Roman SMP
![Roman SMP](https://thewriters.id/uploads/images/image_750x_6044b731161a1.jpg)
Hari ini saya mencoba untuk memulai menulis. Yah...menulis kenangan yang bisa dibilang cukup tersimpan dan bila diingat suka membuat tertawa sendiri. Walaupun usia sudah tidak muda, namun ternyata kenangan ketika masa-masa menjelang sok dewasa tetap teringat diotak. Padahal, sering kali saya lupa dimana menaruh kacamata. Mencari kacamata bisa membuat saya keliling rumah bahkan sampai ternungging-nungging. Kenapa menungging? Karena anak bulu saya acap sekali tidur di meja dan suka menjatuhkan barang. Bahkan bisa-bisanya mereka tidur di meja padahal ada secangkir teh disekitarnya dan....ppprraaannggg....jatuh ke lantai. Dan, mata anak bulu pun cuma terbuka sedikit dan tertutup kembali. Hmmm....sabar..sabar...
Entah mengapa kenangan masa SMP pun terlintas dikepala. Mungkin, bila tidak ada kemauan untuk menulis malam ini, yakin saya bahwa kenangan itu tidak akan mendadak lewat seperti iklan. Bahkan ketika saya mengetik ini pun senyam senyum sendiri. Beruntung para anak bulu yang tidur di meja sebanyak 5 ekor sudah tertidur lelap. Jadi bisa sedkiit konsentrasi. Kalau tidak, jaminan ini tulisan tidak akan segera terwujud. Karena mereka pasti akan menjadi iklan berjalan diatas keyboard atau tidur diatas keyboard hingga membuat tampilan layar terbalik. Bila layar sudah terbali, alamat pencet ctrl + alt + > atau ctrl +alt + < atau ctrl +alt + ^ atau ctrl +alt + tut yang menunjukan kebawah.
Kenangan yang paling berkesan adalah ketika pertama kali masuk dan resmi menjadi murid kelas 3 SMP. Huihh,,,kelas senior nih di SMP tetapi kelakuan mah masih SD sekali..hahahaha. Dulu selama 2 tahun, murid-murid belajar dengan teman yang sama ketika kelas 1. Nah, sekarang sekolah merombak kelas agar murid-murid seangkatan kita saling kenal. Alhasil, saya yang dulu di kelas 1.1 dan 2.1 kini harus mencari nama saya sendiri diantara kelas. Lumayanlah mata sipit karena selama 7 kelas mencari, nama saya tidak tercantum dikelas tersebut. Pasrahlah, pasti nama saya ada di kelas 3.8. Kenapa pasrah? ya, karena kelas 3 hanya 8 kelas. Untuk memastikan apakah saya terdaftar, saya lihatlah cetakan nama-nama siswa di depan pintu kelas. Dan....OMG! Nama-nama yang tertera disitu terkenal dengan anak-anak bandel terutama anak-anak perempuannya! Aihh,,,berarti saya bandel kali ya...tetapi rasa-rasanya sih, tidak, Iseng, sih ya...tapi masa sih iseng dikategorikan bandel?
Hati sedih? Pasti! Karena saya terpisah dari temen saya yang jago matematika. Tapi biarlah...time to move on...toh masih ada 1 temen yang dulu sekelas. Nina! Ya, Nina! Anaknya lumayan pintar dan baik. Nina adalah temen seperjalanan pulang bila naik bus. Walaupun beda bus, namun kita selalu bersama meuju pengkolan bus yang harus kita tempuh sejarak 300 meter. Hal pertama sebelum masuk adalah mencari Nina. Memastikan agar kita harus duduk berdua. Dan, gayung bersambut. Ternyata Nina juga ciut ketika melihat nama anak-anak yang tertera di cetakan pengumuman.
Hari pertama menjadi kelas 3.8 berjalan sukses. Nina dan saya duduk di 3 bangku dari depan di sebelah kanan ketika masuk kelas. Lumayanlah, duduk ditengah-tengah dan nempel di tembok. Jadi bisa senderan di dinding. dan yang pasti bisa nyontek dengan aman. Alhamdulillah, saat itu bisa pulang cepat. Mungkin karena baru hari perkenalan. Besok sudah belajar normal.
