Seandainya Aku adalah Doraemon

Seandainya Aku adalah Doraemon

“Seandainya Aku adalah Doraemon”

 

"Anak remaja tuh yang dikerjar pendidikan, bukan pacar pacaran," Ucap seorang wanita berambut panjang berpakaian gelap yang ternyata ibuku sendiri.

"Masih kecil gak usah cinta cintaan dulu deh, fokus  aja sama pelajaran"

Itulah kalimat yang selalu saja berputar putar dikepalaku. Hingga akhirnya, kini aku sudah lupa bagaimana rasanya mencintai seseorang lagi.

Tapi, 'Kini' bukan berarti tidak ada masa lalu yang pernah 'dilewati' bukan?

Seandainya aku adalah Doraemon yang memiliki mesin waktu. Aku akan pergi ke tahun 2021 dengan mesin itu.

Tahun 2021, masa di mana aku dan sahabatku senang menulis dilembaran buku berwarna hitam yang selalu berada di atas meja belajarku, sebut saja buku harian bersama.

 

Di halaman ke 22,

Diceritakanlah seorang anak perempuan berkerudung coklat yang tidak sengaja memandang kursi tunggu di dekat pos satpam, hari itu sekolah terasa sangat melelahkan, suntuk dan cukup membosankan. Tapi tiba tiba dia mendapatkan energi tambahan dari hasil pandangan matanya, bukan karena kursi sebelah pos satpam yang tadi ia pandang, tapi karena seorang laki laki berkacamata yang  duduk sambil menunggu jemputan di atas kursi itu.

"Dubrakk," bunyi suara handphone yang tidak sengaja terjatuh dari tangan anak Perempuan itu.

"Duh, kenapa harus sekarang sih jatohnya, malu banget aku." Ucap anak itu di dalam hati.

 

Di halaman ke 25, diceritakanlah awal perjuangan si anak penjatuh handphone tentang macam macam cara yang telat ia lalui untuk bisa akrab dengan laki laki itu, hari hari ia lalui tapi belum ada perkembangan sama sekali.

 

Pada malam hari, di tidurnya yang tidak nyenyak, dia bermimpi sedang berjanji untuk tidak lagi menyukai laki laki itu. Bahkan, setelah bangun dari tidurnya, dia berjanji akan berhenti menyukainya jika pagi hari ini tidak bertemu dengannya.

 

Pagi yang cerah di hari selasa  menjadi momen yang akan selalu diingat, hari di mana perempuan berkerudung itu melihat punggung seorang laki laki berseragam batik dan memakai ransel berwarna merah. Betul saja, dia adalah laki laki yang ia temui di kursi dekat gerbang sekolah.

 

Wajahnya langsung berbinar, seakan akan dia tidak pernah berjanji untuk segera berhenti menyukai laki laki itu. Sangat labil sekali pemikiran remaja sekarang ini bukan?.

 

Bagaimanapun, ini bukan cerita romantis yang dialami anak muda. Banyak sekali hal yang terjadi di halaman buku ke 56, penulis tidak membiarkan sembarang orang membuka halaman itu, malu katanya.

 

Penulis buku itu bilang,

"Ga semua hal yang kita gatau harus dicari tau.

Ga semua hal yang ga penting harus dipikirin.

Setiap orang punya caranya sendiri dalam menghadapi orang lain. Dan kita sendiri punya kendali untuk bereaksi atas tindakan orang lain."

 

Begitulah katanya, penulis itu berusaha untuk bijak dan profesional untuk tidak membiarkan pembaca melihat ending tak bahagia dari kisah hidupnya. Dia sangat baik bukan?, tidak ingin berbagi kesedihan dengan orang lain atas kisahnya sendiri.

 

Di halaman 60, berisi curahan hati yang entah dari mana datangnya.

"Ku kira, aku adalah Dilan yang bisa bersatu dengan Ancika. Ternyata aku adalah Dilan yang harus kehilangan Milea agar tidak ada yang tambah terluka."

"Bandung di film itu sangat indah bukan?, sayangnya latar kita kala itu bukan di Bandung, tapi di Jakarta."

 

Benar kata pak Sapardi,

'aku ingin mencintaimu dengan sederhana;

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu.'

 

"Maaf, aku tidak bisa seperti Dilan yang mencintai Milea secara ugal ugalan, yang ku bisa hanyalah menulis tentang mu dibuku harianku, bahkan diri ini tidak cukup berani untuk menggambar parasmu, karena aku sadar skill ku tidak sehebat itu untuk  menggambarkan betapa indahnya dirimu."

-H12

 

Begitulah yang penulis sampaikan pada halaman ke 60 dari buku hitam, buku yang terhenti di bulan September 2021 yang sampai saat ini belum ada lanjutannya.

 

-The End (?)

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.