Saka dan Kirana

Ketika dua hati berada di sisi yang berbeda, apa yang akan terjadi?

Saka dan Kirana
Image by LoganArt from Pixabay

Muspell, Solatio 15

“Lapor, Kapten. Ada penyelundup di sayap kiri pesawat”.

Saka yang baru saja akan tidur menghela napas panjang dan bangun dari ranjangnya. Ini sudah infiltrasi kesepuluh semenjak pesawat induknya mendarat darurat di Planet Muspell dua minggu lalu. Planet yang berjarak dua puluh ribu tahun cahaya dari bumi adalah planet dengan langit berwarna merah darah. Jika 70% permukaan bumi ditutupi oleh lautan, maka Planet Muspell ini sekitar 85%nya ditutupi oleh lautan. Dengan kondisi geografisnya yang seperti ini, kalau kau kira penduduk Muspell tinggal di rumah perahu atau bepergian dengan perahu, maka kau salah besar, Bung! Rumah mereka adalah kapsul-kapsul yang melayang sepuluh meter di atas permukaan air, ditenagai oleh panel surya. Untuk bepergian, mereka melintasi jembatan cahaya.

Dua matahari bersinar bergantian di planet ini. Tak ada istilah malam di sini. Panasnya tak usah dibilang lagi. Telur mentah pun bisa matang sendiri jika diletakkan di luar. Di beberapa tempat malah air lautnya mendidih.

Penduduk di sini adalah makhluk berbadan hijau neon dengan tiga kaki, dua tangan yang lebih menyerupai tentakel dan bermata tiga. Tubuh telanjang mereka tak berbalut apapun. Yang membedakan mereka adalah rajaman tato di badannya dan aksesoris yang dikenakan.

Alien! Begitu ujar bangsa bumi pertama kali melihat mereka 370 tahun lalu.  Lucu juga mengingat kaum Muspell pasti juga menganggap manusia bumi adalah alien dan makhluk yang sama anehnya. Walaupun demikian, bangsa Muspell dan manusia dapat berhubungan dengan baik dan saling bertukar pengetahuan.

Saka menyeruput kopi hitamnya yang sudah dingin lalu memerintahkan anak buahnya untuk menggiring para penyusup ke bagian terbuka dari pesawat induk ini. Semenjak pemberontakannya kepada Raja Turi, penguasa Bumi, ia dikejar tanpa henti. Ia ingin tahu siapa kali ini yang dikirim untuk memburu kepalanya.

Setelah menyelipkan Jenawi di sabuk pinggangnya dan memastikan Glock tua nan antik kesayangannya terisi penuh dengan peluru, Saka menuju ruang kendali. Dari layar monitor ia melihat ada sekitar dua puluh pasukan musuh yang sedang mengendap-ngendap. Matanya mencari-cari siapa pemimpinnya. Alangkah terkejutnya ia kala menemukan pemburunya kali ini adalah Kirana, pemimpin infanteri elite Raja Turi.

Kirana dan pasukannya adalah petarung tangguh yang belum pernah terkalahkan. Ketika Saka masih mengabdi pada Raja Turi, ia dan Kirana adalah dua petarung terunggul. Tak ada yang dapat menentukan siapa yang lebih unggul di antara mereka. Keduanya lihai dalam petarungan jarak jauh maupun dekat. Kirana piawai dalam menggunakan tombak sebagai senjata dan Saka dengan Jenawinya. Kemampuan tenaga dalam mereka pun seimbang. Mereka sama-sama menguasai jurus Tapak Penghancur, sebuah pukulan yang dapat menghancurkan organ internal lawannya hanya dengan sekali pukulan dan membawa pada kematian.

“Kapten, rupanya Kapten Kirana yang memimpin penyergapan kali ini. Apa yang harus kita lakukan?” tanya Buka, tangan kanannya. Meskipun pasukan mereka terdiri dari petarung tangguh, tetapi melihat Kirana dan pasukannya, Buka tak optimis mereka bisa menang kali ini.

“Kita hadapi mereka, Buka,” ujar Saka dengan tenang. Meski demikian hatinya bergejolak. Ia tahu pertarungan kali ini tidak akan mudah. Pikirannya melayang ke masa lalu.

“Kirana, jika aku bisa menangkap anak beruang itu lebih cepat darimu, maka kau harus jadi pacarku,” tantang Saka pada gadis bermata biru laksana safir itu.