Hari kedua menjadi hari perkenalan dengan yang lainnya. Asal tahu aja, ternyata saya dan Nina duduk didepan dan di samping teman-teman perempuan yang terkenal berani dan cuek. Namun ternyata mereka tidak seperti yang terlihat. Mereka asik-asik dan ternyata bukan bandel, cuma iseng. Kalau begitu samalah dengan saya. Oh ya, nama mereka adalah Dhia, Rono dan Ira.
Setelah seminggu menjadi murid kelas 3.8 teman pun tertambah. Bertambah akrab dengan sesama bangku belakang maksudnya. Rata-rata semuanya laki-laki. Hanya saya, Nina, Dhia, Rono dan Ira yang memang kami duduk berseberangan dan belakang saya dengan Nina. Kami pun sering bercanda, tertawa terbahak-bahak, maupun jajan bareng pas pergantian pelajaran (ini biasanya suka lari-lari atau ngumpet-ngumpet beli risoles di koperasi dibelakang kelas). Saya bahkan akrab dengan Dhia dan Ira.
Biasanya, ketika waktu istirahat kita sering kumpul-kumpul dikelas. Pokoknya apa pun bisa dijadikan cerita. Sampai suatu saat, saya berusaha mencari murid dikelas yang sepertinya kok tidak pernah masuk kelas.
"Eh tanya dong, yang namanya Jimmy yang mana ya?" tanya saya kepada seseorang yang persis duduk disamping saya. Saat itu, kita dengan kumpul sekitar 10 orang. Dhia, Ira, Rono dan 6 teman laki-laki. Dari 6 laki-laki itu saya hanya mengingat 2 nama mereka, yaitu Budi dan Henri. Entah mengapa tiba-tiba wajah yang duduk disamping saya berubah. Dan langsung terdengar tertawa ngakak dikeliling.
"Oi..loe tanya apa ngetes seh?" tanya Dhia.
"Beneran. Gue penasaran dengan namanya Jimmy. Pengen tahu aja anaknya kayak gimana." sahut saya. Dan tawa pun bergelegar kembali.
"Emang kenapa loe tanya-tanya Jimmy? Naksir, ya? Kasian tuh cowok disamping loe. Muke mpe merah gitu. Patah hati die." ledek Budi sambil duduk diatas meja.
"Yeee....asli..gue penasaran sama yang namanya Jimmy. Pengen tahu aja yang mana mantan na si Loli." ujar saya. Loli termasuk siswi hit karena kemolekan tubuhnya. Bukan tubuh sepertinya. Namun, payudaranya yang bisa dibilang sexy.
"Noh...yang duduk disamping loe namanya Jimmy. Parah loe yee...ternyata elo kagak tahu namanya!" kata Henri sambil tertawa. Aku pun terdiam. Malu masalahnya. Jadi, orang yang duduk disamping adalah Jimmy. Untuk menahan malu dengan sengaja aku langsung memukul tangannya. Memang, saya paling lama dalam mengingat nama orang. Walaupun sering kumpul, terkadang saya lupa menanyakan nama dan mengingat nama mereka. Uh, malah sekarang muka saya yang merah karena malu. Ini akibat kebiasan sok akrab dengan orang yang baru dikenal.
Bulan berganti bulan. tak terasa keakraban kami pun semakin solid. Pokoknya di group kami pasti ada Dhia, Ira, Nina, Rono, Henri, Budi, Jimmy, Rudi, Akin, Tito, Iwan dan Beni. Maklum kami adalah murid-murid yang duduk mulai dari 3 meja dari depan. Yang artinya meja ke 4,5 dan 6 adalah meja belakang. Dan dikelas, bagian duduk kanan pintu pastilah yang biang ributnya. Pantaslah saya masuk dikelas ini. Ternyata mungkin saya termasuk daftar anak bandel. Nama-nama yang saya takuti dihari pertama ternyata menjadi teman akrab. Benar kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Ciee...gaya ya pakai pepatah.
