PERISTIWA SPIRITUAL

PERISTIWA SPIRITUAL
PERISTIWA SPIRITUAL

Arman melirik jam di pergelangan tangannya. Hampir magrib. Vespanya terus melaju menyusuri jalan arteri yang semakin ramai. Angin sore hari membawa aroma khas bulan Ramadan, wangi gorengan takjil dari warung-warung yang terlihat sangat sibuk. Suara orang mengaji terdengar dari speaker mesjid yang dilaluinya,

Di ujung jalan, Arman melihat seorang anak berusia sekitar 10 tahun berdiri di samping sepedanya. Sepertinya bocah itu baru mengalami kecelakaan. Sepedanya ringsek sementara kaki dan tangannya terlihat beberapa luka.

Arman menepikan vespa dan membuka helmnya. "Kenapa, Dek? Ada yang bisa Om bantu?" tanyanya.

Bocah itu mendongak, wajahnya kusut. "Aku jatuh, Om. Sepedaku rusak."

Arman melirik ke arah sepeda yang tergolek menyedihkan. Peleknya copot dan jari-jari sepeda banyak yang putus.

"Terus, rumahmu jauh?" tanyanya lagi.

Bocah itu mengangguk pelan. "Iya… aku lagi buru-buru. Harus bawa makanan buat Ibu…"

Arman menoleh ke langit. Sisa cahaya matahari semakin redup. Ia menghela napas, lalu menepuk jok motornya. "Ya udah, ayo. Om anterin."

Bocah itu ragu. "Nggak apa-apa, Om?"

Arman tersenyum. "Udah, naik aja. Tas kamu tarok di depan aja. Eh, nama kamu siapa?"

"Nama saya Kinoy." sahut yang ditanya.

Setelah memastikan bocah itu duduk dengan aman, Arman kembali melajukan motornya. Jalanan macet karena semua orang berlomba pulang untuk berbuka di rumah bersama keluarganya. Akhirnya mereka sampai di depan sebuah gang kecil.

"Sampe sini aja, Om. Biar aku jalan kaki aja, udah deket, kok." Si anak meraih tangan Arman untuk salim lalu berjalan ke gang kecil tadi.

"Bener gapapa?"

"Gapapa," sahut Si Anak, "Oh, iya, Ini buat, Om." Kinoy menyerahkan amplop berwarna coklat lalu berlari ke dalam gang.

Arman mengikuti langkah anak itu dengan matanya. Setelah melihat Si Anak masuk ke salah satu rumah, dia menghela napas lega dan bersiap pergi, tapi matanya melihat tas Si Anak masih tergantung di depan vespanya..

"Waduh, tasnya ketinggalan!" Arman langsung turun dari motor, meraih tas dan dengan langkah cepat dia berjalan menyusuri gang. Sesampainya di sana, Arman tertegun.

Di rumah itu terdapat bendera kuning. Langkahnya melambat. Perasaan tak nyaman menjalari tubuhnya. Ia melangkah mendekati rumah yang tadi dimasuki si anak.

Di sana, banyak orang duduk di teras. Tangis lirih terdengar dari dalam rumah. Aroma bunga melati bercampur dupa memenuhi udara.

Di atas meja kecil, ada sebuah foto. Darah Arman seketika bergolak sangat kencang. Itu adalah foto bocah yang tadi ia antar. Di bawah foto tertulis: "Risky Noya (Alias Kinoy)".

Dadanya semakin bergemuruh. Lututnya melemas.

Seorang pria tua di sana menyadari kehadirannya. "Cari siapa, Nak?"

Dengan suara gemetar, Arman mengangkat tas yang dibawanya. "Ini… tadi ada anak kecil naik motor sama saya. Dia ketinggalan tasnya..."

Pria tua itu mengernyit. Matanya basah. "Tas itu… tas cucu saya..."

Arman tersentak. "Iya, tadi dia naik motor saya! Saya anterin sampai gang ini!"

Pria tua itu menggeleng pelan, suaranya parau. "Nak… cucu saya sudah meninggal tadi pagi karena kecelakaan. Ada truk nyelonong dan dia nggak sempat menghindar..."

Arman merasakan dunia di sekelilingnya membeku. Kalau bocah itu sudah meninggal… siapa yang baru saja ia antar pulang?

Dengan langkah gontai, Arman pamit dan berjalan ke ujung gang. Sebelum menstarter motornya, tiba-tiba dia teringat pada amplop yang diberikan bocah tadi padanya.

Dengan tangan bergetar ia membuka amplop coklat tersebut. Di dalamnya hanya ada kertas surat yang ditulis dengan huruf berukuran besar. Dengan perlahan dia mulai membaca:

"Jangan lupa pertandingan sepakbola antara Indonesia versus Australia, tanggal 20 Maret, 2025 Semoga Indonesia masuk Piala Dunia."

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.