“Oke. Kita lihat apakah kali ini kau bisa menang dariku, Saka,” tukas Kirana sambil tertawa.

Dalam sekejap mereka masuk ke dalam hutan dan mulai mengejar anak beruang. Kirana dengan cepat menemukannya duluan. Ia memandang sekeliling memastikan induk beruang tak ada di sekitarnya. Dengan mengendap-endap, ia mengacungkan tombaknya ke depan siap untuk menyerang. Tapi tak dinanya, tiba-tiba induk beruang muncul dari belakangnya.

“Kirana, awas!” teriak Saka sambil menendang induk beruang itu. Beruang itu jatuh berguling dan kemudian bangun dengan marah. Kirana dan Saka berdiri berdampingan dan segera memasang kuda-kuda. Ketika beruang itu lari hendak menerkam, Saka mendorong Kirana ke samping dan meluncurkan jurus Tapak Penghancur untuk mematikan beruang itu.

“Saka, kau curang!” teriak Kirana tidak terima.

“Oya? Harusnya kau berterima kasih karena aku sudah menyelamatkan nyawamu Kirana.”

“Aku tak butuh kau selamatkan. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”

“Apa perlu kuingatkan kalau kau tadi hampir mati diterkam beruang itu?” ejek Saka.

Kirana melengos.

“Jadi, Kirana. Mulai saat ini kau jadi pacarku ya!” ujar Saka.

Suara dentuman pintu membawa Saka kembali ke saat ini. Pertarungan antara pasukannya dan Kirana telah pecah.

“Hai, Sayang. Kita ketemu lagi,” suara manis Kirana terdengar. Gadis itu telah tiba ke ruang kendali sendirian. Saka menatap gadis itu. Kecantikan masih terpancar di wajahnya. Rambutnya kini sudah dipendek sebahu. Kerinduan pun melanda diri Saka.

“Yang lain keluar dari ruangan ini. Aku akan menghadapi Kirana sendirian,” perintah Saka pada anak buahnya.

“Tak perlu. Aku bisa menghabisi kalian semua dengan mudah, Sayang,” Kirana tersenyum sambil memainkan dua bilah pedang pendek di tangannya.

“Kirana, biarkan ini menjadi pertarungan kita saja. Biarkan anak buahku pergi,” pinta Saka.

“Maaf, Sayang. Aku tak bisa melakukannya. Raja menginginkan semua pengkhianat mati.”

Saka menghela napas dan mulai memasang kuda-kuda.

“Jangan memaksaku, Kirana. Aku tidak ingin melukaimu.”

Kirana tersenyum dan berjalan menghampiri Saka.

“Well, kurasa aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu,”

Kirana melemparkan satu pedangnya dan menancap ke jantung salah satu anak buah Saka dan kemudian meloncat sambil menghunjamkan pedang yang lain ke arah Saka. Dengan sigap Saka mengelak. Pertarungan sengit pun terjadi di antara mereka.

“Yang lain, segera keluar dari ruangan ini!” teriak Saka di tengah pertarungannya. Kirana sungguh tak main-main dalam menyerang Saka. Kemampuan gadis ini sungguh luar biasa. Sambil menyerang Saka, dia masih sanggup melempar shuriken ke arah anak buah Saka yang berusaha keluar dari pintu, menumbangkan mereka satu per satu.

Saka yang sedari tadi hanya bertahan pun mulai serius menyerang Kirana.

“C’mon, Sayang. Masa cuma segitu kemampuanmu. Jika kau tidak bersungguh-sungguh, kau akan mati di tanganku hari ini,” Kirana memprovokasi.

Saka pun memasang kuda-kuda untuk melontarkan jurus Tapak Penghancur. Kirana tersenyum melihatnya dan juga menyiapkan kuda-kuda Tapak Penghancur. Mereka bertatapan satu sama lain. Kirana meloncat ke arah Saka sambil bersiap melontarkan jurusnya. Melihat itu, Saka mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya ke dalam telapak tangannya. Ketika jarak mereka sudah dekat, Kirana tiba-tiba menarik tangannya dan menerima pukulan Saka.

BAM! Badan Kirana terpental ke belakang. Saka terpana. Ia tak mengira Kirana akan menyimpan pukulannya.

“Kirana!” ia berlari memeluk badan kekasihnya. Tak ada luka fisik di badannya tapi Saka tahu tak lama lagi pujaan hatinya akan muntah darah karena pendarahan organ dalamnya.