Saya dan Nina pun masih sering jalan bersama ketika pulang. Teman pulang pun beda lagi. Mereka dari lain kelas. Tetapi saya telah mengenal mereka dan jalan bersama ketika pulang semenjak kelas 1 dan 2. Nah, secara tidak sengaja saat pulang sekolah, mata saya tertuju dengan sosok laki-laki berseragam putih abu-abu. Artinya laki-laki itu anak SMA tepat disamping SMP tempat saya belajar. Asli, saat itu hati dag dig dug. Ganteeeenggg sekaliiiiiiiii jerit hati ini. Duh, pokoknya benar-benar buat jantung berdebar dan muka tidak usah pakai blush on karena langsung warna jambon otomatis. Mau tahu tampangnya seperti apa? Ya, ibarat kataa seperti Kim So Hyun (baru browsing di google untuk tahu nama aktor ini). Maklum, saya saya menyukai laki-laki yang matanya sedikit oriental). Ibaratnya seperti aktor Hollywood, Keanu Reeves yang pertama kali saya lihat di filmnya "Babes in the toyland". Akhirnya deklarasi bahwa SAYA SUKA DIA terucap ketika perjalanan pulang sekolah. Oh ya, teman perjalanan pulang menuju pengkolan bus adalah Nina, Ratih, Tuti dan Hani. Dan lelaki itu kita beri nama AA. Ya, lelaki yang membuat saya dag dig dug der.
Hampir setiap hari saya dan teman-teman melihat atau berpas-pas an dengan AA ketika pulang sekolah. Entah mengapa banyak si AA selalu jalan pulang dengan beda-beda perempuan berseragam putih abu-abu juga. Apakah pacar? Masa ganti-ganti terus? Apa karena ganteng makanya banyak yang suka? Sedih rasanya. Namun.....
"Irma, tuh...si AA melirik loe." bisik semangat Tuti sambil memainkan matanya. Otomatis wajah sayang langsung panas karena senang tapi malu.
"Iya. Dia lirik elo. Wah kemajuan." ujar Hani sambil mencolek bahu.
"Tenang, Ir, Sepertinya tuh cewek bukan ceweknya...mungkin ceweknya yang suka tapi si AA biasa aja." kata Ratih memberi semangat.
"Iya. Gue juga yakin tuh cewek bukan ceweknya." sahut Nina menyakinkan.
Senangnya mempunyai teman seperti mereka. Menyemangati. Padahal mereka tidak tahu apakah AA sudah punya wanita dihatinya atau belum. Tetapi mereka menyetujui kalau si AA adalah laki-laki ganteng!
Hari berganti hari. Kita sering sekali bertemu si AA. Namun, kok penggemar wanitanya semakin banyak. Kala itu si AA dan para penggemarnya berjalan di depan kita. Si AA berjalan dengan 4 perempuan sekaligus. Cemburu? Pasti!!! Sedih? Banget!!! Namun, siapa saya? anak SMP yang suka dengan anak SMA yang jelas-jelas tidak dikenal. Hanya bertemu ketika pulang saja. Rasanya panas sekali hati melihat si AA berjalan bersama mereka. Sesekali secara bergantian para perempuan itu memegang bahu si AA. Ingin rasanya menjepret dengan karet agar tangan para perempuan itu tidak mendarat dibagian tubuhnya.
"Udah, jangan sedih. Si AA juga ngak genit-genit sama mereka kok." kata Ratih sambil memeluk.
Tuti, Hani dan Nina pun ikutan memeluk. Ah, ingin rasanya menangis dan berteriak. Tapi kan malu. Kita sedang di jalan raya besar. Masa teriak-teriak. Apalagi disebarang jalan adalah kuburan. Nasib bila kesedihan hati harus ditahan hingga pengkolan bus dan naik ke bus itu sendiri. Katika sampai di pengkolan dan menunggu bus kita masing-masing, kita sepakat untuk berdiri di ujung pengkolan. Gunanya apalagi untuk bisa melihat gerak gerik si AA. Daaaannn......OMG! itu kenapa si AA lentur sekali gayanya. Dan jemarinya tiba-tiba seperti penari. Dan suaranya.......NO WAY!!!!
"Irma!!!! Si AA ternyata ......." teriak Hani sambil membelakakan matanya ke arah kami. Kami pun sontak tertawa. Bahkan air mata geli dan lucu turut berpartisipasi. Duh, rasa panas berubah menjadi dingin sampai tertawa menggigil. Mendengar tawa kami yang menggelegar, sontak si AA dan teman perempuannya melihat ke arah kami.
"Pantes, ceweknya ganti-ganti. No wonder lah..." kata Nina sambil menahan tawa.
