PENGAKUAN MANTAN JOKI

“Dek, coba lihat apa yang ditanganmu itu,” saat polisi menahan bahuku
Tak bisa aku gambarkan perasaanku pada waktu itu. Rasanya kena penyakit komplikasi. Rasanya seperti kena kanker, tumor, HIV, stroke, dan penyakit mematikan lainnya.
Benar, rasanya mau mati.
***
Berawal di tahun 1997an, saat resesi ekonomi atau orang sebut krismon alias krisis moneter? Kalo bagi aku yang saat itu mahasiswa, setiap saat adalah krismon. Hal ini membuat otak kadalku ambil alih keadaan yang tertekan, yakni gimana caranya menghasilkan uang. Bodo amat mau haram apa halal, lha wong namanya sudah otak kadal.
Maklum, bapak yang bekerja sebagai pelayaran biasa kasi uang jajan yang lumayan. Belum lagi saat kuliah, aku ketemu mahasiswa yang demen jajan juga. Maklum, saat sekolah kami terkekang dengan aturan pakaian yang menjemukan dari SD sampai SMA pakai seragam terus. Rasanya jadi mahasiswa adalah cara yang tepat untuk mengupgrade gaya sepatu, tas dan pakaian
Dan sepertinya semesta mendukung, teman kuliahku yang namanya Udin melihat aku sebagai mahasiswa yang otaknya agak encer 50%. Mengajakku untuk cari duit sebagai joki UMPTN. Karena mindset orang-orang jaman dulu, sekolah negri dan universitas negri itu harga mati untuk sebuah gengsi.
“Pem, mau nggak kamu kerja, gantiin posisiku. Aku mau kerja ikut yatch nih,” kata Udin yang aku ingat banget.
“Kerjaan apa? Apa bisa mahasiswa baru diterima?”
“Bisa aja. Aku lihat prospek banget dan cocok buat hal itu,” imbuh Udin
“Oke lah,” jawabku
“Kerjaannya cuma ngerjain soal-soal aja bahasa Inggris. Ntar aku kenalkan ama bossnya.”
Aku udah happy duluan. Wah, bakal dapat duit nih. Toh cuma ngerjain soal ujian bahasa Inggris.
Dan dikenalkanlah aku ke mas Adib. Mas Adib pun ngajak ngobrol ngalur ngidul sebelum aku dikenalkan dengan teamnya yang terdiri dari mahasiswa ITS jurusan Matematika, Fisika dan Kimia. Pokoknya pelajaran hitung-hitungan yang tidak aku mengertilah, sekitar cos kotang kotang itulah.
Hingga suatu sore mas Adib mengajak kami semua, seluruh team Jokinya untuk berkumpul dan melakukan trial. Dimana mas Adib membagikan soal-soal UMPTN yang lama.
“Coba cek waktunya yah. Dan kerjakan tugas tersebut sebaik mungkin, dengan kesalahan seminim mungkin, dalam waktu sesingkat mungkin.”
Terang aja ini membuat aku deg-degan serta gemetar. Sungguh suasana sore itu benra-benar tidak syahdu, tapi horor dan mencekam. Aku breasa ikut UMPTN lagi. Duh, pikiranku tidak tenang, apalagi lagi suara mas Adib berkata “Mulai”
Aku lihat soal-soalnya. Hah, aku terbelalak, dan mulai nyadar. Banyak dari soal UMPTN tersebut adalah materi kuliah di semester 4, semester yang saat ini aku jalani. “kampret, terang aja aku gagal masuk UMPTN. Karena soalnya memang susah,” umpatku dalam hati, dan belum nyadar kalo aku memang lagi stupid waktu SMA itu. Hehehe.
Aku kerjakan soal itu dengan pikiran yang kurang tenang.
“Selesai,” kata mas Adib. Suaranya waktu itu seperti malaikat penyabut nyawa. Benar-benar bikin jantung copot. Kami kumpulkan semua soal dan jawaban. Masing-masing dari kami diberi jawaban. Saat dinilai, ternyata performa kami masih dibawah standart. Masih 50%. Karena yang dibutuhkan adalah kesempurnaan, sebisa mungkin soal yang kami kerjakan total nilainya adalah 100%, dan paling buruk adalah 90%.