“Sayang, I miss you,” Kirana mengusap pipi Saka lembut.

“Kenapa, Kirana? Kenapa kau tak menghindar?”

“Shh... It’s okay, Saka. Ini satu-satunya cara agar kau bisa bebas,” Kirana tersenyum.

Huk. Kirana memuntahkan banyak darah.

“Tidak, tidak, Kirana. Bertahanlah,” pinta Saka.

"I love you, Saka. Maafkan aku," ujar Kirana pelan diiringi dengan napasnya yang semakin melemah.

Saka menjerit pilu. Kebebasannya ini diperoleh dengan pengorbanan kekasihnya. Ia bersumpah akan menghabisi Raja Turi untuk membalas dendamnya.

 

KIRANA

Ia tahu suatu saat akan tiba gilirannya menjadi pemburu Saka, kekasihnya. Kesetiaannya pada Raja membuatnya bertahan di bumi. Raja Turi menyelamatkan hidupnya ketika ia masih kecil karena itu ia telah bersumpah setia akan mengabdi pada Raja. Berulang kali ia berusaha menolak perintah Raja untuk memburu Saka, tapi kali ini ia tak mampu menolak lagi.

“Jika kau tak membawa kepala pengkhianat itu ke hadapanku, maka kepala keluargamu yang akan menggantikannya, Kirana,” ancam Raja. Raja Turi tahu bahwa satu-satunya yang dapat menaklukkan Saka adalah Kirana.

Dengan berat hati Kirana pun pergi mengejar Saka. Setelah berpikir lama, Kirana memutuskan bahwa jika ia mati maka Saka dapat bebas karena tidak akan ada lagi orang yang mampu menaklukkan Saka.

Kirana dan pasukannya tiba di pesawat milik Saka. 

"Kalian urus pasukan di sini, aku akan mencari kapten Saka," perintah Kirana pada pasukannya.

"Baik, Kapten," Peta, tangan kanan Kirana, mengiyakan sembari memberi kode pada pasukannya untuk maju menyerang.

Kirana mengenal seluk beluk pesawat ini dengan baik.  Ia pernah menggunakan pesawat ini untuk memimpin ekspedisi mencari batu keabadian bagi Raja Turi. Berbagai skenario berputar di benak Kirana tentang bagaimana ia harus menghadapi Saka dan bagaimana ia dapat memaksa Saka membunuhnya.

Langkah kakinya membawanya ke ruang kendali. Dengan satu pukulan, ia berhasil membuka pintu.

Dan di sanalah ia berdiri, pujaan hatinya. Wajahnya masih rupawan, tapi gurat-gurat kelelahan terukir di sana. Janggut tipis kini menghiasi dagunya, membuatnya terlihat semakin maskulin. Sekarang atau tidak sama sekali, batin Kirana. 

"Hai, Sayang. Kita ketemu lagi," Kirana memaksakan dirinya tersenyum. Kerinduan terpancar dari mata Saka yang hitam cemerlang. Betapa dirinya rindu pada kedua bola mata itu. Kirana menyembunyikan emosinya dan memasang ekspresi tak acuh. Ia harus berhasil memprovokasi Saka untuk membunuhnya dan itu hanya bisa terjadi dengan menghabisi pasukannya. Kirana tahu bahwa Saka selalu menganggap anak buahnya bagaikan saudaranya sendiri.

Maafkan aku, Saka, batin Kirana. Ia melemparkan satu pedangnya ke arah anak buah Saka, sukses menancap di jantungnya dan segera menyerang Saka. Tapi pertarungan tidak berjalan seperti maunya karena Saka hanya menghindar serangannya dan tidak benar-benar menyerangnya. Ia harus memaksa Saka menggunakan Tapak Penghancur untuk menyerangnya.

Ketika Saka benar-benar menghantamnya dengan jurus maut itu, ia dapat merasakan lontaran bola energi yang kuat berputar-putar di dalam tubuhnya. Seluruh tulangnya terasa remuk dan gelombang kesakitan menderanya.

"Kirana!" suara Saka terdengar di telinganya. Saka mendekapnya. Betapa Kirana rindu pada dekapan itu. Ia menatap Saka dengan penuh cinta.

"I love you, Saka. Maafkan aku," Kirana merasakan napasnya mulai melemah. Ia merasakan satu per satu unsur badannya mulai melebur sebelum kematian menjemputnya.

Kirana mati agar Saka dapat hidup.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.