Kenangan tentang si AA gampang sekali dilupakan. Itu menjadi kenangan yang tak terlupakan. Wajah saya yang biasanya menjadi merah jambu kini biasa saja. Keakraban saya dengan Dhia dan Ira pun semakin erat. Bahkan mereka berdua sudah ada pacar. Aih, entah kapan jadiannya. Tahu-tahu berita Dhia pacaran dengan Budi sedang Ira dengan Iwan langsung mendarat di telinga kanan dan kiri. Jadi, bila kita pergi bertiga, pastilah bawa pacarnya masing-masing kecuali saya si jomblo. Dimana selalu pengen gigit mereka kalau sudah dekat-dekat. Maklum, zaman SMP dulu pacaran mah pegangan tangan masih malu-malu. Beda dengan zaman sekarang yang lebih terbuka. Jadi biasanya kalau pacaran palingan hanya jalan bareng. tetapi tidak tahu ya dibekalangnya. Saya kan jomblo saat itu.
Suatu ketika, saya sedang duduk di kursi sambil merebahkan tubuh di dinding kelas. Ini sering saya lakukan biasanya setelah atau sebelum guru datang ke kelas. Entah mengapa saat itu ekor mata saya menangkap ada yang sedang memerhatikan saya. Saya pun langsung menoleh ke arah mistis yang membuat saya merasa sedang dilihat. Ternyata sosok yang sedang melihat saya adalah Tito. Dan ketika saya melihat Tito, dia hanya tersenyum. Saya pun membalas senyumannya. Namun, heran saja melihat gelagat Tito yang seringkali melihat ke saya. Hal ini pun saya sampaikan ke Ira dan Dhia.
"Yang bener loe, Tito sering liatin elo?"tanya Dhia sambil menguyah risoles. Entah sudah berapa risoles yang dia makan. Yang pasti, itu cabe rawit yang tersedia di mangkok buat pelanggan lain bisa dihitung pake jari.
"Iya. Masa gue bohong. Kenapa, ya? Ada yang aneh sama gue kali, ya?" tanya aku heran sambil menyunyah cabe rawit setelah menggigit risoles.
"Ntar gw tanya sama Iwan, ya. Budi, Akin, Henri, Rudi dan Jimmy juga ntar gue tanyain." ujar Ira sambil minuman sodanya.
"Deileee..sekalian aja tanya seluruh kelas." ucap saya sambil mencolek bahu Ira.
"Ya, namanya kita temenan. Apalagi sesama cowok. Biasanya mereka ngomongan. Betul, kan, Dhia?" sahut Ira sambil menoleh dan menggerakan alisnya. Dhia yang sibuk menguyah hanya mengganggukan kepala.
"Urusan gampang itu mah. Yuk, balik ke kelas. Ntar Bu Ida marah lagi. Sekali dia marah, tempat pencil melayang." ajak Dhia sambil membalikkan badan menuju kelas diikuti oleh saya dan Ira.
Dua hari berlalu. Hari itu hari Sabtu. Ketika sedang asik-asiknya saya makan mie ayam, Dhia dan Ira datang menghampiri.
"Neng, ntar pulang sekolah kita ke rumah Akin, ya!" kata Ira sambil menepuk pundak saya.
"Iye. Pokoknya penting! Loe jangan kabur, ye!" sahut Dhia sambil menyumput minuman es teh tawar yang jelas-jelas buat memadamkan api pedas di lidah akibat sambal mie ayam yang tercampur aduk di mangkok.
"Ada apaan, seh?" tanya saya sambil terus menikamti mie ayam. Entah mengapa, mie ayam ini benar-benar lezat dilidah saya saat itu, Padahal, bila dilihat dari tampilannya, sama sekali tidak ada ayamnya. Yang ada hanya seperti kentang-kentangan yang rasanya seperti ayam. Itu juga saya baru menyadari beberapa tahun kemudian ketika mengunjungi sekolah ini lagi. Pokoknya, mie ayam saya pastinya akan penuh dengan saos cabe. Mungkin saat itu bisa dibilang saya makan saos cabe bukan mie ayam.
"Ada deh. Pokoknya jangan loe kabur ye. Ntar, Tito mo ngomong sama elo." kata Dhea. Mataku pun terbelalak dan mendadak berhenti menikmati mie ayam.
"Ha?! Ada apa Tito mau ngomong sama gue?" tanya saya sambil menegak es teh tawar.