Di trial pertama mas Adib memberikan kunci jawaban dengan cara pengerjaannya. Aku dan team pun membaca kisi-kisinya. Dan kembali mas Adib membagikan soal UMPTN dari tahun yang berbeda. Kami pun mulai mengerjakannnya. Di soal yang kedua ini kami merasa sudah warming up, menguasai emosi dan situasi. Sebelum mas Adib menginfokan waktu habis, aku sudah mengumpulkan jawaban. Beberapa menit kemudian anggota team lain menyusul.
“Wah keren kamu Pem, selesai cepat sekali,” puji temanku
“Tapi kita cek dulu jawaban dari Pemi. Apakah memang benar.”
Dan mas Adib pun memeriksa. Scoreku ternyata 100%. Dan aku kerjakan dalam waktu kurang dari 15 menit, dari soal ganda dan soal tanya jawab.
“Kok bisa cepat Pem?”
“Yah karena soalnya berpola sama. Aku lihat di kumpulan soal-soal UMPTN dan kuncinya tadi, soalnya aslinya sama saja. Paling diganti dikit-dikit”
Dan hari H pun tiba. Saatnya UMPTN. Aku dan anggota joki lainnya mendapatkan briefieng semalam dari mas Adib, bagaimana cara mengeluarkan jawaban. Dan mas Adib menekankan bahwa kami harus bisa improvisasi dengan keadaan dan jika terjadi perubahan situasi. Tenang dan segera menguasai keadaan adalah kunci disaat menjadi joki UMPTN, tekan mas Adib.
Seluruh team pun siap. Kami pura-pura tak saling kenal dengan sesama anggota team. Dan kami membaur dengaan calon mahasiswa lainnya untuk megurangi kecurigaan dan tensi situasi yang tinggi
Aku pun masuk ke ruang ujian, terpisah dari teman-teman lainnya. Tapi sebelumnya aku sudah mencek lokasi kamar mandi, dan ruang lainnya. Ini harus aku pahami karena setelah selesai mengerjakan soal, aku harus keluar unutuk memberikan jawabannya kepada team lain untuk disebarkan jawabannya.
Benar, dalam waktu kurang dari 10 menit aku minta izin kepada pengawas UMPTN agar mengizinkanku ke kamar mandi. Sempat kami beragumen karena memang ada aturan bahwa peserta ujian tidak diperbolehkan untuk keluar ruang ujian kecuali ada kondisi tertentu. namun aku akhirnya diizinkan ke kamar mandi
Segera aku bergegas ke kamar mandi. Aku salin jawaban ke sebuah tisu dan sebuah kertas yang sangat kecil. Dikamar mandi aku berdehem, memastikan bahwa ada team yang sedang di luar kamar mandi yang akan menerima jawabanku. Dan benar, dehemku dibalas dengan deheman pula. Aku lempar kertas keluar kamar mandi, aku melihat sebuah sosok mengambil kertas yang aku buang tadi. Aku pun segera mencuci taganku dan balik ke ruang ujian. Syukurlah, pengawas tidak mencurigaiku.
Hingga akhirnya, waktu ujian pun selesai. Aku bergegas pulang ke rumah. Menjatuhkan diriku ke kamar, aku sungguh deg-degan menanti pembahasan ujian tadi pagi yang bakal disiarkan di radio atau keluar di koran esok harinya. Aku mengambil kertas tisu yang berisi jawabanku tadi pagi. Aku memang selalu menulis jawaban soal 2 kali. Yang pertama untuk team dan satu nya untuk keperluan pribadi. Dan aku tulis ditisu karena aku tak ingin jika ada hal yang tak diinginkan, aku bisa segera merobek tisu tersebut. Dengan begitu, tidak ada barang bukti jika ada hal terburuk terjadi padaku.
