Mendengar: Bagian Penting Dari Komunikasi
Terkadang komunikasi hanya berbicara mengenai bagaimana seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain, namun bukan bagaimana pesan tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menyelesaikan masalah.

Tujuan awal dari komunikasi adalah menyampaikan pesan secara efektif, dengan kata lain bagaimana suatu pesan yang dikirmkan oleh pengirim dapat diterima dengan baik oleh penerima meskipun terdapat halangan diantaranya. Namun dibalik mekanisme tersebut ada suatu proses yang tidak kalah pentingnya untuk dibahas, yaitu bagaimana kita merangkai suatu pesan sebelum disampaikan kepada lawan bicara. Proses tersebut bisa dikatakan menjadi hal yang dapat menyebabkan terjadinya miskomunikasi jika dilewatkan. Tanpa mengetahui siapa lawan bicara kita, budaya yang mereka percaya, atau kondisi saat berkomunikasi maka suatu pesan yang disampaikan bisa saja disalahartikan oleh penerima pesan.
Kita ambil salah satu contoh kasus mengenai tanggapan para pejabat lembaga pemerintahan yang dinilai kurang pantas ketika mereka ditanya oleh media mengenai wabah Covid-19 di awal penyebarannya. Sebagai pejabat publik, meraka sudah seharusnya mampu menganalisis kepada siapa mereka berbicara, seberapa penting permasalahan yang diangkat, bahkan dampak yang ditimbulkan ketika mereka menyampaikan suatu argumen. Tidak sedikit kritik yang mereka terima dari khalayak luas ketika mereka melontarkan argumen yang sifatnya candaan. Padahal, saat itu masyarakat ingin tahu bagaimana kesiapan pemerintah dalam menanggapi wabah Covid-19, bukannya lelucon dengan dalih menenangkan tensi masyarakat.
Dari permasalahan tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kesalahpahaman mengenai efektivitas proses komunikasi dalam menyelesaikan masalah. Pada dasarnya, pesan yang ingin disampaikan oleh para pejabat publik telah sampai kepada khalayak, bahkan dengan bantuan media, pesan tersebut diterima dalam jangkauan yang luas. Namun jika ditelaah lebih lanjut, penyebabnya berada pada pesan yang disampaikan oleh pejabat publik. Banyak khalayak yang mempersepsikan argumen pejabat publik tersebut sabagai statement yang tidak berbobot, bahkan tidak menunjukan wibawa mereka sebagai seorang pejabat. Dalam hal ini mereka sudah seharusnya melakukan suatu aktivitas yaitu “mendengar”.
Konsep “mendengar” dalam hal ini tidak boleh diartikan secara mentah-mentah karena “mendengar” dalam konteks ini termasuk aktivitas melihat serta mengolah berbagai realitas yang terjadi. Aktivitas komunikasi merupakan kolaborasi dari seluruh organ tubuh, baik itu mata, telinga, otak, bahkan kalbu kita. Dalam menyampaikan argumen tentunya kita harus mampu merangkai kata serta intonasi. Adapun semua itu dapat ditentukan dari bagaimana kebijaksanaan kita dalam menggunakan organ tubuh untuk mendengar.
Kembali pada kasus yang diangkat, pada dasarnya muncul berbagai keresahan di masyarakat mengenai wabah Covid-19 yang mulai menyebar di negara Tiongkok. Sebagai pejabat publik, sudah seharusnya mereka melakukan berbagai tindakan yang bijaksana sehingga tidak menambah keresahan di masyarakat luas. Jika mereka mengimplementasikan konsep “mendengar” sudah seharusnya mereka mampu menata pesan yang ingin disampaikan kepada media massa. Dengan mengenyampingkan faktor spontanitas, pejabat-pejabat publik tersebut dinilai belum mampu menyadari dan mengolah berbagai macam faktor yang menjadikan komunikasi tersebut menjadi efektif. Dengan kata lain, semakin keruhnya permasalahan di masyarakat terjadi akibat ketidakmampuan pejabat publik untuk “mendengar” berbagai realitas yang ada.
Lalu, bagaimana kita dapat mengasah keterampilan “mendengar” ?
Salah satu bentuk komunikasi yang jarang kita pahami adalah komunikasi dengan diri sendiri/ intrapersonal. Proses komunikasi tersebut menjadi bagian yang tidak kalah penting dalam mendukung komunikasi dengan orang lain/interpersonal. Dengan kita melakukan aktivitas “mendengar”, secara otomatis kita berbicara kepada diri kita sendiri, kita berkontemplasi mengenai hal-hal yang perlu kita lakukan. Selain itu kita dapat menimbang baik dan buruk pesan-pesan yang ingin kita sampaikan kepada orang lain. Singkatnya, komunikasi kepada diri sendiri turut menjadi awal dari penyelesaian permasalah melalui komunikasi dengan orang orang lain.
Kemampuan berkomunikasi terhadap diri sendiri tentu saja tidak bisa kita peroleh dalam waktu yang singkat. Diperlukan suatu kesadaran dan keinginan untuk berfikir kritis terhadap setiap tindakan yang akan kita lakukan. “Mendengar” dapat dikatakan sebagai awal untuk memulai sebuah tindakan komunikasi yang bertanggungjawab. Kita harus terus mengasah kepekaan organ tubuh kita untuk membaca dan menilai setiap realitas yang terjadi. Pada akhirnya “mendengar” harus menjadi modal untuk membangun komunikasi yang berfokus pada penyelesaian masalah.
Seringkali kita disuguhkan dengan pelatihan-pelatihan public speaking atau konten-konten media yang mengagungkan public speaking sebagai faktor utama kesuksesan di dunia. Namun kita tidak menyadari bahwa kita harus mampu mendengar setiap situasi dan kondisi sebelum kita mulai berbicara dengan orang lain. Berbicara tidak dapat menjadi suatu aktivitas tersendiri, namun perlu aktivitas kognitif lainnya, seperti mendengar, melihat dan berfikir agar apa yang ingin kita sampaikan tidak memperburuk masalah yang sedang terjadi. Mulailah mendengar sebelum kita berbicara.
Komunikasi bisa jadi merupakan jalan keluar dari suatu masalah, namun dengan kita tidak memahami realitas yang terjadi maka komunikasi bak minyak yang menyiram gejolak api.
sumber gambar:Psychologist Vectors by Vecteezy
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.