"Makanya, loe jangan pulang. Ntar loe tahu sendiri." sahut Ira sambil mengedipkan satu matanya dan tersenyum. Mereka pun pergi meninggalkan saya yang masih bengong tetapi pasti dong lanjutin makan mie ayam nya.
Bel pulang berdering. Ira dan Dhia buru-buru langsung memepetkan badan mereka. Mereka berusaha agar saya tidak langsung pergi dengan Nina untuk pulang. Akhirnya, saya, Dhia, Ira, Budi, Iwan, Jimmy, Rudi, Akin dan Tito berjalan menuju rumah Akin yang tidak jauh dari sekolah. Kami pun langsung disuguhkan dengan minuman segar. Lumayan es buah. Kalau kita mau nambah, harus beli sendiri di depan rumahnya. Tuan rumah Akin hanya menyediakan segelas es buah dan bila mau nambah gratis harus minum air putih. Setelah es buah, datanglah gorengan yang memang sengaja dibuat untuk kita. Ada bakwan dan pisang goreng. Setelah kita menyantap semua, Akin mengajak kita bermain bilyard. Huih, gaya bildyar. Menyentuh tongkatnya saja saya belum pernah. Bagaimana menyodok bolanya? Ruangan bilyard itu sendiri terletak sebuah ruangan di dalam rumahnya.
Permainan bilyard hanya berlansung sekitar 20 menit. Kemudian satu persatu mulai dari Akin, Jimmy, Rudi, Dhia, Ira, Budi dan Iwan, satu persatu meninggalkan ruangan. Hanya Tito dan saya di ruangan itu. Kemudian...Klik klik....pintu ruangan pun terkunci. Kulihat Tito yang berdiri di depan dengan tongkat bilyard ditangannya. Terlihat Tito ingin mengatakan sesuatu dan..
"Oiiiii...ingat ya...nol itu bukan bulat tapi lonjong." teriak Budi sambil memperagakan bentuk lonjong.
"Waktu cuma 1 jam ya...jangan lama-lama." teriak Jimmy dibarengi tawa lainnya.
Saya pun gugup dan sebel dengan perlakukan mereka. Jujur perasaan saat itu cemas, bingung dan dag dig dug. Karena saya baru sadar kalau Tito ternyata cakep. "Haalllowww... kemana aja sis...baru nyadar kalau temannya cakep. Oh iya...kan waktu itu terpesona dengan si AA."ucap dalam hati. Tito mempunyai rambut sedikit ikal. Matanya sedikit besar tapi kalo sudah tertawa, woww....giginya putih dan jadi kelihatan sedikit mirip iklan pasta gigi.
"Ir..." ucap Tito sambil tersenyum dan berjalan pelan ke arah saya.. Saya berusaha untuk tenang...namun..
"Oi...tinggal 50 menit lagi ya." teriak Rudi diluar ruangan. Tito pun mulai mendekat dan menaruh tongkat bilyar diatas meja.
"Irma, boleh gw tanya sesuatu sama elo?" tanya Tito sambil menatap. Otak saya pun berputar-putar mencoba menerka apa yang akan ditanya.
"Boleh. Tanya apa?" jawab saya sambil berusaha tenang tapi bibir terasa bergetar. Pura-pura lihat jendela memerhatikan teman-teman yang asik dengan gorengan. Kulihat sesekali Ira dan Dhia tersenyum sambil memberi tanda jempol.
"Hmm....elo suka sama gw?" tanya Tito sambil menatap tak berkedip. Jleeepp...Nah lho! Ini Ira dan Dhia ngomong apa ya? Kok sampai Tito tanya seperti itu? tanya saya dalam hati. Kenapa malah dia tanya ini? Heelloww!!! Bukannya dikau yang selalu menatap saya dari jauh? Dimana efek cahaya matahari memberikan efek bokeh sehingga saya terlihat cantik. Ehheemm....
"Memang kenapa?" tanya saya sambil berusaha tenang. Tito pun menghampiri dan mendekat. Aih, Tito jangan terus mendekat dong. Tidak tahu apa kalau saya ini sedang berusaha cool.
"Jawab dulu. Elo suka sama gue?" tanya Tito lagi. Pikiranku berputar untuk mencari jawaban yang tepat buat Tito. Baru sadar kalau Tito cakep. Asli! Duh, Irma kenapa ya dirimu selalu telat kalau temen sendiri itu cakep!