Aku menyetel radio yang diinfokan oleh teman dalam team perjokian ini. Dan benar, pada siaran sore itu, dibahas jawaban soal UMPTN. Dan ketika membahas ujian bahasa Inggris, dadaku berdegup keras. Aku takut jika aku melakukan kesalahan dan para pasien (para pengguna jasa perjokian) tidak lolos UMPTN. Soal pun dibahas satu persatu. Alangkah bahagianya diriku ternyata semua jawaban yang berikan ternyata 100%. Aku girang bukan kepalang. Duit uda kebayang ditangan. Dan benar, besoknya aku dipanggil oleh mas Adib, mengatakan bahwa aku sukses menyelesaikan tugasku. Dan memintaku untuk ikut di next project. Aku mengangguk, dan senyum pun mengembang di wajahku.
Aku pun mengikuti banyak ujian. Dalam satu tahun itu, aku sibukkan dengan perjokian. Entah untuk ujian masuk UMPTN, diploma, bahkan aku sempat juga ikut ujian PNS. Hanya demi mengerjakan soal dan membuang jawabannya.
Ada juga perbedaan dalam beberapa waktu. Dimana aku harus mengerjakan soal di dalam mobil, di WC, dan tempat lainnya. Karena namaku sudah masuk dalm data, sehingga tak mungkin mengikuti dua ujian dalam waktu berdekatan. Biasanya kau mendapatkan soal dari pasien yang mengeluarkan soal supaya aku dan team bisa mengerjakannya. Dan pasien tersebut kembali ke ruang ujian dengan membawa soal tahun lalu yang kertas dan formatnya hampir sama. Mas Adib sepertinya sudah banyak malang mlintang didunia perjokian ini. Sehingga paham sekali bagaimana cara mengibuli para pengawas, dan alternatif dalam menjalankan bisnis sesat ini.
Aku ikut aja apa yang diperintahkan kepadaku. Bagiku tak masalah, mau ngerjakan ujian di wc, di mobil ato di penginapan. Yang penting bagiku adalah gimana cara aku bisa beli tas Adidas dan sepatu Benetton atau perawatan tubuh Body Shop. Duh benar deh, kalo uang haram itu nggak bakal jadi, banyak yang melayang entah kemana. Aku sampai lupa berapa duit yang sudah masuk ke sakuku, atau berapa jumlah yang diberikan mas Adib kepadaku. Yang aku ingat aku bisa dugem bareng anggota team lainnya di night club tiap malam atau beli barang-barang branded lainnya.
Hingga suatu hari aku diajak mas Adib untuk mengikuti ujian kebidanan di daerah Ketintang Surabaya. Sebelum mengikuti ujian aku di briefieng oleh mas Adib, bahwa aku mewakili pasien yang memiliki tinggi badan kurang. Yups disitu saya paham, kalo bidan itu mesti memiliki standar tinggi badan tertentu. Dan selain masalah dengan tinggi badan, ia juga tak pandai dalam bahasa inggris.
Inti dari briefieng tersebut adalah aku harus menyamar sebagai pasien tersebut. Sebut saja Mawar. Dan sebagai Mawar aku diwajibkan meghapal biodata dan tanda tangannya. Walah, rempong banget ini, kataku dalam hati. Tapi demi uang saku, aku pun menyanggupinya, dan selama 10 menit aku menghapal biodata Mawar serta mencoba meniru tanda tangannya. Dan loloslah aku diseleksi tersebut, dan aku pun lanjut ke dalam ruang ujian. Tak lupa mas Adib menginfokan, bahwa ada beberapa pasien lainnya yang butuh jawaban. Jadi aku pun mesti keluar untuk membefrikan jawaban soal bahasa inggris di hari itu.
Tak ada prasangka atau firasat buruk hari itu. Kalo ditanya apakah aku keramas pada waktu itu, yah aku keramas. Tapi apakah aku pakai dukun, tentu saja aku jawab tidak. Mungkin saat itu mestinya aku pake dukun deh, kalau tahu bakal ada hal buruk terjadi.
Usai mengerjakan soal, aku pun menuju kamar mandi. Masih tidak ada tanda-tanda bakal ada hal aneh yang terjadim hingga tiba-tiba seseorang memegang bahu dari belakang, menahan langkahku.
“Dik berhenti dulu,”
Aku pun menoleh, busyet seorang polisi!!!
