sendiri.
Hal inilah yang terasa kurang efektif dilakukan pada PM dimana subjek yang ditujukan adalah pengalaman para mahasiswa secara pribadi. Ketika penulis bertanya tentang bagaimana efektivitas dari program PM, mereka sepakat program tersebut berjalan dengan baik, namun ketika penulis meminta penjabarannya mereka kebingungan.
Sepengamatan penulis, hal yang sama juga terjadi pada mahasiswa lainnya melalui tulisan di blog-blog pribadi mereka dimana problema sosial sangat sedikit disinggung. Sementara konsep rekonstruksi pembangunan sosial harusnya memiliki 3 (tiga) unsur dasar yaitu struktur, kultur dan proses sosial. Disinilah pentingnya pembentukan komunitas masyarakat.
Mcmillan dan Chavis (1986) menyatakan bahwa komunitas merupakan suatu kumpulan individu yang dibentuk atas dasar kebutuhan yang sama. Dalam komunitas para anggotanya akan mampu saling tolong-menolong dalam memperdalam pengetahuan dan keahlian (Wenger, 2004).
Oleh karenanya, membangun komunitas yang aktif dan efektif perlu dipertimbangkan kedepannya, mempersiapkan mahasiswa sebagai pemimpin komunitas dalam masyarakat merupakan sebuah keharusan. Agar nantinya agenda sosial membangun bangsa tidak sekedar membantu masyarakat sementara, melainkan memiliki fondasi yang kokoh baik struktur, kultur dan proses sosial yang berkelanjutan.
Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Politik USU
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.