Saya sedikit menjauh dan berusaha agar Dhia dan Ira segera datang dan membuka pintu. Namun, melihat Dhia, Ira, Jimmy, Rudi, Iwan, Budi dan Akin duduk melihat kami berdua melalui jendela besar di ruangan lain membuat saya semakin gak menentu. Ada yang senyum-senyum, mengacungkan jempol, makan bakwan...Aaahh...tidak tahu harus jawab apa.
"Ir..jawab dong?" desak Tito sambil menatap tajam ke arah saya. Saya pun gugup dan berusaha tenang, Dan...
"Gimana, ya, To. Gue dua hari suka dua hari ngak." spontanitas jawaban itu meluncur dari bibir. Gubrak! Gelo! Mana ada orang suka hanya dua hari suka dua hari tidak? Hancu habis jawaban yang meluncur dibibir. Mata dan gestur Tito pun berubah. Saya merasa agak tenang kini Tito yang terlihat gelisah.
"Maksudnya apa, Ir?" selidik Tito sambil memegang meja bilyar. O..o...harus jawab apa? Lha ini aja meluncur aja dari mulut. Harusnya otak dan mulut harus ada diskusi dulu, ya. Tetapi entah mengapa ini mulut langsung mendominasi. Kurang kerjasama ini artinya.Ckckckckck....
"Eh, gw mau ke toilet, ya." ucap saya buru-buru sambil berusaha membuka pintu namun terkunci. Saya pun berbalik menatap Tito yang masih terdiam dan berdiri tegak.
"Oi...bukain pintu. Guw mau ke toilet." teriak saya dari dalam sambil melihat ke arah jendela dan menggedor-gedor pintu. Akin pun langsung membuka kan pintu. Saya segera berlalu ke toilet dan membasuh muka. Jawaban bodoh terlempar begitu saja dari mulut ini. Padahal kan Tito cakep. Tapi maksudnya apa? Kok tanya saya suka dia apa ngak? Bukannya dia yang suka senyum dan lihatin saya?
Ketika keluar dari toilet, ternyata Tito masih di ruangan bilyar dengan Jimmy, Akin, Rudi, Budi dan Iwan. Kulihat Akin menepuk-nepuk bahu Tito. dilanjutkan dengan Rudi, Budi dan Iwan. Dhia dan Ira datang menghampir. Sambil tersenyum-senyum mereka berusaha menyelidiki apa yang terjadi di dalam.
"Gimana?" tanya Dhia menyelidik dengan mata berkedipkedip.
"Loe bilang apa ke Tito? Kok Tito malah tanya gue suka sama dia apa ngak" tanya saya menahan kesal. Raut wajah Dhia dan Ira pun terkejut. Mereka terdiam dan melihat ke arah Tito yang berada di dalam ruangan.
"Gue mau balik. Dah sore. Loe mau balik kagak?" tanya saya sambil mengambil tas dan minum air putih di gelas. Dhia dan Ira pun terlihat gugup tetapi langsung mengambil tas masing-masing.
"Guys...kita pulang, ya?" pamit Dhia diikuti saya dan Ira dibelakangnya. Dalam perjalanan pulang pun, saya tidak bebicara apa-apa. Rasa gundah dan bersalah juga menyesal menjadi satu saat itu. Hmmm...sampai saat ini pun masih misteri. Misteri yang sepertinya tidak akan terpecahkan hingga sekarang. Seandainya bisa diputar, tentunya ketika kelas 3 SMP saya sudah punya pacar. Ya, mirip-mirip film Melrose Place. Hahahaha....your wish!
Hari sudah pagi. Senyam senyum sendiri ketika jemari memainkan tuts keyboard laptop. Ini pun hanya sebagian dari banyaknya kisah SMP. Mata pun sudah terasa perih dan mengantuk. Padahal masih banyak cerita-cerita berkesan lainnya yang tak kalah menarik dan membuat senyam senyum sendiri. Alhamdulillah, senyam senyum karena ada sebab bukan tanpa sebab, ya. Selamat datang, pagi. Kini saatnya jemari berhenti dan istirahat. Beberapa jam lagi wakktunya anak-anak bulu main di pekarangan rumah.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.