“Ada apa ya pak”
“Coba lihat apa yang dipegang itu”
“Bukan apa-apa kok pak,” aku berusaha menyembunyikan kertas kecil yang aku bawa
“Nah itu ada tulisan, kamu dapat dari mana itu?”
Deg, aku terdiam. Berasa kena serangan stroke, jantung, HIV, kanker, dan penyakit mematikan lainnya. Sungguh aku tak bisa berkata. Melihat mukaku yang pucat pasi seperti mau mati. Polisi itu pun berkata pelan kepadaku
“Dik kenapa kamu lakukan itu. Kamu tidak kasihan kepada orang tuamu.”
Tak sadar, mataku menitikkan air mata, deras sekali. Mungkin kalo ada daerah gersang, bisa subur dengan air mataku pada saat itu
Pak polisi itu pun memegang tanganku dan mengarahkanku ke kantor tempat para pengawas berkantor sementara selama ujian. Pak polisi terus berbicara
“Kamu kok bisa begitu dek. Belum tentu low jawaban yang kamu terima itu benar”
Hah? Aku bingung tapi mencoba menguasai keadaan
“Kamu gak kasian dengan orang tuamu? Sapa tahu jika kamu mengerjakan soal itu sendiri malah benar.”
Ough aku mulai paham, pak polisi itu ternyata menyangkaku sebagai pasien, bukan sebagai joki
Kesempatan emas nih, Tuhan sepertinya masih memberi waktu aku buat sadar diri. Aku mencoba mengikuti alur pak polisi, aku pun berpura-pura menjadi korban, alis sebagai pasien.
“Pak, saya minta maaf pak. Saya kapok. Saya ga ulangi lagi. Saya cuma mau nyenengin orang tua saya. Mau bikin bangga mereka. Egh kok malah begini jadinya. Sungguh pak, saya minta maaf. Tolong jangan kasi tahu bapak ibu saya. Mereka pasti malu sama tetangga,” kataku memelas kepada pak polisi.
Tak lupa aku paksa air mataku untuk keluar lebih banyak. Maklum waktu awal kuliah tubuhku belum melar. Kurus kering ditambah muka wanita jawa yang contong ke muka orang solo yang melas banget, membuat pak polisi percaya dengan pengkuanku.
Benar kamu gak kamu ulangin tindakanmu yang curang ini. Kalo kamu melakukan ini lagi akan bapak adukan ke orang taumu. Biar dapat hukuman kamu,” kata pak polisi
“Sumpah pak saya nggak akan terima jawaban dari orang lain. Kalo ujian akan saya kerjakan sendiri. Saya janji,” selorohku. Dalam hati, nggak mungkinlah aku mau jadi pasien, lha wong bayar Joki luar biasa mahalnya. Mending kuliah di luar negri.
“Baiklah, bapak pegang janjimu yah. Tapi sebagai hukuman kamu gagal ujian hari ini. Kamu boleh ikut ujian dilain waktu. Mungkin tahun depan.”
Pura-pura bersedih aku pun menyatakan kesediaanku. Aku juga sempat melirik ada beberapa anak juga digiring ke kantor pengawas. Selidik punya selidik ada kebocoran soal. Aku dan beberapa anak yang ada di kantor tersebut disinyalir menerima jawaban.
“Pak, bolehkah saya pulang. Saya malu masuk kelas lagi. Tolong saya. Benar saya akan penuhi janji saya ke bapak.”
“Baik, kamu pulang segera ya. Percuma juga, kamu didiskwalifikasi tahun ini”
“Makasih ya pak. Bapak is the best deh,” rayuku sambil melenggang pergi. Aku percepat langkahku keluar kantor pengawas. Rasanya seperti masuk ke jembatan sirotol mustaqim disitu.
Keluar dari area ujian aku coba telpon team yang lain. Tak ada jawaban. Berukang kali aku telpon, tetap tak ada jawaban. Aku juga mencari mobil mas Adib yang membawaku ke sekolah bidan tersebut. Tak ada juga. Aku juga berkeliling disekitar, mencari-cari mobil mas Adib. Ternyata mas Adib dan team meninggalkan aku sendirian. Aku pun pulang dan berang. “Bangsatttt!!!,” makiku. “Tahu kalo aku ada masalah aku ditinggal. Untung aja lolos dari jeratan hukum. Kalau tidak bakal aku bawa kalian semua.”
Aku duduk lemas, saat masuk ke dalam taksi yang membawaku pulang. Perasaan lega karena lolos dari kejadian tersebut membuatku bersyukur. Amit-amit deh, aku gak mau ulangin lagi hal kayak gini. Selorohku dalam hati. Tuhan sungguh aku tobat. Sampai di rumah aku pun ke dapur untuk ambil makan, aku lihat wajah ibuku dan saudara-saudaraku yang kebetulan juga makan siang di meja makan yang terletak di dapur. Aku amati, betapa senangnya aku bisa berkumpul bersama mereka kembali. Ibu melihat keanehan pada diriku.
“Kamu kenapa nduk. Kok senyum senyum sendiri. Melihat kami dengan aneh sekali”
“Nggak buk, nggak ada apa-apa kok”
“Gimana kuliahmu tadi. Kok pulang cepat”
“Iya kuliahnya cuma bentar, dosennnya ada kegiatan lain diluar”
“Baikkah. Buruan makan keburu dingin nggak enak”
Aku ngangguk. Dan mulai makan. Ya ampun, ibu masak sayur bening dan bakso jagung, aku rasa ini sayur bayam dan bakwan jagung yang terenak yang pernah aku makan. aku pun habiskan hidangan di piringku dengan lahap. Perasaan bebas ini bena-benar membuatku bahagia. Akuingin lanjutkan bahagia ini dengan tidur siang
Kringggg
Telpon rumah berdering, membangunkan aku dari tidur. Aku lihat jam dinding, wah aku tertidur lumayan lama. Sekarang sudah maghrib.
“Pem ada yang telpon kamu,” kata ibu dari kamar tengah
“Sapa buk,” tanyaku balik. Taka da jawaban. Ternyata ibu sudah pergi. Aku pun mengambil telpon yang tergeletak dimeja
“Halo”
“Pem ya? Giman kamu tadi aku minta maaf tidak bisa nemanin kami di akbid. Team kita hampir terbongkar. Aku lihat kamu tadi dibawa polisi. Aku takut hampirin kamu”
“Eh mas yang benar aja yah. Masak aku ditinggalin begitu aja. Kok mas Adib gak ada peduli sama sekali ke anggota team,” kataku penuh amarah
“Duh Pem aku minta maaf ya. Benar-benar aku takut. Jika aku tolong kamu, maka semua anggota team bakal ditanggap. Mereka juga kasian kan. Aku juga terus pantau kamu kok. Aku lihat polisi tadi melepasmu. Makanya aku lega, aku baru bawa team lain setelah tahu kamu keluar dari kantor pengawas. Benar Pem aku minta maaf.”
Amarahku mulai turun. Aku masih dengar kalimat-kalimat memelas di ujung sana menjelaskan keadaan yang terjadi
Emosiku pun mereda, saat mas Adib berulang kali minta maaf
“Oh iya Pem, yang bikin berabe itu sebenarnya pasien lain. Mereka ketakutan saat menerima jawaban. Gealgatnya sangat mencurigakan. Jadi deh polisi ambil tindakan. Akhirnya menggeledah semua peserta ujian. Aku minta maaf ya Pem”
“Iya iya aku maafkan,” kataku sengit
“Makasih kalo gitu. Egh, ada project lain. Bantuin kita ya Pem, please,” kata mas Adib “Kami benar-benar butuh kamu. Mau yah”
“Ehmm, iya iya aku ikut” jawabku sambil menutup telpon.
Low kok mau lagi? Duh gimana donk, namanya juga mahasiswi. Kebutuhannya banyak sekali. “Tuhan, maafkan aku ya.”
Penulis: Ibu PeRi
Merauke desember 2022
Beradasarkan kisah nyata, yang beberapa nama diganti karena penulis lupa, dikarenakan kejadiannya hampir 25 tahun yang lalu
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.